
Trump Sudah Beri Kado Tarif 19%, Indonesia Kini Tunggu Kejutan dari BI

Fokus pelaku pasar hari ini akan tertuju pada keputusan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), termasuk update terkini pandangan bank sentral soal ekonomi terkini, terutama kondisi sektor perbankan.
Selain itu, dari eksternal pasar juga akan mencerna bagaimana efek dari rilis inflasi Amerika Serikat (AS) semalam dan perkembangan ekonomi China yang tampaknya mulai pulih.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi pasar hari ini :
Sesuai Ekspektasi, Inflasi AS Memanas
Tingkat inflasi secara tahunan (yoy) di negeri Paman Sam kembali naik untuk bulan kedua berturut-turut, mencapai 2,7% pada Juni 2025. Ini menjadi level tertinggi sejak Februari, naik dari 2,4% di bulan sebelumnya, tetapi masih sesuai dengan perkiraan pasar.
Kenaikan harga paling besar terjadi pada makanan (3% dari sebelumnya 2,9%), layanan transportasi (3,4% dari 2,8%), serta mobil dan truk bekas (2,8% dari 1,8%). Sementara itu, penurunan harga energi mulai melambat, turun hanya 0,8% dibandingkan bulan Mei yang turun 3,5%.
Harga bensin dan bahan bakar minyak masih turun, tetapi lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Sebaliknya, harga gas alam tetap tinggi, naik 14,2%.
Di sisi lain, inflasi untuk sektor hunian (shelter) dan kendaraan baru justru sedikit melandai. Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,3% di Juni, menjadi kenaikan bulanan terbesar dalam lima bulan terakhir.
Sementara itu, Inflasi inti (Core CPI), yang tidak memasukkan harga energi dan pangan, juga naik tipis jadi 2,9% yoy, lebih baik dari ekspektasi pasar yang proyeksi di kisaran 3%.
Update Inflasi terbaru menambah gambaran lebih jauh tentang kondisi ekonomi dan prospek pemangkasan suku bunga ke depan. Nampaknya, ini akan membuat the Fed masih dalam mode hati-hati, tetapi ini juga menjadi ruang bernafas setidaknya inflasi masih sesuai yang diperkirakan.
Update Ekonomi China Kuartal II/2025
Beralih ke kawasan regional, tercatat pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2025 mencapai 5,2% yoy, melampaui ekspektasi pasar dan target resmi pemerintah.
Hasil ini memberikan ruang bernapas bagi para pembuat kebijakan di Beijing untuk menahan peluncuran stimulus besar-besaran dalam waktu dekat.
Meski begitu, sejumlah indikator kunci menunjukkan kerentanan struktural yang bisa menekan momentum pemulihan di paruh kedua tahun ini.
Data yang dirilis Biro Statistik Nasional China (NBS) pada Selasa (15/7/2025) menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) yang tumbuh 5,2% itu mengungguli proyeksi ekonom dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan 5,1%. Capaian ini juga menjadikan pertumbuhan ekonomi China sejauh ini secara agregat melampaui target tahunan resmi pemerintah sebesar 5%.
Namun, capaian tersebut justru lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal pertama yang tercatat sebesar 5,4%, menandakan bahwa momentum pemulihan ekonomi mulai kehilangan tenaga.
"Meski pertumbuhan kemungkinan melambat pada paruh kedua tahun ini, target pemerintah sebesar 5% masih berada dalam jangkauan," ujar Tianchen Xu, ekonom senior di Economist Intelligence Unit, dikutip dari CNBC International.
Ia memprediksi Politbiro Partai Komunis China tidak akan mengumumkan stimulus besar baru dalam pertemuan akhir Juli mendatang.
"Stimulus tambahan baru kemungkinan akan dipertimbangkan pada September, jika momentum melemah tajam."
Update Tarif Trump ke RI Turun Jadi 19%
Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya mengumumkan besaran tarif impor untuk barang dari Indonesia yang masuk ke negara tersebut, yakni sebesar 19%, lebih rendah dari sebelumnya yang dipatok 32%.
Dalam pernyataannya, Trump mengatakan penurunan tarif menjadi 19% tersebut merupakan bagian dari kesepakatan dagang di mana AS tidak akan membayar tarif apapun.
"Mereka akan membayar 19% dan kami tidak akan membayar apapun ... kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia, dan kami memiliki beberapa kesepakatan yang akan diumumkan," kata Trump, Selasa (15/7/2025), dilansir Reuters.
Sebelumnya, Trump terlebih dahulu mengumumkan telah tercapai kesepakatan tarif impor resiprokal dengan Presiden RI Prabowo Subianto tanpa menyebutkan detailnya.
Dalam akun Truth Social miliknya, Trump menulis, "Kesepakatan Besar, untuk semua orang, baru saja membuat kesepakatan dengan Indonesia. Saya membuat kesepakatan langsung dengan Presiden mereka yang paling dihormati. DETAILNYA MENYUSUL!!!"
Seperti diketahui, Trump sebelumnya tetap mengenakan kebijakan tarif impor resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32% mulai 1 Agustus 2025. Namun demikian, Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan akhirnya diputuskan negosiasi berlanjut hingga 90 hari.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengungkapkan bahwa Indonesia mendapatkan penundaan penerapan tarif resiprokal AS sebesar 32%. Hal ini diperoleh usai melakukan negosiasi dengan US Secretariat of Commerce Howard Lutnik dan United States Representative Jamieson Greer, pada 9 Juli 2025.
Penurunan tarif Trump ini menjadi kabar baik bagi perdagangan Tanah Air, sekaligus meredakan ketegangan perang dagang yang terjadi selama satu kuartal ke belakang, diharapkan pergerakan pasar keuangan Tanah Air hari ini akan merespon dengan lebih positif.
Sejumlah sektor yang terkenal banyak ekspor ke AS seperti udang, kayu, sampai solar panel juga diharapkan akan mendapatkan kelonggaran ruang bernapas dan kegiatan operasional bisa lebih lancar, ini karena sebelumnya pelaku industri bersikap wait and see akibat ketidakjelasan tarif.
Menanti Kebijakan Suku Bunga BI
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan besok, Rabu (16/7/2025). Pasar dan analis terbelah memperkirakan suku bunga acuan bulan ini.
BI menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Rabu dan Kamis pekan ini (15-16 Juli 2025).
Sebagai catatan, BI rate pada Juni ditetapkan konstan 5,50%. Sebelumnya, BI sempat memangkas suku bunga pada Mei 2025 ke level 5,50%. Sampai awal paruh kedua 2025, ini adalah satu-satunya BI melakukan pemangkasan suku bunga.
CNBC Indonesia telah menghimpun consensus dari 13 lembaga/institut terkait proyeksi BI rate yang akan diumumkan besok.
Sebanyak delapan dari 13 lembaga berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunga di level 5,50%. Lima institusi lainnya memproyeksi suku bunga akan dipangkas ke level 5,25%.
Selain soal suku bunga, konferensi pers BI menjadi cukup menarik diperhatikan karena akan ada update soal pandangan bank sentral terhadap perkembangan ekonomi dan nasional, serta bagaimana tanggapan mereka terkait kinerja sektor perbankan yang terus mengalami perlambatan penyaluran kredit.
Sampai Mei 2025, penyaluran kredit hanya tumbuh 8,43% yoy, ini menjadi level yang paling lambat sejak Juni 2023. Akibat ini, sektor perbankan akhir-akhir ini banyak dilego asing karena prospek profitabilitas tahun ini tidak akan semoncer tahun lalu.
Meski begitu, posisi perbankan sebagai kontributor terbesar IHSG, ditambah penurunan harga membuat valuasi murah dan yield dividen atraktif lagi, potensi masih menjadi incaran lagi sebagai saham investasi.
