
Internasional
Amazon Ingin Kembangkan Sistem Pembayaran Tanpa Kartu Kredit
Ester Christine Natalia, CNBC Indonesia
06 March 2018 13:39

Jakarta, CNBC Indonesia - Amazon sedang dalam tahap awal diskusi dengan beberapa institusi keuangan, termasuk JPMorgan Chase, untuk mempersiapkan peluncuran produk yang serupa dengan akun bank. Layanan tersebut akan ditujukan untuk konsumen berusia muda dan konsumen yang tidak memiliki rekening bank, menurut laporan Wall Street Journal hari Senin(5/3/2018), yang dilansir dari CNBC International.
Ini adalah langkah terbaru raksasa e-commerce ini untuk menuntaskan salah satu hambatan terbesar dalam berbelanja di situsnya, yaitu terbatasnya jumlah kartu kredit.
Lebih dari seperempat keluarga di Amerika Serikat (AS) tidak punya atau memiliki akses yang terbatas terhadap rekening tabungan. Kalangan yang dikenal sebagai "unbanked" dan "underbanked" tersebut sangat bergantung pada uang tunai atau cek untuk setiap pembelanjaan, sehingga mereka kesulitan untuk berbelanja daring (online).
Para unbanked bukan berarti tidak terhubung karena sekitar enam dari 10 konsumen unbanked memiliki ponsel pintar (smartphone), menurut Pew Charitable Trusts.
Bagi Amazon, dua kelompok konsumen tersebut semakin vital. Pertumbuhan jumlah pelanggan Amazon Prime baru stagnan di kuartal ketiga tahun 2017, menurut para analis di Morgan Stanley.
Survei lain yang dibuat oleh Piper Jaffray pada bulan Juni mengatakan 82% rumah tangga AS dengan pendapatan tahunan lebih dari US$112.000 (Rp 1,5 miliar) sudah menjadi anggota Amazon Prime. Jangkauan Amazon Prime paling rendah terhadap mereka yang menghasilkan $41.000 per tahun.
Sementara itu, kaum milenial semakin menghindari kartu kredit karena mereka cenderung lebih tidak percaya terhadap institusi perbankan dibandingkan para pendahulunya.
Sebanyak 33% milenial berkata mereka merasa belum membutuhkan rekening bank dalam lima tahun ke depan, menurut laporan Goldman Sachs di tahun 2015.
Peritel online juga menghasilkan lebih banyak uang karena bisa membuat para pembeli berbelanja berkali-kali, meskipun dengan nilai yang lebih rendah. Keuntungan yang mereka dapatkan dengan cara seperti itu jauh lebih besar daripada saat konsumen berbelanja sekaligus.
Maka dari itu, Amazon perlahan-lahan mengambangkan produk bagi pembeli berpenghasilan rendah.
Selama musim panas tahun ini, perusahaan tersebut sudah meluncurkan layanan Prime yang didiskon dengan kartu electronic benefit transfer (EBT) bagi siapapun yang terdaftar di Program Pendampingan Suplemen Nutrisi (Supplemental Nutrition Assistance Program) milik pemerintah atau dikenal sebagai kupon makanan. Kartu itu bekerja layaknya kartu debit.
Amazon juga meningkatkan kemitraan dengan 7-Eleven, yang sudah menampung jasa pengiriman Amazon "lockers", fasilitas untuk mengambil pesanan Amazon.
Sebelumnya di bulan November, perusahaan mengumumkan para pembeli di toko 7-Eleven di seluruh bagian negara bisa menyimpan paling sedikit $15 dan paling banyak $500 ke dalam akun Amazon-nya lewat program "Amazon cash". Setelah itu, pembeli bisa mengunakan uang tersebut untuk berbelanja di Amazon.
Tempat tinggal hampir setengah populasi AS hanya berjarak sekitar 1,6 km dari toko 7-Eleven.
"Kami merasa punya peluang pasar, bagaimana caranya menciptakan inklusi digital bagi konsumen yang tidak dapat mengambil bagian di ekonomi digital. Amazon Cash adalah bagian dari strategi itu," kata Gurmeet Singh, Chief Digital Officer dan Chief Information Officer 7-Eleven, kepada CNBC International dalam sebuah wawancara sebelumnya.
Amazon telah meluncurkan program serupa dengan peritel lainnya, seperti CVS, Speedway, Sheetz, dan toko-toko lainnya. Amazon tidak segera merespon permintaan untuk berkomentar.
Potensi Besar di Walmart
Dalam rangka mendorong jumlah konsumen baru, Amazon merasa bersaing ketat dengan Walmart. Sekitar setengah dari pembeli Walmart memiliki penghasilan kurang dari $49.900, menurut presentasi perusahaan ke para analis di tahun 2015.
Sebanyak 5.000 toko Walmart tersebar di seluruh negara bagian dan seringkali menjadi satu-satunya pilihan berbelanja bagi pembeli di daerah terpencil dan berpenghasilan rendah. Ditambah lagi, tempat tinggal 90% populasi AS hanya berjarak sekitar 16 km dari Walmart.
Peritel tersebut telah juga bereksperimen dengan pilihan pembiayaan di dalam toko (in-store) selama bertahun-tahun. Toko Sams Club menawarkan pinjaman bisnis kecil dan Walmart memiliki pusat keuangan di beberapa tokonya.
"Mereka tahu lebih banyak tentang orang-orang ini daripada Amazon," kata Ryan Metcalf, Direktur Pasar Internasional di Affirm, perusahaan rintisan (startup) teknologi finansial (fintech).
Baru-baru ini, Walmart mencari cara untuk membawa berbagai instrumen pembayaran tersebut ke area online.
Perusahaan ini sudah bekerja sama dengan Affirm untuk membantu menawarkan pembiayaan pembeli untuk kebutuhan rumah di situs Hayneedle dan peralatan tempat tidur di situs Allswell.
Namun, Metcalf menolak untuk berkomentar tentang kerja samanya dengan Walmart.
(prm) Next Article Kelak Bayar Belanja di e-Commerce Tinggal Pindai Jari Tangan
Ini adalah langkah terbaru raksasa e-commerce ini untuk menuntaskan salah satu hambatan terbesar dalam berbelanja di situsnya, yaitu terbatasnya jumlah kartu kredit.
Lebih dari seperempat keluarga di Amerika Serikat (AS) tidak punya atau memiliki akses yang terbatas terhadap rekening tabungan. Kalangan yang dikenal sebagai "unbanked" dan "underbanked" tersebut sangat bergantung pada uang tunai atau cek untuk setiap pembelanjaan, sehingga mereka kesulitan untuk berbelanja daring (online).
Bagi Amazon, dua kelompok konsumen tersebut semakin vital. Pertumbuhan jumlah pelanggan Amazon Prime baru stagnan di kuartal ketiga tahun 2017, menurut para analis di Morgan Stanley.
Survei lain yang dibuat oleh Piper Jaffray pada bulan Juni mengatakan 82% rumah tangga AS dengan pendapatan tahunan lebih dari US$112.000 (Rp 1,5 miliar) sudah menjadi anggota Amazon Prime. Jangkauan Amazon Prime paling rendah terhadap mereka yang menghasilkan $41.000 per tahun.
Sementara itu, kaum milenial semakin menghindari kartu kredit karena mereka cenderung lebih tidak percaya terhadap institusi perbankan dibandingkan para pendahulunya.
Sebanyak 33% milenial berkata mereka merasa belum membutuhkan rekening bank dalam lima tahun ke depan, menurut laporan Goldman Sachs di tahun 2015.
Peritel online juga menghasilkan lebih banyak uang karena bisa membuat para pembeli berbelanja berkali-kali, meskipun dengan nilai yang lebih rendah. Keuntungan yang mereka dapatkan dengan cara seperti itu jauh lebih besar daripada saat konsumen berbelanja sekaligus.
Maka dari itu, Amazon perlahan-lahan mengambangkan produk bagi pembeli berpenghasilan rendah.
Selama musim panas tahun ini, perusahaan tersebut sudah meluncurkan layanan Prime yang didiskon dengan kartu electronic benefit transfer (EBT) bagi siapapun yang terdaftar di Program Pendampingan Suplemen Nutrisi (Supplemental Nutrition Assistance Program) milik pemerintah atau dikenal sebagai kupon makanan. Kartu itu bekerja layaknya kartu debit.
Amazon juga meningkatkan kemitraan dengan 7-Eleven, yang sudah menampung jasa pengiriman Amazon "lockers", fasilitas untuk mengambil pesanan Amazon.
Sebelumnya di bulan November, perusahaan mengumumkan para pembeli di toko 7-Eleven di seluruh bagian negara bisa menyimpan paling sedikit $15 dan paling banyak $500 ke dalam akun Amazon-nya lewat program "Amazon cash". Setelah itu, pembeli bisa mengunakan uang tersebut untuk berbelanja di Amazon.
Tempat tinggal hampir setengah populasi AS hanya berjarak sekitar 1,6 km dari toko 7-Eleven.
"Kami merasa punya peluang pasar, bagaimana caranya menciptakan inklusi digital bagi konsumen yang tidak dapat mengambil bagian di ekonomi digital. Amazon Cash adalah bagian dari strategi itu," kata Gurmeet Singh, Chief Digital Officer dan Chief Information Officer 7-Eleven, kepada CNBC International dalam sebuah wawancara sebelumnya.
Amazon telah meluncurkan program serupa dengan peritel lainnya, seperti CVS, Speedway, Sheetz, dan toko-toko lainnya. Amazon tidak segera merespon permintaan untuk berkomentar.
Potensi Besar di Walmart
Dalam rangka mendorong jumlah konsumen baru, Amazon merasa bersaing ketat dengan Walmart. Sekitar setengah dari pembeli Walmart memiliki penghasilan kurang dari $49.900, menurut presentasi perusahaan ke para analis di tahun 2015.
Sebanyak 5.000 toko Walmart tersebar di seluruh negara bagian dan seringkali menjadi satu-satunya pilihan berbelanja bagi pembeli di daerah terpencil dan berpenghasilan rendah. Ditambah lagi, tempat tinggal 90% populasi AS hanya berjarak sekitar 16 km dari Walmart.
Peritel tersebut telah juga bereksperimen dengan pilihan pembiayaan di dalam toko (in-store) selama bertahun-tahun. Toko Sams Club menawarkan pinjaman bisnis kecil dan Walmart memiliki pusat keuangan di beberapa tokonya.
"Mereka tahu lebih banyak tentang orang-orang ini daripada Amazon," kata Ryan Metcalf, Direktur Pasar Internasional di Affirm, perusahaan rintisan (startup) teknologi finansial (fintech).
Baru-baru ini, Walmart mencari cara untuk membawa berbagai instrumen pembayaran tersebut ke area online.
Perusahaan ini sudah bekerja sama dengan Affirm untuk membantu menawarkan pembiayaan pembeli untuk kebutuhan rumah di situs Hayneedle dan peralatan tempat tidur di situs Allswell.
Namun, Metcalf menolak untuk berkomentar tentang kerja samanya dengan Walmart.
(prm) Next Article Kelak Bayar Belanja di e-Commerce Tinggal Pindai Jari Tangan
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular