Perbedaan Data Dukcapil dan Operator Selular Capai 45,9 Juta
19 March 2018 16:25

Jakarta, CNBC Indonesia - Komisi I DPR RI menggelar rapat kerja dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika serta tiga operator seluler terbesar yakni PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), PT XL Axiata Tbk. (XL), dan PT Indosat Tbk (Indosat Ooredoo) terkait registrasi kartu prabayar dan pengamanan data konsumen.
Dalam rapat tersebut, Menkominfo Rudiantara memaparkan status registrasi prabayar yang berhasil hingga 13 Maret 2018. SIM card yang berhasil diregistrasi oleh operator seluler Telkomsel, XL Axiata, Indosat, H3I, Smartfren dan STI sebanyak 304,859 juta SIM card.
Sementara itu, data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri menunjukkan jumlah validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang sesuai dengan SIM card yang terdaftar mencapai 350,788 juta
Artinya, ada perbedaan data sebesar 45.928.580 antara data Dukcapil dengan data operator seluler. Dengan asumsi satu orang dengan satu NIK dan KK memiliki satu SIM card seluler, berarti perbedaan datanya mencapai 45,9 juta pelanggan.
Rudiantara mengatakan hingga saat ini, perbedaan data tersebut disebabkan oleh 4 kemungkinan, antara lain satu NIK digunakan untuk meregistrasi lebih dari satu nomor SIM card, satu NIK dan satu nomor SIM card diregistrasi lebih dari satu kali, satu nomor SIM card diregistrasi lebih dari satu kali dengan NIK yang berbeda dan proses validasi tercatat berhasil di Dukcapil tetapi tidak tercatat berhasil di operator seluler.
"Menurut saya ini bukan kebocoran data. Kita kan memang tidak bisa mewajibkan satu nomor satu orang, karena keperluan bisnis dan lainnya. Jadi ya kita tunggu lah sampai pertengahan Mei datanya lengkap, baru kita evaluasi," ujar Rudiantara di sela rapat, Senin (19/3/2018).
Anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo menyebut penyimpangan data ini harus menjadi pertanyaan karena selisih perhitungan tersebut bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang tahun pemilu. "Menkominfo perlu mewajibkan operator untuk mengecek ulang perbedaan data yang tercatat di operator dan Dukcapil, termasuk kemungkinan double entry dll," ujar Roy dalam rapat.
Adapun Anggota Komisi I lainnya, Andreas Parera mempersoalkan belum adanya UU Perlindungan Data Pribadi untuk mencegah penyalahgunaan data NIK dan KK yang merupakan data pribadi. "Perlu ada perlindungan bagi siapapun yang memberikan data pribadinya kepada operator. Negara harus menjamin itu. Secepatnya kita harus punya UU Perlindungan Data Pribadi sebagai penyeimbang UU Keterbukaan Informasi Publik," kata Andreas dalam kesempatan yang sama.
(roy/roy)
Dalam rapat tersebut, Menkominfo Rudiantara memaparkan status registrasi prabayar yang berhasil hingga 13 Maret 2018. SIM card yang berhasil diregistrasi oleh operator seluler Telkomsel, XL Axiata, Indosat, H3I, Smartfren dan STI sebanyak 304,859 juta SIM card.
Sementara itu, data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri menunjukkan jumlah validasi Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan Nomor Kartu Keluarga (NKK) yang sesuai dengan SIM card yang terdaftar mencapai 350,788 juta
Artinya, ada perbedaan data sebesar 45.928.580 antara data Dukcapil dengan data operator seluler. Dengan asumsi satu orang dengan satu NIK dan KK memiliki satu SIM card seluler, berarti perbedaan datanya mencapai 45,9 juta pelanggan.
"Menurut saya ini bukan kebocoran data. Kita kan memang tidak bisa mewajibkan satu nomor satu orang, karena keperluan bisnis dan lainnya. Jadi ya kita tunggu lah sampai pertengahan Mei datanya lengkap, baru kita evaluasi," ujar Rudiantara di sela rapat, Senin (19/3/2018).
Anggota Komisi I DPR RI Roy Suryo menyebut penyimpangan data ini harus menjadi pertanyaan karena selisih perhitungan tersebut bisa saja dimanfaatkan untuk kepentingan politik menjelang tahun pemilu. "Menkominfo perlu mewajibkan operator untuk mengecek ulang perbedaan data yang tercatat di operator dan Dukcapil, termasuk kemungkinan double entry dll," ujar Roy dalam rapat.
Adapun Anggota Komisi I lainnya, Andreas Parera mempersoalkan belum adanya UU Perlindungan Data Pribadi untuk mencegah penyalahgunaan data NIK dan KK yang merupakan data pribadi. "Perlu ada perlindungan bagi siapapun yang memberikan data pribadinya kepada operator. Negara harus menjamin itu. Secepatnya kita harus punya UU Perlindungan Data Pribadi sebagai penyeimbang UU Keterbukaan Informasi Publik," kata Andreas dalam kesempatan yang sama.
Artikel Selanjutnya
Ini Cara Registrasi SimCard Prabayar
(roy/roy)