Fundamental Pundit

Saham Termahal BEI, Sudah Suspen 5 Hari : Gimana Prospek DCII?

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
31 July 2025 08:35
Ilustrasi IHSG
Foto: Pexels/Anna Nekrashevich

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten data center milik Toto Sugiri dan grup Salim, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) berhasil menyabet rekor saham termahal sebursa gara-gara kenaikan harga yang luar bisa akhir-akhir ini.

Sayangnya, saham ini harus rela digembok meskipun mencatat kinerja keuangan yang moncer sepanjang paruh pertama tahun ini.

Perjalanan DCII Dari ARA Sampai Digembok

Pantauan CNBC Indonesia terkini sampai 30 Juli 2025, saham DCII ini sudah digembok selama lima hari.

Terakhir harga saham DCII per 23 Juli 2025, parkir di posisi Rp346.725 per lembar. Sebelum digembok, saham ini berhasil Auto Reject Atas (ARA) alias terbang 20% dalam sehari.

Padahal, pada 22 Juli 2025 atau sehari sebelumnya, saham ini juga sempat di suspend karena sudah naik kencang nyaris 100% dalam seminggu.

Berkat itu, secara month to date (MTD) saham DCII sudah terbang 128% dan auto jadi saham termahal di Bursa Efek Indonesia (BEI). Kalau dihitung, untuk beli saham ini, kita butuh modal minimal Rp34,67 juta untuk dapat 1 lot saja.

Dengan modal Rp100 juta pun, untuk beli saham DCII ternyata tak dapat sampai 4 lot. Untuk modal segini tentu investor retail semakin sulit untuk bergabung.

Digembok Bukan Hal Baru Bagi DCII

Soal urusan pergembokan, sebenarnya ini juga bukan hal baru bagi DCII. Pada tahun ini karena sempat santer terdengar akan rumor stock split, pernah kena suspensi dari 25 Februari - 4 Maret 2025.

Sebelum kena suspen, pola yang sama seperti yang terjadi bulan ini sudah pernah kejadian pada Februari 2025. Tepatnya, dari 19 - 24 Februari atau selama 4 hari saham ini ARA beruntun.

Selepas itu, pada 25 Februari 2025 saham ini digembok sehari dan dilepas pada 26 Februari 2025. Waktu dibuka suspen-nya sehari, saham DCII melesat ARA lagi, kemudian akhirnya digembok lagi sampai 4 Maret 2025 atau selama empat hari perdagangan.


Bisa dibilang, aksi pergembokan yang dialami DCII ini lebih lama pada bulan ini. Namun, ketika dibuka nanti pun sudah pasti akan masuk ke perdagangan di papan pemantauan khusus.

Seperti yang terjadi pada Maret lalu, setelah suspensi dibuka saham DCII masih lari dengan ARA sebesar 10% per hari.

Waktu itu, setelah gembok dibuka saham DCII masih reli 8 hari ARA sampai 13 Maret 2025 sebelum akhirnya ARB. Jadi, kalau pola ini kembali terjadi dan saham DCII diperdagangkan lagi dengan minat beli masih tinggi, ARA masih akan berlanjut, hanya saja persentase nya saja yang jadi lebih minim dari 20% menjadi 10%.

Reli kencang dari Februari - Maret ini menjadi sejarah nyata saham DCII, dari yang sideways lebih dari empat bulan di kisaran Rp40.000 - Rp50.000 per lembar berhasil melonjak lebih dari empat kali lipat tembus Rp200.000 per lembar.

Catat! Transaksi DCII Ternyata Tak Sebanyak Itu

Dibalik kenaikan kencang saham DCII, kita juga perlu check dari transaksinya karena persentase tinggi belum tentu melibatkan transaksi yang besar pula.

Lihat pada tabel transaksi berikut, untuk bisa ARA dalam sehari per 23 Juli lalu, hanya membutuhkan nilai transaksi sekitar Rp22 miliar saja, yang melibatkan 680 lot saham saja yang berputar sebanyak 553 kali.

Dibandingkan nilai transaksi terakhir sebelum suspen, nilai Rp22 miliar memang besar, karena biasanya untuk ARA hanya buruh nilai transaksi di bawah Rp10 miliar.

Namun, jumlah itu tentu bisa dianggap "kurang" wajar. Kenapa bisa gitu? karena posisi DCII kini jadi saham nomor tiga terbesar di bursa dari segi market cap, dengan posisi ini dibandingkan peringkat atasnya ada saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang membutuhkan nilai transaksi ratusan miliar rupiah untuk bisa ARA.

Memang dari segi free float saja dan jumlah investor saja beda, tetapi dengan kesenjangan nilai transaksi terlalu jauh, ditambah aksi gembok sampai berhari-hari, membuat saham DCII ini pergerakan harga-nya saham volatile.

Retail juga sudah masuk dengan harga yang terlampau mahal ini. Sebagai catatan juga, saham DCII ini sampai akhir Juni 2025, pemegang saham-nya hanya berjumlah 903 orang. Dari jumlah ini, 18,55% dipegang retail.

Kinerja Keuangan Sampai Prospek Laba DCII 2025 

Beralih ke kinerja keuangan DCII, sampai semester I/2025 DCII terpantau kembali mencetak profitabilitas ciamik.

Merujuk pada laporan keuangan terbaru, laba periode berjalan yang dapat diatribusikan ke pemilik induk perusahaan pusat data ini per 30 Juni 2025 tercatat sebesar Rp616,95 miliar melesat 106% secara tahunan (yoy) dari Rp299,5 miliar.

Dari sisi top line, perseroan membukukan pendapatan sebesar Rp1,33 triliun. Melaju 80% yoy dari posisi akhir Juni 2024 senilai Rp737,3 miliar.

Pendapatan DCII banyak dikontribusi dari segmen jasa colocation atau layanan penitipan server, dengan capaian Rp 1,25 triliun. Sementara sisanya, pendapatan dari lain-lain tercatat sebesar Rp 83,83 miliar.

Di sisi lain, beban pokok pendapatannya ikut terkerek. DCII mencatatkan jumlah beban sebesar Rp539,32 miliar di tengah tahun, di mana sebelumnya bebannya sebesar Rp 318,23 miliar.

Meski beban naik, sejauh ini pendapatan masih bisa menutupi sehingga perusahaan masih terhitung cuan.

Dari tahun ke tahun tren begitu juga kerap terjadi, tercermin dari profitabilitas DCII sejak 2017 berikut terpantau terus naik.

Menariknya, dari laba yang diraup sepanjang paruh pertama tahun ini sudah mencapai 77,47% dari capaian laba akhir tahun lalu di Rp797 miliar.

Jika kinerja seperti ini konsisten sampai akhir tahun, artinya sepanjang 2025 DCII bisa meraih pertumbuhan laba dua digit lagi.

Pada 2025, Manajemen DCII juga menargetkan pertumbuhan pendapatan dengan kisaran dua digit. Untuk mencapai sasaran tersebut, perusahaan telah mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) hingga maksimal Rp 1 triliun.

Menurut Direktur Keuangan DCI Indonesia, Evelyn, sebagian besar dana capex itu akan difokuskan untuk pengembangan fasilitas data center terbaru mereka, JK6, yang berlokasi di kompleks DCI Cibitung dan dijadwalkan segera beroperasi.

"Sebagian besar dana kami dedikasikan untuk investasi di JK6. Selain itu, kami juga tengah membangun pusat data baru di Surabaya," ungkap Evelyn. Fasilitas data center di Surabaya dirancang dengan kapasitas hingga 9 MegaWatt (MW).

Di sisi lain,DCI juga sedang mengembangkan pusat data berskala besar diBintan dengan kapasitas lebih dari 1.000 MW. Secara keseluruhan, kapasitas terpasangDCI saat ini telah mencapai 119 MW yang tersebar di fasilitasCibitung,Karawang, dan Jakarta. Perusahaan saat ini telah melayani lebih dari 207 pelanggan.

Semoga dengan prospek pertumbuhan dan kinerja laba yang masih ciamik, saham DCII masih akan terus naik meskipun nantinya diperdagangkan dengan metode FCA. Namun, dengan catatan kalau pola yang sama terjadi sama seperti Maret lalu kejadian lagi.

Untuk urusan valuasi saham DCII memang sudah terlampau mahal, PBV lebih dari 200 kali, sementara PER lebih dari 700 kali.

Nominal harga apalagi, dengan modal minimum Rp37 juta untuk satu lot, kemungkinan besar partisipasi retail akan sangat minim, artinya sangat rentan untuk "digoreng".

Jadi, bisa saja yang terjadi demand tak akan setinggi di Februari - Maret lalu, karena posisi saat ini sudah sangat beda jauh dengan periode itu.

Paling penting untuk retail adalah jangan terlalu FOMO di suatu saham, termasuk saham DCII yang sudah reli kencang ini. Kita perlu bijak dalam melihat saham yang benar-benar naik dari fundamental atau memang sedang "digoreng" saja alias hanya naik dalam jangka pendek.

Faktanya, secara historis saham DCII naik kencang hanya sekitar sebulan, sisanya bisa empat sampai enam bulan sideways.

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(tsn/tsn)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation