Newsletter

OECD & Trump Beri Kabar Pahit Buat RI, Mampukah IHSG - Rupiah Bangkit?

Revo M, CNBC Indonesia
04 June 2025 06:10
new york stock exchange (nyse)
Foto: Ilustrasi/ Rupiah dan IHSG/ Aristya Rahadian

Dari pasar saham Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street kompak menguat pada perdagangan Selasa waktu AS atau Rabu dini hari waktu Indonesia.

Kenaikan indeks didorong oleh lonjakan saham pemimpin AI Nvidia, seiring investor menantikan detail terkait potensi kesepakatan dagang AS.

Indeks S&P menguat 0,58% dan ditutup di level 5.970,37, sementara Dow Jones Industrial Average menanjak 214,16 poin atau 0,51% ke level 42.519,64. Nasdaq Composite melonjak 0,81% dan berakhir di angka 19.398,96.

Nvidia, bersama saham-saham semikonduktor lainnya, menjadi pendorong utama kenaikan ini. Produsen chip kecerdasan buatan (AI) terkemuka itu naik hampir 3%, memperpanjang kenaikan pada Senin dan untuk pertama kalinya sejak Januari melampaui Microsoft dalam kapitalisasi pasar.

Sementara itu, saham Broadcom dan Micron Technology masing-masing naik lebih dari 3% dan 4%.

"Pasar saat ini tidak terlalu terpaku pada permainan politik berisiko tinggi ini dan melihat bahwa pertemuan antara Trump dan Presiden China Xi Jinping yang dijadwalkan minggu ini sebagai sinyal positif bagi hubungan AS-Tiongkok," kata analis Dan Ives dari Wedbush Securities, kepada CNBC International.

 

Nvidia menjadi salah satu pihak yang paling diuntungkan dari potensi kesepakatan dagang antara kedua negara tersebut.

Namun demikian, Sam Stovall dari CFRA Research memperingatkan bahwa pasar mungkin akan berada dalam pola pergerakan sideways antara level 5.700 dan puncaknya di akhir Februari untuk sementara waktu.

"Kita tidak akan mendapatkan data PDB kuartal kedua hingga Juli, tidak akan mulai mendapatkan laporan keuangan kuartal kedua hingga Juli, dan kita juga tidak akan mendengar banyak tentang tarif sampai bulan Juli," kata Kepala Strategi Investasi CFRA tersebut kepada CNBC.

"Selama itu, pasar kemungkinan akan bergerak naik turun tanpa arah yang jelas, sambil menunggu kejelasan tentang prospek laba, pertumbuhan PDB, dan sebagainya." Imbuhnya.

Bursa saham tetap menguat meski Badan Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi AS. OECD kini memperkirakan ekonomi AS hanya akan tumbuh 1,6% pada 2025, turun dari 2,2% sebelumnya.

Ketidakpastian kebijakan dan tarif disebut sebagai faktor utama yang mendorong revisi tersebut.

"Agak sulit untuk mengetahui apa yang benar-benar menggerakkan pasar hari ini. Ada sedikit rasa nyaman bahwa ekonomi tidak menuju resesi, dan mungkin ada aksi spekulasi lebih awal (front-running), karena laporan pekerjaan akan segera dirilis dan investor ingin berada di posisi yang tepat sebelum laporan itu keluar." ," kata Chuck Carlson, CEO Horizon Investment Services di Hammond, Indiana.

OECD mengatakan bahwa ekonomi global berada di jalur perlambatan yang lebih drastis daripada yang diperkirakan hanya beberapa bulan lalu. OECD menyebut perang dagang Trump sebagai penyebab, dan memperingatkan pertumbuhan yang lebih lemah lagi seiring meningkatnya proteksionisme, mendorong inflasi dan mengganggu rantai pasok.

Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di bawah PBB juga menurunkan proyeksi ketenagakerjaan globalnya, dengan alasan kondisi ekonomi yang memburuk akibat ketegangan perdagangan.

"Mungkin hal itu justru membantu pasar AS," tambah Carlson, dengan catatan bahwa proyeksi pertumbuhan global yang lebih lemah bisa mendorong investor untuk mengalihkan dana kembali ke AS.

Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa jumlah pekerjaan yang belum terisi di AS secara tak terduga meningkat pada April, sementara pesanan baru untuk barang-barang manufaktur turun lebih tajam dari perkiraan analis.

Investor kini memusatkan perhatian pada laporan ketenagakerjaan Mei yang akan dirilis pada Jumat. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan ekonomi AS menambah 130.000 pekerjaan bulan lalu, dengan tingkat pengangguran tetap di angka 4,2%.

(rev/rev)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular