100 Hari Trump: Bersiaplah! Masih Ada 1.361 Hari Penuh Gejolak

Bursa saham, obligasi dan rupiah akan ditutup untuk perdagangan Hari Buruh pada Rabu besok (1/5/2025). Karena itulah, pelaku pasar mesti mencermati dengan seksama sentimen apa saja yang harus dipertimbangkan selama perdagangan hari ini mengingat ada jeda hari libur sebelum pasar dibuka pada Jumat mendatang.
Menghijaunya Wall Street diharapkan bisa menjadi angin segar. Namun, ketegangan perang dagang dan huru hara di pasar keuangan global diperkirakan masih akan terjadi selama Presiden Donald Trump bertahta di Gedung Putih. Jika menghitung periode kepemimpinan Presiden AS selama empat tahun atau sekitar 1.461 hari maka masih ada 1.361 hari masa pemerintahan Trump yang diperkirakan penuh gejolak di pasar keuangan.
100 Hari Trump, IHSG Penuh Huru-Hara
Pada hari Selasa (29/4/2025) kemarin resmi menjadi 100 hari pertama kembalinya Donald Trump menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) untuk periode kedua yang tidak berurutan.
Bursa saham dan pasar rupiah sempat mengalami masa-masa sangat berat dalam 100 hari Trump, terutama setelah pengumuman kebijakan tarif ke seluruh negara dan tarif resiprokal pada 2 April lalu.
Indonesia dikenai tarif resiprokal sebesar 32% namun tarif ini masih ditunda karena ada negosiasi.
Rupiah sempat nyaris menembus Rp 17.000 pada 9 April atau hari pertama perdagangan setelah libur panjang lebaran. Rupiah bahkan menembus level terendah dalam intraday sepanjang sejarah. Bursa saham juga sempat mengalami trading halt dua hari yakni pada 18 Maret 2025 dan 9 April 2025.
Sejak dilantik pada 20 Januari 2025, pasar global tak luput dari gejolak. Indonesia pun ikut terguncang. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan signifikan, salah satunya akibat derasnya arus keluar dana asing dari pasar domestik.
Trump mengawali masa jabatannya dengan kebijakan proteksionis yang lebih agresif dibanding periode sebelumnya. Ia langsung memberlakukan tarif universal sebesar 10% untuk seluruh impor ke AS dan tarif tambahan terhadap produk China yang mencapai ratusan persen. Situasi makin panas ketika ia mengumumkan tarif resiprokal terhadap lebih dari 160 negara, yang meskipun akhirnya ditangguhkan, memicu kecemasan global. Saat ini, kebijakan tersebut memasuki masa negosiasi selama 90 hari, namun ancaman perang dagang masih membayangi.
Tekanan tarif ini turut memperparah outlook ekonomi AS yang kini dihantui risiko stagflasi gabungan dari inflasi tinggi, pertumbuhan ekonomi lambat, dan pengangguran meningkat.
Probabilitas resesi AS bahkan melonjak ke atas 50%. Tak heran, pasar keuangan pun bergejolak. Di dalam negeri, IHSG sempat dua kali terkena trading halt, yaitu pada 18 Maret dan 8 April lalu, akibat penurunan tajam yang melebihi ambang batas 5-8%. Ini menjadi salah satu masa paling kelam bagi IHSG sejak pandemi Covid-19 lima tahun silam.
Selama 100 hari terakhir, arus keluar dana asing (net foreign sell) di pasar saham mencapai Rp47,95 triliun, berdasarkan perhitungan dari penutupan 19 Januari hingga 29 April 2025.
Dari grafik harian yang dicatat redaksi, tekanan jual mendominasi, dengan net sell hampir setiap hari. Net buy hanya terjadi sebanyak 12 kali, dengan yang terbesar tercatat pada 26 Maret senilai Rp2,5 triliun. Ini menandakan tekanan eksternal belum sepenuhnya mereda dan pasar masih menanti kejelasan arah kebijakan dagang Trump ke depan.
Setelah 100 hari Trump, dunia kini menunggu hasil negosiasi perdagangan terutama dengan China. Untuk Indonesia, negosiasi juga tengah dilakukan agar tarif mengecil.
Musim Laporan Keuangan Tiba, Intip Kinerja Emiten
Sejumlah emiten sudah melaporkan kinerja laporan keuangan mereka. Bank Mandiri (BMRI), ekmarin, menegaskan posisinya sebagai tulang punggung ekonomi nasional lewat kinerja solid sepanjang kuartal pertama 2025. Kredit konsolidasi tercatat tembus Rp1.672 triliun, tumbuh 16,5% secara tahunan (YoY), didorong sinergi kuat antara segmen wholesale dan retail. Tak hanya jadi mesin pertumbuhan, segmen wholesale turut berperan sebagai fondasi bagi berkembangnya ekosistem retail yang tersebar di seluruh penjuru negeri.
Kredit korporasi tumbuh 20% YoY menjadi Rp608 triliun, sementara kredit komersial melesat 21,4% menjadi Rp296 triliun. UMKM pun tak luput dari perhatian dengan pertumbuhan tahunan sebesar Rp11 triliun menjadi Rp136 triliun.
Rasio kredit bermasalah (NPL) Bank Mandiri secara bank only berhasil dijaga di level 1,01% per Maret 2025, mencerminkan pengelolaan risiko yang disiplin. Hal ini turut mendorong perbaikan biaya kredit (Cost of Credit/CoC) menjadi 0,71%, lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 0,99%. Strategi ekspansi yang prudent membawa dampak positif terhadap kestabilan portofolio kredit perseroan.
Selain menjaga kualitas, ketahanan keuangan BMRI diperkuat lewat manajemen risiko yang adaptif. NPL coverage ratio tetap tinggi di 299%, mencerminkan kapasitas mitigasi risiko yang solid. Menurut Darmawan, penguatan prinsip kehati-hatian bukan hanya perisai dari gejolak, tapi juga membuka ruang untuk akselerasi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dari sisi profitabilitas, Bank Mandiri membukukan laba bersih Rp13,2 triliun, naik 3,89% YoY. Pendapatan bunga tumbuh 11,51% menjadi Rp39,63 triliun, dengan pendapatan berbasis komisi melesat 21,95% menjadi Rp6,25 triliun.
Dana pihak ketiga (DPK) juga tumbuh 11,22% menjadi Rp1.749 triliun, didukung lonjakan deposito dan penguatan rasio CASA yang kini mencapai 72,59%. BMRI menutup kuartal I-2025 dengan kombinasi pertumbuhan, ketahanan, dan keberlanjutan yang kian menyatu dalam satu narasi besar: inklusi keuangan yang merata dan berdaya tahan.GoTo Cetak Pendapatan Rp4,2 T & Pangkas Rugi hingga 67%
PT Bank Central Asia (BCA) dan PT Bank Negara Indonesia (BNI) juga sudah melaporkan hasil kinerja mereka.
BCA membukukan laba konsolidasi sebesar Rp 14,1 triliun, naik 9,8% secara tahunan (yoy) pada kuartal I-2025. Hal ini seiring dengan pendapatan operasional yang tumbuh 7,4% yoy menjadi Rp 27,9 triliun. Bila dirinci, pendapatan bunga bersih atau net interest income (NII) tumbuh 7,1% yoy menjadi Rp 21,1 triliun. Lalu pendapatan selain bunga naik 8,1% yoy menjadi Rp 6,8 triliun.
Sementara itu, dari segi fungsi intermediasi, BCA membukukan pertumbuhan kredit sebesar Rp941 triliun, naik 12,6% yoy. Pertumbuhan pembiayaan BCA ditopang kredit korporasi yang naik 13,9% yoy menjadi Rp 443,4 triliun.
BNI berhasil mencatatkan laba bersih sebesar Rp5,38 triliun pada kuartal I-2025. Perolehan itu tumbuh tipis 1,1% secara tahunan atau year on yeary (yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya Rp5,32 triliun.
Pertumbuhan laba tersebut didukung oleh pertumbuhan kredit yang meningkat 10,1% yoy atau Rp765,47 triliun per kuartal I-2025.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) mengawali tahun 2025 dengan catatan yang lebih solid. Pendapatan bersih perusahaan teknologi ini menembus Rp4,23 triliun di kuartal I-2025, tumbuh 4% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan ini bukan hanya ditopang oleh kinerja operasional, tetapi juga keberhasilan efisiensi yang mulai terasa dampaknya secara nyata dalam neraca keuangan.
Dalam tiga bulan pertama, GoTo memangkas total beban hingga hampir 12% menjadi Rp4,42 triliun, dari sebelumnya Rp5,02 triliun. Efisiensi terjadi di berbagai lini, dari beban penjualan dan pemasaran yang menyusut menjadi Rp.647 miliar, beban umum dan administrasi yang turun drastis ke Rp1,09 triliun, hingga beban operasional yang ikut menyusut menjadi Rp225 miliar.
Kerugian periode berjalan susut drastis menjadi Rp367 miliar, turun 61% dibandingkan tahun lalu. Bahkan, rugi bersih yang diatribusikan kepada entitas induk hanya tersisa Rp283 miliar sebuah perbaikan signifikan dari rugi Rp.862 miliar pada kuartal I 2024. Setelah menutup tahun 2024 dengan EBITDA grup yang disesuaikan positif sebesar Rp386 miliar, GoTo tampaknya mulai memantapkan diri untuk memasuki babak baru mengejar pertumbuhan tanpa mengorbankan profitabilitas.
APBN KiTa
Menteri keuangan Sri Mulyani akan menggelar konferensi pers terkait kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) periode Maret 2025. Menarik ditunggu sejauh mana pencapaian pajak hingga belanja negara selama kuartal I-2025. Perlu ditunggu juga sejauh mana defisit anggaran hingga penarikan utang selama Januari-Maret 2025.
Defisit AS Melebar, Penyerapan Tenaga Kerja Rendah
Defisit perdagangan barang Amerika Serikat melebar tajam menjadi $162 miliar pada Maret 2025, menurut estimasi awal dari Biro Sensus AS. Ini merupakan defisit terbesar dalam sejarah, dan jauh melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan defisit sebesar $146 miliar.
Lonjakan ini terjadi karena ancaman tarif baru dari pemerintah AS mendorong banyak perusahaan domestik untuk mempercepat (front-load) impor mereka sebelum kebijakan diberlakukan.
- Impor barang melonjak 5% (mom) atau 30,8% (yoy) menjadi $342,7 miliar - didorong oleh:
- Barang konsumsi naik 55,5% ke $102,8 miliar
- Barang industri naik 37,8% ke $74,6 miliar
- Barang modal naik 22,2% ke $92,8 miliar
- Ekspor barang naik lebih lambat, hanya 1,2% (mom) atau 6,8% (yoy) menjadi $180,8 miliar - ini merupakan level tertinggi kedua dalam sejarah, sedikit di bawah rekor $181,2 miliar yang tercatat pada Juli 2022.
Sementara itu, jumlah lowongan kerja di Amerika Serikat turun sebanyak 288.000 menjadi 7,192 juta pada Maret 2025, menurut data dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS (BLS). Angka ini merupakan yang terendah dalam enam bulan terakhir, dan jauh di bawah ekspektasi pasar sebesar 7,48 juta.
Jumlah pekerja yang direkrut (hires) tetap di 5,4 juta, jumlah pekerja yang keluar secara sukarela (quits) stabil di 3,3 juta dan PHK dan pemutusan hubungan kerja (layoffs & discharges) sedikit turun ke 1,6 juta
(emb/emb)