Newsletter

OECD & Trump Beri Kabar Pahit Buat RI, Mampukah IHSG - Rupiah Bangkit?

Revo M, CNBC Indonesia
04 June 2025 06:10
Rupiah dan IHSG
Foto: Ilustrasi/ Rupiah dan IHSG/ Aristya Rahadian
  • Pasar keuangan Indonesia ambruk berjamaah, bursa saham dan nilai tukar melemah
  • Wall Street kompak menguat di tengah harapan pembicaraan China vs AS
  • Sentimen dalam negeri, perkembangan perang dagang China dan AS serta ekonomi AS akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam pada Selasa (3/6/2025). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah, dan Surat Berharga Negara (SBN) dilirik investor.

Pasar keuangan domestik diproyeksikan masih akan dipengaruhi oleh sentimen eksternal maupun internal pada Rabu (4/6/2025). Selengkapnya mengenai proyeksi bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada penutupan perdagangan kemarin Selasa (3/6/2025), IHSG ditutup melemah 0,29% ke posisi 7.044,82. Hal ini memperpanjang depresiasi IHSG yang telah menurun selama tiga hari beruntun.

Nilai transaksi indeks kemarin mencapai sekitar Rp14,49 triliun dengan melibatkan 24,85 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,25 juta kali. Sebanyak 261 saham menguat, 353 saham melemah, dan 193 saham stagnan.

Sementara dari sisi investor asing, tampak net sell dalam jumlah sebesar Rp736,24 miliar.

Secara sektoral, lima dari 11 sektor ditutup di zona merah dengan penurunan paling signifikan yakni sektor industrial sebesar 1,54%, kemudian teknologi yang terdepresiasi 1,23%, dan sektor consumer cyclical yang melemah 0,96%.

Sementara sektor transportation justru mengalami apresiasi sebesar 1,17%, kemudian healthcare mengalami kenaikan 0,59%, dan sektor property menanjak 0,3%.

Beralih ke pasar mata uang, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada posisi Rp16.280/US$ atau melemah 0,25%.


Selanjutnya, beralih pada imbal hasil SBN yang bertenor 10 tahun terpantau turun 0,31% menjadi 6,819%.

Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan investor cenderung untuk masuk ke pasar SBN untuk sementara waktu.

Dari pasar saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kompak menguat pada perdagangan Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Kenaikan indeks didorong oleh lonjakan saham pemimpin AI Nvidia, seiring investor menantikan detail terkait potensi kesepakatan dagang AS.

Indeks S&P menguat 0,58% dan ditutup di level 5.970,37, sementara Dow Jones Industrial Average menanjak 214,16 poin atau 0,51% ke level 42.519,64. Nasdaq Composite melonjak 0,81% dan berakhir di angka 19.398,96.

Nvidia, bersama saham-saham semikonduktor lainnya, menjadi pendorong utama kenaikan ini. Produsen chip kecerdasan buatan (AI) terkemuka itu naik hampir 3%, memperpanjang kenaikan pada Senin dan untuk pertama kalinya sejak Januari melampaui Microsoft dalam kapitalisasi pasar.

Sementara itu, saham Broadcom dan Micron Technology masing-masing naik lebih dari 3% dan 4%.

"Pasar saat ini tidak terlalu terpaku pada permainan politik berisiko tinggi ini dan melihat bahwa pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping yang dijadwalkan minggu ini sebagai sinyal positif bagi hubungan AS-Tiongkok," kata analis Dan Ives dari Wedbush Securities, kepada CNBC International.

 

Nvidia menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan dari potensi kesepakatan dagang antara kedua negara tersebut.

Namun demikian, Sam Stovall dari CFRA Research memperingatkan bahwa pasar mungkin akan berada dalam pola pergerakan sideways antara level 5.700 dan puncaknya di akhir Februari untuk sementara waktu.

"Kita tidak akan mendapatkan data PDB kuartal kedua hingga Juli, tidak akan mulai mendapatkan laporan keuangan kuartal kedua hingga Juli, dan kita juga tidak akan mendengar banyak tentang tarif sampai bulan Juli," kata Kepala Strategi Investasi CFRA tersebut kepada CNBC.

"Selama itu, pasar kemungkinan akan bergerak naik turun tanpa arah yang jelas, sambil menunggu kejelasan tentang prospek laba, pertumbuhan PDB, dan sebagainya." Imbuhnya.

Bursa saham tetap menguat meski Badan Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. OECD kini memperkirakan ekonomi AS hanya akan tumbuh 1,6% pada 2025, turun dari 2,2% sebelumnya.

Ketidakpastian kebijakan dan tarif disebut sebagai faktor utama yang mendorong revisi tersebut.

"Agak sulit untuk mengetahui apa yang benar-benar menggerakkan pasar hari ini. Ada sedikit rasa nyaman bahwa ekonomi tidak menuju resesi, dan mungkin ada aksi spekulasi lebih awal (front-running), karena laporan pekerjaan akan segera dirilis dan investor ingin berada di posisi yang tepat sebelum laporan itu keluar." ," kata Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services di Hammond, Indiana.

OECD mengatakan bahwa ekonomi global berada di jalur perlambatan yang lebih drastis daripada yang diperkirakan hanya beberapa bulan lalu. OECD menyebut perang dagang Trump sebagai penyebab, dan memperingatkan pertumbuhan yang lebih lemah lagi seiring meningkatnya proteksionisme, mendorong inflasi dan mengganggu rantai pasok.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di bawah PBB juga menurunkan proyeksi ketenagakerjaan globalnya, dengan alasan kondisi ekonomi yang memburuk akibat ketegangan perdagangan.

"Mungkin hal itu justru membantu pasar AS," tambah Carlson, dengan catatan bahwa proyeksi pertumbuhan global yang lebih lemah bisa mendorong investor untuk mengalihkan dana kembali ke AS.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa jumlah pekerjaan yang belum terisi di AS secara tak terduga meningkat pada April, sementara pesanan baru untuk barang-barang manufaktur turun lebih tajam dari perkiraan analis.

Investor kini memusatkan perhatian pada laporan ketenagakerjaan Mei yang akan dirilis pada Jumat. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekonomi AS menambah 130.000 pekerjaan bulan lalu, dengan tingkat pengangguran tetap di angka 4,2%.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak volatile hari ini, seiring dengan rilis data ekonomi yang mengindikasikan pelemahan domestik semakin nyata.

Dari sisi internal, deflasi dalam indeks harga konsumen (IHK), surplus neraca perdagangan yang sangat tipis hingga hampir defisit, serta kontraksi yang masih berlanjut dalam aktivitas manufaktur menjadi sinyal bahwa fundamental ekonomi nasional belum cukup kuat untuk dikatakan pulih sepenuhnya. Adanya insentif ekonomi diharapkan bisa menjadi pendobrak ekonomi.

Sementara dari sisi eksternal, ketegangan antara Rusia dan Ukraina kembali membuat kekhawatiran pelaku pasar secara umum. OECD juga memangkas proyeksi ekonomi global. Satu sentimen positif yang ditunggu pasar adalah pembicaraan 

Deflasi April 2025 Secara Bulanan 

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk Mei 2025, menunjukkan deflasi sebesar 0,37% secara bulanan (month-on-month/mom).

Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa, Pudji Ismartini, mengonfirmasi bahwa terjadi deflasi di bulan Mei, setelah dua bulan sebelumnya mengalami inflasi. Secara historis, periode Mei 2021-2023 mencatat inflasi karena bertepatan dengan momen Lebaran dan pasca Lebaran, sementara pada Mei 2024 dan Mei 2025 justru mengalami deflasi


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan deflasi 0,37% secara month to month (mtm) pada Mei 2025 bukan menandakan daya beli masyarakat Indonesia turun.

Menurutnya ini justru efek dari kebijakan pemerintah yang berhasil menjaga harga barang dan jasa.

"Kalau deflasi ini kan kaya kita melakukan diskon transport, ini pasti menimbulkan deflasi, bukan karena masyarakat daya belinya turun, karena pemerintah melalui administered price, pemerintah melalukan intervensi," jelasnya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/6/2025).

Deflasi pada Mei adalah yang ketiga kalinya sepanjang tahun ini setelah Januari (-0,76%) dan Februari (-0,48%).

Deflasi ini bisa menjadi kabar buruk ataupun baik. Deflasi pada Mei bisa disebabkan oleh turunnya harga-harga pangan serta hilangnya efek lonjakan pembayaran tarif listrik setelah diskon 50%.

Namun, deflasi juga bisa menjadi kabar buruk karena bisa mencerminkan pelemahan daya beli. Terlebih, Indonesia sudah kerap mencatatkan deflasi pada tahun ini.
Melandainya harga barang bisa dipicu oleh melemahnya permintaan bukan lagi karena harga kembali normal atau pasokan yang mencukupi.

Aktivitas Manufaktur RI Masih Sulit

Aktivitas manufaktur Indonesia kembali menunjukkan kontraksi pada Mei 2025, memperpanjang tren penurunan selama dua bulan berturut-turut.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis oleh S&P Global pada Senin (2/6/2025) mencatat angka 47,4, menandakan berlanjutnya pelemahan sektor manufaktur. S&P Global mengungkapkan bahwa aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan yang bahkan lebih tajam dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan ini menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021.

Lemahnya permintaan pasar dan lebih sedikit permintaan barang sebagai faktor utama dari jebloknya aktivitas manufaktur. Permintaan dari luar negeri juga kembali melemah, meskipun dengan laju yang lebih lambat, terutama ekspor ke Amerika Serikat.

Kondisi permintaan yang lemah ini turut mendorong penurunan lanjutan produksi untuk bulan kedua berturut-turut. Meskipun masih dalam kategori solid, laju penurunan produksi lebih lambat dibanding bulan sebelumnya.

Insentif Tol

Pemerintah mengumumkan lima insentif baru yang akan digelontorkan selama Juni-Juli 2025. Lima paket insentif ini diberikan untuk menopang daya beli masyarakat sekaligus melindungi mereka dari efek guncangan ekonomi global. 

Diskon tarif tol 20% akan diberlakukan selama 10 hari saat momen liburan sekolah di bulan Juni-Juli.

"Itu ada 10 hari, kita kasih 20%. Saya nggak hapal detilnya, nanti coba ditanyakan Kepala BPJT," ungkap Dody saat ditemui di Gedung Kementerian PU, Jakarta, Selasa (2/6/2025).

Menurut Hanggodo diskon tarif tol sebesar 20% akan diberikan salah satunya saat libur Idul Adha yaitu pada tanggal 6 Juni 2025.

"Satu di Idul Adha (6 Juni 2025)," imbuhnya.

Kemudian diskon akan diberikan lagi saat awal libur dan di akhir libur sekolah.

"Satunya lagi di awal libur sekolah, dan terakhir saat mau kembali ke sekolah. Jadi total 10 hari, Juni - Juli," sebutnya.

Rusia-Ukraina Makin Memanas

Pada 3 Juni 2025, Dinas Keamanan Ukraina (SBU) melancarkan serangan bawah air terhadap Jembatan Krimea, yang menghubungkan Rusia dengan semenanjung Krimea yang dianeksasi. Dalam operasi yang direncanakan selama beberapa bulan, sekitar 1.100 kilogram bahan peledak diledakkan di bawah permukaan air untuk merusak pilar-pilar penyangga jembatan di Selat Kerch. Ini merupakan serangan ketiga Ukraina terhadap jembatan tersebut sejak perang dimulai pada 2022.

Serangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat antara Rusia dan Ukraina, termasuk serangan roket Rusia di kota Sumy yang menewaskan setidaknya tiga warga sipil. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskyy, mengecam serangan tersebut sebagai bukti bahwa Rusia tidak berniat mengakhiri perang.

Sementara itu, dalam perundingan damai di Istanbul, Rusia mengajukan syarat-syarat yang dianggap Ukraina sebagai bentuk penyerahan, termasuk pengakuan atas aneksasi wilayah dan pembatasan kekuatan militer Ukraina. Ukraina menolak syarat-syarat tersebut, menegaskan komitmennya terhadap kedaulatan dan integritas wilayahnya.

OECD Pangkas Pertumbuhan Global dan Indonesia

Laporan Economic Outlook terbaru dari OECD mengingatkan prospek ekonomi global semakin melemah, dengan hambatan perdagangan yang substansial, kondisi keuangan yang lebih ketat, menurunnya kepercayaan, dan meningkatnya ketidakpastian kebijakan.

Laporan tersebut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global melambat dari 3,3% pada 2024 menjadi 2,9% pada 2025 dan tetap di 2,9% pada 2026. Perlambatan ini diperkirakan akan paling terasa di Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, dan China, dengan penyesuaian penurunan yang lebih kecil di negara-negara lain.

Pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat diperkirakan akan turun dari 2,8% pada 2024 menjadi 1,6% pada 2025 dan 1,5% pada 2026. Di kawasan euro, pertumbuhan diperkirakan akan meningkat secara moderat dari 0,8% pada 2024 menjadi 1,0% pada 2025 dan 1,2% pada 2026. Pertumbuhan Tiongkok diproyeksikan melambat dari 5,0% pada 2024 menjadi 4,7% pada 2025 dan 4,3% pada 2026.

Tekanan inflasi telah kembali muncul di beberapa negara. Biaya perdagangan yang lebih tinggi akibat kenaikan tarif di sejumlah negara diperkirakan akan mendorong inflasi lebih tinggi, meskipun dampaknya akan sebagian tertahan oleh melemahnya harga komoditas.

Inflasi utama tahunan di negara-negara G20 secara keseluruhan diperkirakan akan melambat dari 6,2% menjadi 3,6% pada 2025 dan 3,2% pada 2026.

Proyeksi OECDFoto: OECD
Proyeksi OECD

OECD juga memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi hanya 4,7% pada tahun ini dan 4,8% pada 2026.

Proyeksi ini lebih rendah dibandingkan Maret 2025 yakni 4,9% pada 2025 dan 5,0% pada 2026.

Menurut OECD, melemahnya sentimen dunia usaha dan konsumen baru-baru ini akibat ketidakpastian kebijakan fiskal dan tingginya biaya pinjaman akan menekan konsumsi swasta dan investasi pada paruh pertama tahun 2025.

Seiring dengan pelonggaran bertahap kondisi keuangan, inflasi yang tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia, serta mulai meningkatnya belanja investasi publik dari lembaga pengelola dana kekayaan negara yang baru (Danantara), permintaan domestik diperkirakan akan meningkat secara bertahap pada paruh kedua 2025 dan sepanjang 2026.

Namun, meningkatnya ketegangan perdagangan global dan penurunan harga komoditas diperkirakan akan menekan permintaan eksternal dan pendapatan ekspor.

Inflasi diperkirakan akan meningkat secara bertahap hingga mencapai titik tengah dari kisaran target Bank Indonesia, seiring berakhirnya dampak dari diskon tarif listrik sementara pada awal 2025 dan depresiasi nilai tukar yang mulai berdampak pada harga-harga domestik.

Risiko utama yang bisa men-downrisk ekonomi Indoensia.

  • Arus keluar modal yang terus berlanjut, baik akibat ketidakpastian kebijakan global maupun domestik, dapat kembali menekan nilai tukar rupiah, yang pada gilirannya dapat memperlebar defisit transaksi berjalan secara sementara dan memicu inflasi melalui peningkatan biaya impor.
  • Perlambatan ekonomi Tiongkok yang lebih besar dari perkiraan - sebagai mitra dagang terbesar Indonesia - juga berpotensi semakin menekan kinerja ekspor, terutama di sektor-sektor komoditas.

Harga Minyak Memanas

Serangan terhadap Jembatan Krimea ini mencerminkan strategi Ukraina untuk melemahkan infrastruktur militer Rusia dan menunjukkan kemampuan operasionalnya dalam menghadapi agresi. 

Bersamaan dengan tensi geopolitik yang meningkat, harga minyak dunia juga mengalami kenaikan, baik Brent maupun WTI.

Kenaikan harga minyak dunia cenderung memberikan dampak positif bagi emiten minyak yang tergabung dalam IHSG. Emiten yang berhubungan dengan industri minyak berpotensi meraih peningkatan pendapatan dan keuntungan seiring kenaikan harga jual rata-rata (average selling price/ASP). Selain itu, optimisme investor terhadap sektor energi biasanya mendorong pergerakan saham-saham terkait. Namun, lonjakan harga minyak juga bisa meningkatkan biaya operasional, yang berpotensi menjadi tantangan dalam menjaga profitabilitas. 

Survei Lowongan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) AS Meningkat

Jumlah lowongan pekerjaan pada hari kerja terakhir bulan April tercatat sebesar 7,39 juta, menurut laporan Survei Lowongan Kerja dan Perputaran Tenaga Kerja (JOLTS) yang dirilis oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS) pada hari Selasa. Angka ini naik dari 7,2 juta pada bulan Maret dan melebihi ekspektasi pasar yang berada di angka 7,1 juta.

"Selama bulan tersebut, jumlah perekrutan dan total pemisahan tenaga kerja tidak banyak berubah, masing-masing sebesar 5,6 juta dan 5,3 juta. Dalam kategori pemisahan, pengunduran diri (3,2 juta) dan pemutusan hubungan kerja serta pemberhentian (1,8 juta) juga tidak mengalami perubahan signifikan," ungkap BLS dalam siaran persnya.

Usai perilisan data tersebut, indeks dolar AS (DXY) melonjak 0,56% pada 4 Juni 2025 pukul 04:26 WIB ke angka 99,26. Hal ini cukup negatif bagi nilai tukar rupiah yang berpotensi kembali tertekan bahkan berpeluang menyentuh level Rp16.300/US$.

Trump Akan Bertemu dengan Jinping

Presiden Donald Trump dan Presiden Tiongkok Xi Jinping kemungkinan akan melakukan pembicaraan pekan ini.

Diskusi yang diharapkan ini muncul setelah serangkaian ketegangan antara Washington dan Beijing yang mengancam akan menggagalkan kesepakatan dagang sementara yang baru saja dicapai oleh dua kekuatan ekonomi besar tersebut beberapa minggu sebelumnya.

Kedua pemimpin tersebut dapat melakukan percakapan langsung "dalam waktu dekat," meskipun kemungkinan tidak hari ini, kata pejabat tersebut dengan syarat anonim.

Indeks pasar saham AS dibuka lebih rendah pada Senin pagi, karena para investor bereaksi terhadap nada pernyataan publik yang semakin konfrontatif antara AS dan Tiongkok.

Perdagangan antara kedua negara - yang sangat bergantung satu sama lain - praktis terhenti pada bulan April, ketika Trump menaikkan tarif menyeluruh atas impor dari Tiongkok hingga 145%, dan Beijing membalas dengan bea masuk balasan yang tinggi. Kedua pihak kemudian sepakat untuk mengurangi sebagian besar tarif tersebut selama 90 hari setelah putaran awal negosiasi dagang di Swiss pada pertengahan Mei.

Namun sejak saat itu, masing-masing negara menuduh pihak lain merusak kesepakatan yang dicapai di Jenewa.

Dalam beberapa pekan terakhir, pemerintahan Trump menuduh Tiongkok memperlambat ekspor kembali mineral-mineral penting ke Amerika Serikat, sementara Beijing mengecam Washington karena mengeluarkan peringatan agar tidak menggunakan chip buatan Tiongkok.

Trump Kerek Tarif Impor Baja

Presiden Donald J. Trump menandatangani dekrit untuk menaikkan tarif menjadi 50% atas baja dan aluminium. Kebijakan ini diperkirakan akan menimbulkan ketidakpastian global hingga memicu perang tarif berikutnya. Indonesia pun bisa terkena imbas negatif dari ketidakpastian ini.

Dikutip dari laman resmi White house.gov, Presiden Trump mengambil langkah untuk melindungi industri baja dan aluminium yang krusial bagi Amerika, yang telah dirugikan oleh praktik perdagangan yang tidak adil dan kelebihan kapasitas global.

Presiden Trump menaikkan tarif impor baja dan aluminium dari 25% menjadi 50%, dengan tarif baru tersebut akan berlaku mulai 4 Juni 2025.

Tarif atas impor baja dan aluminium dari Inggris akan tetap sebesar 25%, dengan kemungkinan perubahan atau penetapan kuota mulai 9 Juli 2025, tergantung pada status Kesepakatan Kemakmuran Ekonomi AS-Inggris.

Tarif baja dan aluminium hanya akan berlaku untuk kandungan baja dan aluminium dari produk impor, sementara kandungan produk yang bukan baja dan bukan aluminium akan dikenakan tarif lain yang sesuai.

Presiden Trump menindak tegas deklarasi impor palsu dengan mewajibkan pelaporan yang ketat atas kandungan baja dan aluminium, disertai hukuman berat seperti denda atau pencabutan hak impor bagi pelanggar.

Presiden Trump menjalankan wewenangnya berdasarkan Pasal 232 dari Undang-Undang Perluasan Perdagangan tahun 1962 untuk menyesuaikan impor baja dan aluminium guna melindungi keamanan nasional Amerika Serikat.

Undang-undang ini memberikan wewenang kepada Presiden untuk menyesuaikan impor yang masuk ke Amerika Serikat dalam jumlah atau keadaan yang dapat mengancam atau merusak keamanan nasional.

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Menteri Perdagangan akan menyaksikan penandatanganan MoU antara Kementerian Perdagangan dan IKEA di Auditorium Kemendag, Jakarta Pusat.

  2. Diskusi "Perpres 16/2025 ISPO Untuk Industri Sawit Berkelanjutan di Wisma Tani Kementerian Pertanian, Jati Padang, Jakarta Selatan.

  3. Konferensi pers laporan kinerja industri asuransi jiwa periode Januari-Maret 2025 di Rumah AAJI, Jakarta Pusat.

  4. Press Conference BSI International Expo 2025 PT Bank Syariah Indonesia Tbk di Gedung The Tower Kantor Pusat BSI, Jakarta Pusat.

  5. Menteri Ketenagakerjaan memberikan keynote speech pada hari kedua Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Centre, Jakarta Pusat.

  6. Hari kedua Human Capital Summit 2025 di Jakarta International Convention Centre, Jakarta Pusat. Turut hadir antara lain Dirjen Gatrik ESDM, Dirjen EBTKE ESDM, dan Dirut PLN.

  7. Taklimat Media Bank Indonesia yang akan membahas Sinergi Kebijakan Mendorong Ekonomi dan Keuangan Syariah yang Inklusif di Press Room Kantor Pusat BI, Jakarta Pusat. Narasumber adalah Kepala Departemen Ekonomi dan Keuangan Syariah (DEKS) BI.

  8. IBM menggelar media briefing bertajuk "Perusahaan Indonesia Siap Menerapkan AI untuk Mendorong Pertumbuhan Nasional" di kantor IBM Indonesia, The Plaza Office Tower, Jakarta Pusat.

  9. GDP Growth Rate Australia Q1 2025 (08:30 WIB)

  10. S&P Global Composite PMI Inggris (15:30 WIB)
  11. Fed Bostic Speech (19:30 WIB)
  12. S&P Global Composite PMI Amerika Serikat (20:45 WIB)
  13. ISM Services PMI Amerika Serikat (21:00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT WEHA Transportasi Indonesia Tbk (WEHA)
  2. tanggal Pembayaran Dividen Tunai PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU)
  3. tanggal Pembayaran Dividen Tunai Rukun Raharja Tbk (RAJA)
  4. tanggal Pembayaran Dividen Tunai Indika Energy Tbk (INDY)
  5. tanggal Pembayaran Dividen Tunai Panorama Sentrawisata Tbk (PANR)
  6. tanggal DPS Dividen Tunai Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN)
  7. tanggal DPS Dividen Tunai Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP)
  8. tanggal ex Dividen Tunai PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT)
  9. tanggal ex Dividen Tunai Elnusa Tbk (ELSA)
  10. tanggal ex Dividen Tunai Kalbe Farma Tbk (KLBF)
  11. tanggal ex Dividen Tunai Malindo Feedmill Tbk (MAIN)
  12. tanggal ex Dividen Tunai Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (BJTM)
  13. tanggal cum Dividen Tunai Metrodata Electronics Tbk (MTDL)
  14. tanggal cum Dividen Tunai Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR)

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular