Newsletter

Trump Sudah Beri Kado Tarif 19%, Indonesia Kini Tunggu Kejutan dari BI

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
16 July 2025 06:15
BI
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Luthfi Rahman
  • Pasar keuangan Tanah Air mayoritas mencatat kinerja positif kemarin, IHSG dan obligasi diburu investor, rupiah juga masih cenderung stabil.

  • Wall Street ditutup mayoritas melemah seiring kekhawatiran investor mengenai inflasi AS

  • Rilis tarif Trump terbaru ke RI turun jadi 19%, ditambah penantian suku bunga BI bakal jadi penentu gerak pasar hari ini. 

Jakarta, CNBC Indonesia - Pergerakan pasar keuangan Tanah Air pada kemarin Selasa (15/7/2025) sumringah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hijau lagi, rupiah stabil, dan obligasi diburu investor.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan bisa kembali menghijau hari ini seiring keputusan tarif Presiden Amerika Serikat (AS)) Donald Trump.

IHSG pada kemarin ditutup di posisi 7140,47. Dalam sehari menguat 0,61%, menandai penguatan selama tujuh hari beruntun.

Turnover juga masih ramai mencapai Rp16,39 triliun sepanjang hari, melibatkan 23,50 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 1,75 juta kali. Ada sebanyak 268 saham menguat, 320 saham melemah, dan sisanya 214 stagnan.

Asing masih mencatat net sell sebesar Rp 326,14 miliar.


Saham grup konglomerat Prajogo Pangestu masih menjadi leading IHSG usai Morgan Stanley Capital International (MSCI) mencabut perlakukan khusus pada PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), PT Petrosea Tbk (PTRO), dan PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN).

BREN menjadi penopang terbanyak indeks dengan kontribusi sampai 17,22 indeks poin. Saham IPO yang masih satu grup, PT Chandra Daya Investasi Tbk (CDIA) juga ikut ke daftar top 10 penyumbang terbesar indeks kemarin mencapai 3,84 poin.

Selain grup PP, ada saham lain yang menjadi pendongkrak IHSG diantaranya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebanyak15,39 poin, PT Dian Swastika Sentosa Tbk (DSSA) 8,51 poin, dan PT Merdeka Battery Materials Tbk 5,09 poin.

Beralih ke pasar nilai tukar, rupiah terpantau melemah tipis, tetapi masih dalam level yang cenderung stabil.

Merujuk data Refinitiv, rupiah melemah tipis 0,09% ke posisi Rp16.255/US$ pada kemarin.

Pelemahan rupiah meskipun tipis tampaknya menjadi respon pelaku pasar yang menanti kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) besok.

Sebagian besar pelaku pasar memprediksi bahwa Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuannya di level 5,50%. Hal ini sejalan dengan ekspektasi bahwa Federal Reserve (The Fed) juga diperkirakan akan tetap menahan suku bunganya pada bulan ini.

Sementara dari pasar obligasi terpantau masih tetap jadi buruan investor, tercermin dari yield obligasi 10 tahun yang lagi-lagi turun.

Mengutip data Refinitiv sampai penutupan kemarin, imbal hasil surat utang acuan RI ini berada di 6,56%, mencetak rekor terendah tahun ini dan hampir setara level pertengahan September tahun lalu.

Perlu dipahami, pergerakan yield dan harga dalam obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield turun terus, maka harga sedang naik, artinya investor sedang rajin beli surat utang.

Dari pasar saham AS, bursa Wall Street mayoritas melemah pada perdagangan Selasa waktu A atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Indeks melemah seiring kekhawatiran atas inflasi di AS dan laporan keuangan yang beragam dari bank-bank besar menyeret indeks saham unggulan itu ke bawah. Sementara itu, Nasdaq Composite menguat didorong oleh kenaikan saham Nvidia.

Dow Jones melemah 436,36 poin atau 0,98% dan ditutup pada level 44.023,29. Indeks S&P 500 turun 0,40% dan berakhir di 6.243,76, melandai dari rekor tertinggi yang sempat dicapai di awal sesi.

Nasdaq masih naik 0,18% dan ditutup pada rekor tertinggi baru di 20.677,80. Indeks yang sarat saham teknologi ini terbantu oleh kenaikan 4% saham Nvidia setelah perusahaan chip tersebut menyatakan harapannya untuk segera melanjutkan pengiriman GPU H20 ke China.

Data inflasi Juni yang dirilis Selasa menunjukkan peningkatan dibandingkan Mei. Indeks harga konsumen (consumer price index/CPI) naik 0,3% secara bulanan (mtm), sehingga tingkat inflasi tahunan berada di 2,7% (yoy).

Inflasi inti naik 0,2% secara bulanan, sedikit di bawah ekspektasi. Namun secara tahunan, CPI inti menanjak 2,9 (yoy).

Data ini memicu kekhawatiran terhadap dampak tarif yang diberlakukan Presiden Donald Trump. Trump pada Sabtu menyatakan bahwa AS akan memberlakukan tarif 30% atas barang-barang dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus.

"Laporan inflasi AS terbaru secara praktis mengonfirmasi bahwa tarif Presiden Trump mendorong kenaikan harga konsumen pada Juni," kata Matthew Ryan, kepala strategi pasar di perusahaan jasa keuangan global Ebury, dikutip dari CNBC International.

Dia menambahkan meski ada sedikit kekurangan pada angka inflasi inti, baik inflasi utama maupun inflasi yang mendasarinya kini berada di level tertinggi dalam empat bulan terakhir.

"Kekhawatiran besar bagi pejabat The Fed adalah bahwa badai yang lebih besar mungkin menanti, karena ada jeda waktu antara pemberlakuan tarif dan kenaikan harga, dan tambahan tarif per 1 Agustus hampir pasti akan mendorong tekanan inflasi lebih lanjut," tambah Ryan.

Skyler Weinand, Chief Investment Officer dari Regan Capital, mengatakan bahwa laporan CPI hari Selasa yang sesuai ekspektasi memberikan sedikit kelegaan, namun "sangat mungkin bahwa gelombang inflasi akibat tarif sedang menuju pasar."

Dari sisi laporan keuangan, hasil dari sejumlah raksasa keuangan gagal menarik minat investor.

Wells Fargo mencatat laba di atas perkiraan, tetapi penurunan panduan pendapatan bunga bersih menyebabkan sahamnya turun lebih dari 5%. Saham JPMorgan Chase juga melemah meski bank tersebut mencatat hasil kuartal kedua yang lebih baik dari perkiraan berkat pendapatan kuat dari perdagangan dan perbankan investasi. Manajer aset BlackRock turun hampir 6% karena pendapatan kuartalannya meleset dari ekspektasi.

Citigroup menjadi pengecualian dari tren negatif di sektor keuangan, naik lebih dari 3% setelah mencatat kinerja kuartal kedua yang melebihi perkiraan.

Wall Street berharap musim laporan keuangan kuartal kedua dapat mendorong pasar saham yang sudah mendekati level tertinggi sepanjang masa. Namun ekspektasinya masih rendah.

Berdasarkan data FactSet, S&P 500 diperkirakan mencatat pertumbuhan laba gabungan sebesar 4,3% secara tahunan. Ini akan menjadi laju pertumbuhan terendah sejak kuartal keempat tahun 2023.

Fokus pelaku pasar hari ini akan tertuju pada keputusan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI), termasuk update terkini pandangan bank sentral soal ekonomi terkini, terutama kondisi sektor perbankan.

Selain itu, dari eksternal pasar juga akan mencerna bagaimana efek dari rilis inflasi Amerika Serikat (AS) semalam dan perkembangan ekonomi China yang tampaknya mulai pulih.

Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi pasar hari ini :

Sesuai Ekspektasi, Inflasi AS Memanas

Tingkat inflasi secara tahunan (yoy) di negeri Paman Sam kembali naik untuk bulan kedua berturut-turut, mencapai 2,7% pada Juni 2025. Ini menjadi level tertinggi sejak Februari, naik dari 2,4% di bulan sebelumnya, tetapi masih sesuai dengan perkiraan pasar.

Kenaikan harga paling besar terjadi pada makanan (3% dari sebelumnya 2,9%), layanan transportasi (3,4% dari 2,8%), serta mobil dan truk bekas (2,8% dari 1,8%). Sementara itu, penurunan harga energi mulai melambat, turun hanya 0,8% dibandingkan bulan Mei yang turun 3,5%.

Harga bensin dan bahan bakar minyak masih turun, tetapi lebih kecil dibanding bulan sebelumnya. Sebaliknya, harga gas alam tetap tinggi, naik 14,2%.

Di sisi lain, inflasi untuk sektor hunian (shelter) dan kendaraan baru justru sedikit melandai. Secara bulanan, Indeks Harga Konsumen (CPI) naik 0,3% di Juni, menjadi kenaikan bulanan terbesar dalam lima bulan terakhir.

Sementara itu, Inflasi inti (Core CPI), yang tidak memasukkan harga energi dan pangan, juga naik tipis jadi 2,9% yoy, lebih baik dari ekspektasi pasar yang proyeksi di kisaran 3%.

Update Inflasi terbaru menambah gambaran lebih jauh tentang kondisi ekonomi dan prospek pemangkasan suku bunga ke depan. Nampaknya, ini akan membuat the Fed masih dalam mode hati-hati, tetapi ini juga menjadi ruang bernafas setidaknya inflasi masih sesuai yang diperkirakan.

Update Ekonomi China Kuartal II/2025

Beralih ke kawasan regional, tercatat pertumbuhan ekonomi China pada kuartal II-2025 mencapai 5,2% yoy, melampaui ekspektasi pasar dan target resmi pemerintah.

Hasil ini memberikan ruang bernapas bagi para pembuat kebijakan di Beijing untuk menahan peluncuran stimulus besar-besaran dalam waktu dekat.

Meski begitu, sejumlah indikator kunci menunjukkan kerentanan struktural yang bisa menekan momentum pemulihan di paruh kedua tahun ini.

Data yang dirilis Biro Statistik Nasional China (NBS) pada Selasa (15/7/2025) menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) yang tumbuh 5,2% itu mengungguli proyeksi ekonom dalam jajak pendapat Reuters yang memperkirakan 5,1%. Capaian ini juga menjadikan pertumbuhan ekonomi China sejauh ini secara agregat melampaui target tahunan resmi pemerintah sebesar 5%.

Namun, capaian tersebut justru lebih lambat dibandingkan pertumbuhan kuartal pertama yang tercatat sebesar 5,4%, menandakan bahwa momentum pemulihan ekonomi mulai kehilangan tenaga.

"Meski pertumbuhan kemungkinan melambat pada paruh kedua tahun ini, target pemerintah sebesar 5% masih berada dalam jangkauan," ujar Tianchen Xu, ekonom senior di Economist Intelligence Unit, dikutip dari CNBC International.

Ia memprediksi Politbiro Partai Komunis China tidak akan mengumumkan stimulus besar baru dalam pertemuan akhir Juli mendatang.

"Stimulus tambahan baru kemungkinan akan dipertimbangkan pada September, jika momentum melemah tajam."

Update Tarif Trump ke RI Turun Jadi 19%

Presiden Amerika Serikat Donald Trump akhirnya mengumumkan besaran tarif impor untuk barang dari Indonesia yang masuk ke negara tersebut, yakni sebesar 19%, lebih rendah dari sebelumnya yang dipatok 32%.

Dalam pernyataannya, Trump mengatakan penurunan tarif menjadi 19% tersebut merupakan bagian dari kesepakatan dagang di mana AS tidak akan membayar tarif apapun.

"Mereka akan membayar 19% dan kami tidak akan membayar apapun ... kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia, dan kami memiliki beberapa kesepakatan yang akan diumumkan," kata Trump, Selasa (15/7/2025), dilansir Reuters.

Sebelumnya, Trump terlebih dahulu mengumumkan telah tercapai kesepakatan tarif impor resiprokal dengan Presiden RI Prabowo Subianto tanpa menyebutkan detailnya.

Dalam akun Truth Social miliknya, Trump menulis, "Kesepakatan Besar, untuk semua orang, baru saja membuat kesepakatan dengan Indonesia. Saya membuat kesepakatan langsung dengan Presiden mereka yang paling dihormati. DETAILNYA MENYUSUL!!!"

Seperti diketahui, Trump sebelumnya tetap mengenakan kebijakan tarif impor resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32% mulai 1 Agustus 2025. Namun demikian, Pemerintah Indonesia tidak tinggal diam dan akhirnya diputuskan negosiasi berlanjut hingga 90 hari.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sempat mengungkapkan bahwa Indonesia mendapatkan penundaan penerapan tarif resiprokal AS sebesar 32%. Hal ini diperoleh usai melakukan negosiasi dengan US Secretariat of Commerce Howard Lutnik dan United States Representative Jamieson Greer, pada 9 Juli 2025.

Penurunan tarif Trump ini menjadi kabar baik bagi perdagangan Tanah Air, sekaligus meredakan ketegangan perang dagang yang terjadi selama satu kuartal ke belakang, diharapkan pergerakan pasar keuangan Tanah Air hari ini akan merespon dengan lebih positif.

Sejumlah sektor yang terkenal banyak ekspor ke AS seperti udang, kayu, sampai solar panel juga diharapkan akan mendapatkan kelonggaran ruang bernapas dan kegiatan operasional bisa lebih lancar, ini karena sebelumnya pelaku industri bersikap wait and see akibat ketidakjelasan tarif. 

Menanti Kebijakan Suku Bunga BI

Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan suku bunga acuan besok, Rabu (16/7/2025). Pasar dan analis terbelah memperkirakan suku bunga acuan bulan ini.

BI menggelar Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada Rabu dan Kamis pekan ini (15-16 Juli 2025).

Sebagai catatan, BI rate pada Juni ditetapkan konstan 5,50%. Sebelumnya, BI sempat memangkas suku bunga pada Mei 2025 ke level 5,50%. Sampai awal paruh kedua 2025, ini adalah satu-satunya BI melakukan pemangkasan suku bunga.

CNBC Indonesia telah menghimpun consensus dari 13 lembaga/institut terkait proyeksi BI rate yang akan diumumkan besok.

Sebanyak delapan dari 13 lembaga berekspektasi bahwa BI akan menahan suku bunga di level 5,50%. Lima institusi lainnya memproyeksi suku bunga akan dipangkas ke level 5,25%.

 

Selain soal suku bunga, konferensi pers BI menjadi cukup menarik diperhatikan karena akan ada update soal pandangan bank sentral terhadap perkembangan ekonomi dan nasional, serta bagaimana tanggapan mereka terkait kinerja sektor perbankan yang terus mengalami perlambatan penyaluran kredit.

Sampai Mei 2025, penyaluran kredit hanya tumbuh 8,43% yoy, ini menjadi level yang paling lambat sejak Juni 2023. Akibat ini, sektor perbankan akhir-akhir ini banyak dilego asing karena prospek profitabilitas tahun ini tidak akan semoncer tahun lalu.

Meski begitu, posisi perbankan sebagai kontributor terbesar IHSG, ditambah penurunan harga membuat valuasi murah dan yield dividen atraktif lagi, potensi masih menjadi incaran lagi sebagai saham investasi.

 

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  • Pengumuman suku bunga Bank Indonesia

  • Laporan perkembangan penyaluran kredit perbankan periode Juni 2025

  • Rilis inflasi produsen Amerika Serikat (AS) periode Juni 2025

  • Pidato pejabat the Fed : Collins, Barr, dan Logan

  • Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Perum Perumnas dan PT Pembangunan Perumahan di ruang rapat Komisi VI DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Rapat Kerja Komisi XI DPR dengan Menteri Keuangan di ruang rapat Komisi XI DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan antara lain Menteri Kesehatan, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional, dan Direktur Utama BPJS Kesehatan di ruang rapat Komisi IX DPR, Senayan, Jakarta Pusat.

  • Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Energi Provinsi DKI Jakarta mengadakan Jakarta Job Fair di GOR Pasar Minggu, Jakarta Selatan.

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  • Hari terakhir perdagangan Warrant BBRI di Rp3500 dan BMRI di 4550

  • Hari pembayaran tender offer TEBE

  • RUPS MDRN

Berikut untuk indikator ekonomi RI :

CNBC INDONESIA RESEARCH

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular