Prospek tersebut akan dilihat dari berbagai sudut mulai dari kerangka ekonomi global dan nasional dari kebijakan fiskal dan moneter. Bagaimana dampak perkembangan global dan nasional terhadap pergerakan rupiah, bursa saham, dan harga komoditas tahun ini selengkapnya bisa dibaca pada halaman 1-6 artikel ini
Ketidakpastian ekonomi dan politik diperkirakan akan semakin kencang menghantui dunia dan Indonesia tahun ini.
Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), ketegangan geopolitik, dan macetnya ekonomi China menjadi sejumlah faktor mengapa dunia menatap penuh kecemasan di 2025.
Dari dalam negeri, banyak kekhawatiran juga belum reda. Pelemahan daya beli, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), serta melemahnya harga komoditas menjadi alasan pesimisme. Namun, tidak semuanya muram.
Satu hal positif yang patut ditunggu dari dalam negeri adalah hadirnya program dari pemerintahan baru. Presiden Prabowo Subianto akan memimpin secara penuh mulai 2025.
Sejumlah program populer diharapkan ikut menggerakkan ekonomi, terutama makan siang gratis. Insentif yang ditebar pemerintah dari awal tahun juga diharapkan bisa mendongrak daya beli.
Dalam padangan IMF, ekonomi dunia akan stagnan karena adanya eskalasi konflik regional, kebijakan moneter yang tetap ketat dalam waktu lama, meningkatnya volatilitas di pasar keuangan, pelambatan pertumbuhan yang lebih dalam di China, dan terus meningkatnya kebijakan proteksionis.
Terpilihnya Trump dikhawatirkan akan menajamkan kebijakan proteksionisme sejumlah negara. Politikus berusia 78 tahun tersebut pernah menjadi penguasa AS pada 2016-2020 dan memicu perang dagang dengan China melalui kebijakan proteksionisme tarifnya.
Perang Dagang Trump periode pertama memanas pada 2018 hingga membuat pertumbuhan global melandai ke 3,0% pada tahun tersebut dari 3,2% pada 2017.
Selama masa kampanye presiden periode 2 hingga menjelang pelantikan periode 2 pada Januari 2025, Trump bahkan sudah berkoar-koar akan kembali menggunakan semboyan "America First" dalam kebijakakannya.
Berbeda dengan periode pertamanya, Trump pada periode 2 atau kerap disebut Trump 2.0 diperkirakan akan membuat dunia lebih cemas karena proteksionismenya yang lebih luas. Tak hanya melawan China, Trump berkomitmen untuk mengurangi defisit dengan negara-negara yang selama ini menyumbang defisit dalam jumlah besar.
Berkaca pada data statistik perdagangan AS, Indonesia menjadi salah satu penyumbang defisit terbesar ke-15.
Dampak paling terasa di Asia kemungkinan besar akan terjadi melalui kebijakan Trump terkait perdagangan, di mana ia mengancam selama kampanye untuk mengenakan tarif 60% pada produk-produk China dan tarif universal sebesar 10% atau 20%.
Katrina Ell, direktur riset ekonomi di Moody's Analytics, mengatakan Asia menjadi salah satu wilayah yang bisa dirugikan oleh kebijakan tarif Trump.
"Kebijakan perdagangan global Trump menimbulkan kecemasan khususnya di Asia, mengingat platform proteksionis yang kuat, di mana tarif yang lebih agresif pada impor ke AS telah dijanjikan," tutur Ell, dikutip dari BBC.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo hingga Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah mewanti-wanti mengenai "kemuraman" pada 2025.
Perry menjelaskan terpilihnya Trump dengan kebijakan "American First" bisa membawa perubahan besar terhadap landscape geopolitik dan perekonomian dunia.
Terpilihnya Trump bisa berdampak pada kenaikan tarif hingga perang dagang, meningkatkan ketegangan politik hingga memberi disrupsi pada rantai pasok global.
"Akibatnya prospek ekonomi global akan meredup pada 2025 dan 2026. Ketidakpastian akan semakin tinggi," tutur Perry, dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada hari ini, Jumat (29/11/2024).
Perry menjelaskan setidaknya ada lima hal yang tengah mengancam ekonomi global dan memicu ketidakpastian. Lima faktor tersebut adalah:
1. Slower & divergent growth
Pertumbuhan dunia saat ini tidak merata di mana secara umum melandai.
"Pertumbuhan ekonomi AS membaik, Ekonomi Eropa dan China melambat. Indoensai dan India cukup baik," tutur Perry.
Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengingatkan akan besarnya risiko ke depan. Konflik geopolitik yang terjadi di Timur Tengah, hingga Eropa, seperti antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung berakhir memiliki imbas terhadap perekonomian banyak negara, termasuk negara-negara maju.
"Jadi aku mohon supaya kita semua terus jaga di awal tahun kebersihan berfikir kebersihan hati untuk terus kerja sama untuk kemudian menjaga, merawat, membangun, melindungi Indonesia dari berbagai kemungkinan guncangan," kata Sri Mulyani saat mewakili Presiden Prabowo Subianto dalam seremoni Pembukaan Perdagangan Bursa Efek Indonesia 2025, Jakarta, Selasa (2/1/2025).
Selain Trump dan geopolitik, kebijakan The Fed serta masih lambatnya ekonomi China bisa menjadi risiko tahun ini.
Seperti diketahui, dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) Desember 2024, The Fed menunjukkan bahwa mereka mungkin hanya akan menurunkan dua kali lagi pada 2025.Ekspektasi tersebut tercermin dari dot plot terbaru Desember ini. Dot plot merupakan matriks ekspektasi dan pandangan suku bunga masa depan dari masing-masing anggota FOMC.
Merujuk dot plot terbaru, dua pemotongan yang diekspektasikan pada 2025 ini hanya setengah dari target komite ketika plot tersebut terakhir diperbarui pada September dengan ekspektasi pemangkasan sebesar 100 bps pada 2025.
"Dengan langkah hari ini, kami telah menurunkan suku bunga sebesar satu poin persentase dari puncaknya, dan stance kebijakan kami kini jauh lebih longgar. Oleh karena itu, kami bisa lebih berhati-hati saat mempertimbangkan penyesuaian lebih lanjut terhadap suku bunga kebijakan kami." ujar Chairman The Fed Jerome Powell di konferensi pers usai rapat Desember 2024 lalu.
Trump telah mengusulkan berbagai pemotongan pajak pada manfaat Jaminan Sosial, pendapatan tip, dan pendapatan lembur serta pengurangan regulasi. Secara kolektif, langkah-langkah ini dapat merangsang pertumbuhan. Pada saat yang sama, Trump mengancam untuk mengenakan berbagai tarif dan mencari deportasi massal migran, yang dapat mempercepat inflasi.
Dengan pelonggaran The Fed yang mengecil maka kemungkinan besar BI juga akan memperlambat pemangkasan suku bunga acuan mereka. Kondisi ini bisa menekan pertumbuhan.
Melandainya ekonomi China juga bisa menekan harga komoditas mengingat Tiongkok adalah konsumen terbesar untuk sejumlah komoditas, termasuk batu bara.
Belanja negara inilah yang diharapkan ikut mendongkrak pertumbuhan ekonomi, terutama dari rangsangan insentif.
Pemerintah mengalokasikan insentif sebesar Rp 265,6 triliun untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tahun 2025. Insentif ini bertujuan untuk dimaksudkan untuk melindungi daya beli masyarakat dan UMKM, mendorong konsumsi hingga investasi.
Daya beli masyarakat menjadi pembahasan hangat sejak pertengahan tahun lalu. Sejumlah indikator menunjukkan daya beli masyarakat melandai. Di antaranya adalah deflasi selama lima bulan beruntun (Mei-September 2024), anjloknya penjualan mobil, fenomena makan tabungan, berkurangnya tabungan di masyarakat, anjloknya kelas menengah, hingga penjualan ritel untuk beberapa sektor yang ambruk.
Melemahnya daya beli bahkan ikut menyeret aktivitas manufaktur Indonesia PMI Manufaktur ke jurang koreksi. Indeks PMI Manufaktur terkoreksi selama lima bulan beruntun (Juli-November 2024).
Mengawali 2025, kondisi ekonomi Indonesia mulai membaik dengan kembali ekspansifnya PMI serta berakhirnya deflasi..
Tahun 2024 terbilang bukan menjadi tahun ideal bagi IHSG. Sepanjang tahun indeks utama pasar saham Indonesia ditutup dengan kinerja negatif, ambles 2,65%. Ini menjadi kinerja terburuk sejak 2020 di mana saat itu ada pandemi Covid-19.
Adapun, pada hari terakhir perdagangan 2024, IHSG menutup posisi di 7.079,9. Dalam sehari menguat 0,62%. Sayangnya, penguatan tersebut tidak bisa menghantarkan IHSG menembus level psikologis 7100.
Hal ini seakan menjadi ironis karena pada September 2024, IHSG sempat menyentuh rekor tertingginya di 7.900-an. Bahkan berkat IHSG yang berhasil menyentuh rekor tertinggi barunya saat itu, banyak pengamat memproyeksikan IHSG dapat menutup 2024 di level psikologis 7.900-8.000.
Namun realita-nya, IHSG masih sangat jauh dari level psikologis 7.900 pada perdagangan terakhir 2024.
IHSG Gagal Window Dressing dan Faktor Pemberatnya
IHSG juga gagal mengalami window dressing dan santa claus rally. Hal ini tercermin dari seasonality bulanan di mana pergerakan sepanjang Desember IHSG terkontraksi 0,48%.
IHSG yang terdepresiasi pada 2024 menjadi yang ke-dua kalinya terjadi sejak 2018 lalu dalam periode 10 tahun terakhir.
Pergerakan IHSG yang semakin loyo pada akhir tahun terjadi akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah arus keluar asing yang cukup deras.
Pada sepanjang kuartal IV/2024 dana asing keluar mencapai Rp38,97 triliun di keseluruhan pasar, di mana Rp36,79 triliun dana keluar dari pasar reguler, sisanya Rp2,18 triliun keluar dari pasar nego dan tunai.
Meski begitu, pada sepanjang 2024, data keseluruhan pasar masih menunjukkan IHSG net buy asing mencapai Rp24,56 triliun. Sayangnya, dari nilai tersebut kebanyakan dari pasar nego dan tunai sebanyak Rp47,46 triliun, sementara dari pasar reguler tercatat net sell Rp22,89 triliun.
Prospek pemangkasan suku bunga bank sentral yang dinilai tidak sesuai ekspektasi pasar menjadi salah satu penyebab dana asing keluar.
Sebagaimana diketahui, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) atau The Fed pada pertemuan terakhir Desember 2024 menyampaikan pandangan terhadap laju cut rate yang akan melambat.
Bahkan, The Fed dalam Dot Plot terakhir menunjukkan potensi penurunan suku bunga hanya akan berlangsung dua kali lagi pada 2025 atau sekitar 50 basis poin (bps). Ini lebih sedikit dibandingkan prospek penurunan sebelumnya sebanyak 100 bps.
Indeks dolar AS (DXY) yang menguat signifikan sepanjang tahun 2024 hingga 7% meningkatkan tekanan terhadap mata uang asing, terutama emerging markets, termasuk rupiah yang bergerak loyo di kisaran Rp16.000/US$.
Melambat-nya ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia juga mengurangi permintaan terhadap komoditas ekspor andalan RI, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO).
Faktor pemberat lain pada 2024 juga datang dari dalam negeri yakni melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat.
Prospek ke Depan : PPN Batal - Kebijakan Suku Bunga - Pelantikan Trump
Langkah pemerintah yang membatasai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya pada barang sangat mewah diharapkan bisa kembali mendongrak daya beli masyarakat.
Hanya barang yang dikenai Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) saja yang akan dikenakan PPn 12%.
Presiden Prabowo Subianto mengumumkan mengenai kebijakan PPN tersebut sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU 7/2021.
Bersamaan dengan itu, pemerintah juga menyebut bahwa seluruh paket stimulus untuk masyarakat dan insentif perpajakan yang diumumkan Menko Perekonomian tanggal 16 Desember 2024 tetap berlaku.
Kami menilai, batal-nya kenaikan PPN bagi barang dan jasa umum dan tetap berlanjut paket stimulus akan memberikan sentimen positif bagi daya beli masyarakat menengah ke bawah, yang harapannya akan meningkatkan konsumsi sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi.
Kendati gejolak kenaikan PPN 12% mereda, kami melihat dinamika pasar saham RI masih akan menghadapi beberapa hal yang perlu diantisipasi, terutama dari global pada 2025.
Pasar mengantisipasi inflasi yang masih cukup ketat. Sehingga, yield US Treasury dikhawatirkan sulit turun dari posisi kini yang kian uptrend menuju 5%.
Demi menjaga gap antara yield US Treasury dan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) agar tetap menarik maka imbal hasil SUN kemungkinan akan berada di level 7%. Potensi keuntungan pasar obligasi yang lebih tinggi ini akan membuat minat pasar terhadap saham tergerus lantaran melihat bond sebagai pilihan aset konservatif yang lebih menarik.
Bulan Januari akan menjadi periode awal yang berat, dimulai dari rilis data payroll AS yang akan memberikan investor pandangan baru tentang kesehatan dan kekuatan ekonomi negeri Paman Sam.
Hal tersebut kemudian berlanjut menjadi pertimbangan utama pada keputusan rapat FOMC pertama 2025 yang sebelumnya diisyaratkan lebih sedikit pemotongan karena prospek inflasi yang tidak pasti.
Berlanjut pada pelantikan Trump pada 20 Januari yang potensi memberikan kejutan bagi pasar. Presiden Terpilih AS, Donald Trump diperkirakan bakal merilis setidaknya 25 perintah eksekutif pada hari pertamanya mengenai berbagai masalah mulai dari imigrasi hingga kebijakan energi dan kripto.
Pemerintahan baru selalu membawa dampak ketidakpastian yang besar. Salah satu yang dikhawatirkan adalah trade war 2.0 terutama terhadap negara mitra dagang terbesar RI, yakni Tiongkok.
Sementara itu dari domestik, kekuatan pasar akan diuji oleh rilis kinerja keuangan bagi perusahaan-perusahaan yang melaporkan kinerja sepanjang 2024, serta potensi aksi korporasi oleh emiten untuk meningkatkan likuiditas seperti buyback dan bagi dividen.
Proyeksi IHSG 2025
Secara teknikal, kami melihat pergerakan IHSG saat ini masih cenderung terkonsolidasi dengan level 7000 menjadi support kuat terkini. Jika tertembus ke bawah, bear case scenario yang potensi diuji pada tahun ini bisa mencapai 6721.
Sementara potensi penguatan terdekat bisa ke resistance di 7500 dan untuk bullish case scenario IHSG tahun ini bisa mencapai All Time High (ATH) di atas 7910 - 8000.
 Foto: Tradingview Pergerakan IHSG secara teknikal |
Senada dengan proyeksi secara teknikal, CNBC Indonesia menghimpun konsensus dari 10 institusi dalam memperkirakan potensi penguatan IHSG pada 2025. Median yang dihasilkan memproyeksikan IHSG bisa menguat menembus level All Time High (ATH) baru di 8000.
Data yang dihimpun menunjukkan potensi bullish paling optimis IHSG akan berada di 8200, sementara proyeksi konservatif diperkirakan bakal menguat sampai 7.574. Berikut rinciannya :
Kendati 2025 diwarnai sejumlah kekhawatiran, sejumlah sektor di bursa saham Indonesia diproyeksi masih akan memberikan keuntungan. Sektor-sektor ini lah yang diharapkan bisa menjadi penopang IHSG di sepanjang 2025.
Sektor Perbankan
Tahun 2024 bukanlah tahun yang baik bagi sektor perbankan terutama perbankan big caps. Meskipun pertumbuhan kredit perbankan hingga November 2024 tercapai 10,79% yang merupakan range target Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), akan tetapi derasnya aksi penjualan asing mendorong melemahnya saham-saham perbankan big caps.
Derasnya aliran jual asing di sepanjang 2024 membuat performa kinerja harga saham perbankan tak sejalan dengan performa kenaikan laba bersih masing-masing emiten.
Hal ini yang mendorong optimisme para pelaku pasar atas belum terapresiasinya kinerja keuangan saham perbankan di sepanjang 2024, yang memungkinkan akan terealisasi pada 2025.
Sementara itu, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit tahun depan atau 2025 naik 11%-13% secara tahunan (yoy). Hal ini seiring dengan pertumbuhan kredit tahun ini yang diperkirakan berada pada kisaran 10%-12% yoy.
Data Bank Indonesia menunjukkan pertumbuhan kredit pada November 2024 mencapai 10,1% (yoy), sedikit melambat dibandingkan Oktober 2024 (10,4%). Kendati melandai, pertumbuhan kredit pada November 2024 masih jauh lebih baik dibandingkan November 2023.
Hal ini seiring dengan berlanjutnya realokasi alat likuid ke kredit dan dampak positif dari kebijakan insentif likuiditas makroprudential (KLM).
BI juga akan terus mendorong pertumbuhan kredit termasuk dengan memperkuat strategi KLM mulai Januari 2025 yang akan diarahkan untuk mendorong kredit pembiayaan perbankan yang dapat mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
Selain itu, menurut Head of Research NH Kurindo, Liza Camelia Suryanata mengatakan kepada CNBC Indonesia bahwa proksi pertumbuhan Indonesia karena 3 juta rumah sedang dibangun dan utang program UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) akan dihapuskan. Kami yakin ini akan menjadi katalisator pertumbuhan penyaluran pinjaman tahun depan.
Sektor Kesehatan
Dalam pemerintahan Prabowo terdapat beberapa program prioritas pada 2025, dimana salah satunya adalah pemeriksaan kesehatan gratis. Hal ini pun menjadi kunci sektor kesehatan merupakan sektor potensial di sepanjang 2025.
Pemerintah telah mengalokasikan anggaran kesehatan untuk tahun 2025 sekitar Rp217,3 triliun. Anggaran ini mencapai 6% total APBN 2025, meski mandatory spending atau kewajiban alokasi anggaran untuk kesehatan telah dihapus dalam UU Kesehatan No 17 Tahun 2023.
Dengan adanya alokasi sebesar 6% ini, tentunya pemerintah berkomitmen untuk mengelolanya secara efektif dan efisien bagi peningkatan kualitas dan akses layanan kesehatan.
Bila dirinci, dari total anggaran kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengelola sekitar Rp129,8 triliun. Rinciannya, Rp105,6 triliun akan dikelola Kemenkes, sementara Rp24,2 triliun dialokasikan untuk pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk dana alokasi khusus fisik dan nonfisik.
Dana tersebut akan digunakan untuk mendukung berbagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan sumber daya manusia (SDM) yang sehat dan produktif, serta menyukseskan agenda transformasi kesehatan.
Adapun, program quick win Presiden di bidang kesehatan yang dilaksanakan mulai tahun 2025 yaitu pemeriksaan kesehatan gratis, penurunan kasus TB, dan Pembangunan RS Daerah kelas D/ D pratama menjadi kelas C.
Program strategis kemenkes lainnya antara lain percepatan penurunan stunting melalui pemberian makanan bergizi bagi ibu hamil/menyusui dan balita, serta pengendalian penyakit menular seperti malaria dan AIDS.
Selain itu, anggaran kesehatan 2025 mencakup penguatan akses dan layanan kesehatan di seluruh daerah, seperti peningkatan program Ibu Kota Nusantara (JKN), penyediaan sarana dan prasarana, serta memperkuat kemandirian industri farmasi dalam negeri.
Untuk mendukung berbagai program strategis tersebut, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. Peningkatan kapasitas dan keterampilan SDM kesehatan untuk meningkatkan kualitas dan distribusi SDM kesehatan yang lebih merata.
Selain itu, menurut Investment Analys Capital Asset Management, Martin Aditya mengatakan kepada CNBC Indonesia, sektor kesehatan masih sangat defensif ketika IHSG mengalami pelemahan, sepanjang tahun 2024 sektor health-care tumbuh 5,84%.
Selain itu anggaran dari Menteri kesehatan masih lebih besar dan terus bertumbuh jika dibandingkan dari tahun sebelum Covid-19 serta adanya kebijakan skema Coordination of benefit (COB) dan KRIS dalam BPJS Kesehatan yang masih menjadi katalis positif dan juga total rumah sakit yang terus bertambah secara organik.
Berikut deretan saham kesehatan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sektor Konsumer
Selain sektor kesehatan yang merupakan program unggulan presiden Prabowo, sektor konsumer juga akan kecipratan dari program unggulan presiden Prabowo "Makan Bergizi Gratis/MBG".
Pemerintah Indonesia sendiri mengalokasikan sebesar Rp71 triliun untuk program MBG pada APBN 2025. Anggaran untuk program makanan bergizi ini mencapai Rp71 triliun. Rinciannya adalah Rp63,356 triliun untuk pemenuhan gizi nasional dan Rp7,433 triliun untuk program dukungan manajemen.
Anggaran sebesar itu menyasar sekitar 19,47 juta orang dari kalangan anak sekolah hingga ibu hamil maupun menyusui. Untuk itu, Presiden Prabowo Subianto berpesan agar pelaksanaan program MBG ini dilaksanakan dengan baik. Mengingat mata rantai program ini melibatkan banyak pihak mulai dari sekolah, petani, peternak, transportir, ahli gizi, dan pemerintah daerah.
Dalam hal ini, Badan Gizi Nasional (BGN) merupakan koordinator pelaksana dari program MBG ini. Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana mengatakan, pihaknya sudah membangun 85 satuan pelayanan untuk menjalankan program MBG.
Satuan pelayanan akan melayani 3.000 anak sekolah penerima makan gratis. Ini lebih lengkap dari dapur umum, yakni menjadi tempat memasak makanan sekaligus offtaker produk pertanian lokal.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, program MBG bakal mendongkrak produk domestik bruto (PDB) sebesar Rp4.510 triliun pada 2025. Hitungan ini berdasarkan alokasi anggaran program MBG tahun 2025 yang sebesar Rp71 triliun dan menyasar sekitar 19,47 juta orang dari kalangan anak sekolah hingga ibu hamil maupun menyusui.
Berikut deretan saham di sektor konsumer yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Sektor Migas
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menetapkan target lifting migas sebesar 1,61 juta barel setara minyak per hari (BOEPD) pada 2025). Target tersebut terdiri dari 605 ribu barel minyak per hari (BOPD) dan 1.005 ribu BOEPD gas, sesuai dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Terdapat beberapa program strategis untuk mencapai target tersebut, yakni dengan pengeboran masif, stimulasi sumur, dan reaktivasi lapangan idle. Kemudian, penerapan Enhanced Oil Recovery (EOR) dan Improved Oil Recovery (IOR), hingga pengoperasian proyek-proyek hulu migas baru.
Selain itu masih memanasnya perang di wilayah Timur Tengah hingga Rusia dan Ukraina dapat menjadi sentiment pendorong kenaikan harga minyak bumi dan gas di 2025.
Berdasarkan outlook ekonomi NH Korindo, mereka optimis sektor migas menjadi salah satu sektor yang akan bersinar di tahun 2025. Menurut mereka, Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam telah melelang 60 blok minyak dan gas untuk investor pada tahun 2028. Kami yakin ini akan menopang produksi minyak yang telah menurun selama pemerintahan Jokowi, karena pemerintah saat ini menargetkan untuk mencapai produksi siap jual (lifting) sebesar 1 juta barel per hari pada tahun 2030.
Selain itu, Senior Invesment Information Mirae Sekuritas, Nafan Aji Gusta Utama juga meyakini bahwa sektor cyclicals yang termasuk di saham migas menjadi sektor rotasi yang bisa dicermati para investor.
Senior Research Analyst Infovesta Kapital Advisori, Arjun Ajwani menilai sektor komoditas mash cukup bergairah termasuk saham-saham di sektor migas.
Berikut deretan saham di sektor migas yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sepanjang 2024 menghadapi berbagai tekanan khususnya pada kuartal IV. Tekanan terhadap rupiah tampak masih akan hadir di 2025 di tengah ketidakpastian global yang masih akan menjadi sentimen disepanjang tahun ini.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup melemah secara year to date/ytd (akhir Desember 2023 hingga akhir Desember 2024) sebesar 4,51% di angka Rp16.090/US$. Depresiasi ini terjadi mengingat performa rupiah secara bulanan yakni pada Oktober, November, dan Desember 2024 terpantau melemah secara konsisten masing-masing sebesar 3,67%, 0,96%, dan 1,58%.
Anjloknya rupiah ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan rencana Anggaran Tahunan Bank Indonesia (ATBI) 2024 yang memperkirakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebesar Rp15.510/US$.
Sementara jika dibandingkan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, asumsi makro nilai tukar rupiah yang ditetapkan pemerintah yakni sebesar Rp15.000/US$.
Hantaman Terhadap Rupiah di 2024
Rupiah secara umum tertekan disepanjang semester I-2024 dan kuartal IV-2024. Hal ini terjadi bersamaan dengan indeks dolar AS (DXY) yang melonjak di momen tersebut.
Di awal Januari 2024, rupiah terkoreksi akibat dipicu oleh faktor eksternal dan internal. Dari eksternal, faktor terkuat adalah masih kencangnya data ekonomi AS mulai dari inflasi hingga ketenagakerjaan yang di atas ekspektasi pasar.
Sebagai catatan, AS melaporkan ekonomi mereka tumbuh sebesar 3,3% (year on year/yoy)pada kuartal IV-2023. Angka tersebut jauh lebih tinggi dari ekspektasi 2% dari para ekonom yang disurvei oleh Dow Jones, yang menggarisbawahi berlanjutnya ketahanan ekonomi meskipun ada kenaikan suku bunga dari bank sentral AS (The Fed).
Lebih lanjut, data PMI Manufaktur Flash AS yang naik lebih tinggi dari konsensus dan periode satu bulan sebelumnya, yakni dari 47,9 menjadi 50,3.
Sedangkan, PMI Composite AS pada Januari 2024 secara flash menunjukkan ada kenaikan PMI dari 50,9 menjadi 52,3 dan lebih tinggi dari perkiraan yang proyeksi turun ke posisi 50,3.
Nilai PMI manufaktur di atas 50, menunjukkan kondisi manufaktur AS di fase ekspansif.
Data PMI menjadi hal yang penting karena semakin tingginya PMI, maka aktivitas manufaktur AS akan bergerak cukup panas dan berpotensi membuat inflasi semakin sulit dikendalikan.
Kemudian pada April, rupiah mengalami overshoot khususnya pasca libur Lebaran 2024 karena inflasi AS di luar dugaan menanjak ke 3,5% yoy pada Maret 2024, dari 3,2% pada Februari 2024. Inflasi inti di luar makanan dan energi tercatat stagnan di angka 3,8%. Selain itu data tenaga kerja AS juga menunjukkan ada penambahan tenaga kerja hingga 303.000 untuk non-farm payrolls. Angka ini jauh di atas ekspektasi pasar yakni 200.000.
Depresiasi rupiah terjadi setelah Presiden Terpilih Donald Trump memenangkan kontestasi politik melawan Kamala Harris.
Hal ini memicu potensi inflasi yang lebih tinggi mengingat Trump berupaya akan mengenakan tarif kepada barang impor yang masuk ke AS. Hal ini berujung pada potensi pemangkasan suku bunga The Fed di 2025 yang semakin sulit dilakukan.
Ketua Pengurus/Direktur Utama Dana Pensiun BI Iuran Pasti (DAPENBI IP), Nanang Hendarsah menyebutkan empat kebijakan Trump terkait pengetatan aturan perdagangan yang bisa memicu perang tarif impor, kebijakan fiskal yang longgar, kebijakan durasi pertambangan, dan kebijakan imigrasi diwaspadai pasar karena bisa menimbulkan ketidakpastian dan mengancam ekonomi dunia.
Ketika hal ini terjadi, maka DXY berpotensi kembali menanjak dan rupiah terus tertekan.
Peluang The Fed Pangkas Suku Bunga di 2025 Berkurang, Rupiah Sulit Bangkit?
Dalam rilis laporan The Fed pada Summary of Economic Projections (SEP) Desember 2024 menunjukkan bahwa The Fed diproyeksikan hanya memangkas suku bunga sebanyak 50 basis poin/bps dari yang sebelumnya diperkirakan sebanyak 100 bps. Istilah ini yang dikenal sebagai 'hawkish cut'.
 Foto: Dot Plot Matrix (December 2024) Sumber: The Fed |
survei CME FedWatch Tool menunjukkan ekspektasi pelaku pasar terhadap suku bunga The Fed tahun ini terjadi dua kali pemangkasan dengan rincian satu kali terjadi pada semester I dan satu kali terjadi pada semester II-2025.
Sebagai informasi, suku bunga The Fed saat ini berada direntang 4,25-4,50%. Artinya jika benar terjadi pemangkasan suku bunga sebanyak dua kali, maka suku bunga The Fed akan berada di angka 3,75-4,00%.
 Foto: Meeting Probabilities Sumber: CME FedWatch Tool |
Trump Picu Outflow & Strong Dolar?
Kebijakan Trump yang pro ekonomi dalam negeri diperkirakan akan kembali menarik modal yang ditanam investor di Emerging Markets dan dibawa kembali ke AS. Kondisi ini bisa memicu outflow dari Indonesia sehingga rupiah pun terancam melemah.
Kondisi ini bahkan sudah diwanti-wanti oleh Gubernur BI Perry Warjiyo. Dalam berbagai kesempatab, Perry mengkhawatirkan adanya outflow setelah Trump dilantik. Perry juga mengingatkan adanya potensi strong dolar. Kenaikan dolar serta meningkatnya US Treasury memicu derasnya aliran modal asing ke AS.
"Itulah preferensi yang berkembang di investor global . Akibatnya, pelarian dari Emerging Markets ke AS karena kuatnya dolar," papar Perry dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) pada hari ini,29 November 2024.
Fenomena strong dollar ini sudah sangat terasa sejak Trump menang pilpres pada 5 November 2024. Indeks dolar (DXY) pada hari ini, Senin (13/1/2025) bahkan kini ada di level 109,64 atau tertingginya dalam setahun terakhir.
Kenaikan Tarif China Ancam Rupiah
Asia menjadi salah satu wilayah yang bisa dirugikan oleh kebijakan tarif Trump. Khususnya kenaikan tarif impor barang China ke wilayah AS.
Perang dagang di sektor teknologi antara AS dan China terus berlanjut dan memanas jelang akhir pemerintahan Presiden Joe Biden.
Saat berkampanye, Trump kerap mengatakan akan menaikkan 60% tarif impor ke barang China dan 10-20% ke negara-negara lainnya.
Tarif impor sendiri merujuk ke pajak atas barang impor tetapi tidak dibayarkan oleh negara pengekspor. Tarif AS akan dibayarkan oleh perusahaan yang ingin mengimpor produk ke negara tersebut, sehingga meningkatkan biaya mereka.
MengutipAl-Jazeera, Oxford Economics, sebuah firma konsultan, memperkirakan bahwa Asia non-China akan mengalami penurunan ekspor dan impor masing-masing sebesar 8% dan 3% berdasarkan versi paling konservatif dari rencana Trump.
Analis di London School of Economics and Political Science telah memperkirakan bahwa tarif Trump akan menyebabkan penurunan PDB China sebesar 0,68%, di mana ini juga akan berimbas ke kerugian PDB masing-masing sebesar 0,03% dan 0,06% untuk India dan Indonesia.
Kenaikan tarif barang-barang impor yang masuk ke AS ini berdampak pada devaluasi mata uang yuan agar dapat bersaing di pasar ekspor internasional.
Hal ini dapat berdampak bagi Indonesia yang juga merupakan negara eksportir untuk melemahkan mata uangnya. Ada tendensi ketika rupiah dipaksa untuk menguat, maka secara cost-benefit analysis, hal ini cenderung akan lebih merugikan banyak pihak.
Proyeksi Rupiah 2025, Ada Harapan Menguat?
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi (average) memperkirakan rupiah berada di angka Rp15.928/US$. Sementara secara median, 12 institusi memperkirakan rupiah berada di angka Rp16.027/US$ pada 2025.
Hal tersebut bukan tanpa alasan karena kondisi global masih cukup sulit bersamaan dengan ketidakpastian yang menyelimuti.
Maka dari itu, pemeritah dan Bank Indonesia (BI) perlu turut serta untuk saling berkolaborasi agar dapat memitigasi risiko dan mengurangi potensi terjadinya volatilitas yang tinggi rupiah disepanjang 2025.
Prospek batu bara dunia pada 2025 diperkirakan akan lebih lesu dari tahun lalu di tengah permintaan yang terus melaju. Bahkan pada 2023 dan 2024 permintaan atau konsumsi batu bara dunia mencapai titik tertinggi sepanjang masa.
Lantas apa yang jadi penyebab prospek batu bara akan lesu pada 2025 dan berapa proyeksi harga batu bara global pada 2025?
Permintaan Batu Bara 2024 Pecah Rekor, Bagaimana 2025?
Berdasarkan data Badan energi Internasional (IEA) permintaan baru bara global diproyeksi mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yakni mencapai 8.771 juta ton pada 2024. Jumlah tersebut lebih tinggi 1% dari permintaan pada 2023 sebesar 8.687 juta ton, di mana juga merupakan rekor tertinggi sepanjang masa pada waktu itu.
Pertumbuhan batu bara dunia pada 2024 didorong oleh negara-negara di Asia. Adapun peningkatan terbesar pada 2024 diperkirakan terjadi di India sebanyak 70 juta ton atau 1,1% year-on-year/yoy) dan China sebesar 56 juta ton atau 1,1% yoy.
Peningkatan permintaan batu bara paling besar pada 2024 terjadi di negara-negara Asia Tenggara yang mencapai 7,6% yoy menjadi 35 juta ton. Diperkirakan permintaan batu bara di ASEAN meningkat 35% sejak awal abad ini.
Di sisi lain, permintaan batu bara di negara-negara barat mengalami penurunan yang signifikan. Penurunan permintaan batu bara di Uni Eropa pada 2024 diperkirakan mencapai 42 juta ton dan Amerika Serikat turun 18 juta ton.
Sementara pada 2025, pertumbuhan konsumsi batu bara dunia diperkirakan akan melandai bahkan hanya mencapai 0,34% yoy menjadi 8.801 juta ton.
Permintaan batu bara dari China diperkirakan akan cenderung stagnan pada 2025 dengan konsumsi 4.940 juta ton. Jumlah tersebut hanya tumbuh 1 juta ton atau hanya 0,02% dari konsumsi 2024 sebesar 4.939 juta ton.
Sementara India, konsumen batu bara terbesar kedua dunia, diperkirakan akan memiliki konsumsi sebesar 1.363 juta ton pada 2025. Jumlah tersebut pun hanya tumbuh 48 juta ton atau 3,65% dari 2024 sebesar 1.315 juta ton.
Konsumsi batu bara China dan India yang cenderung melandai karena adanya pengembangan energi hijau yang mulai mengambil pasar batu bara sebagai sumber energi.
Pada Agustus 2024, sumber listrik tenaga air di China meningkat 10,7% pada Agustus dibandingkan bulan yang sama tahun 2023, mencapai 163,5 miliar kWh, meskipun laju pertumbuhan melambat dari lonjakan 36,2% pada Juli.
Kontribusi energi terbarukan juga terus meningkat, dengan produksi tenaga surya melonjak 21,7% dibandingkan tahun sebelumnya, sementara tenaga angin naik 6,6%. Pembangkit listrik tenaga nuklir naik 4,9% pada Agustus.
Selain itu, China Three Gorges Renewables Group Co. berencana membangun pusat pembangkit listrik besar yang memadukan energi angin, matahari, batu bara, dan baterai di Gurun Taklamakan, menurut pengajuan perusahaan tersebut pada awal Januari 2025.
Proyek tersebut akan mencakup panel surya dengan kapasitas 8,5 gigawatt, turbin angin berkapasitas 4 gigawatt, enam pembangkit listrik tenaga batu bara dengan kapasitas 660 megawatt, dan penyimpanan baterai sebesar 5 gigawatt-jam, menurut pengajuan tersebut.
Proyek ini merupakan bagian dari rencana untuk memanfaatkan lahan gurun yang tidak terpakai di China guna menghasilkan listrik bersih dan menyalurkannya melalui jalur transportasi jarak jauh ke kota-kota padat penduduk.
Perusahaan tersebut juga mengumumkan rencana untuk menginvestasikan hingga CNY 4,7 miliar atau Rp10.38 triliun(kurs=Rp2.208,48/yuan) pada proyek angin lepas pantai dengan kapasitas 400 megawatt di lepas pantai provinsi Fujian.
Sementara itu, India akan menambahkan kapasitas energi surya dan angin sebesar 35 gigawatt (GW) ke jaringannya pada tahun yang berakhir Maret 2025, kata seorang pejabat tinggi kepada Reuters. Hal ini dilakukan dalam upaya memenuhi target energi bersih 2030 setelah gagal mencapai target energi terbarukan 2022 yang sebelumnya diumumkan.
India menambahkan total kapasitas energi terbarukan sebesar 10 GW pada periode April-Agustus 2024, sehingga total kapasitasnya mencapai sekitar 153 GW, menurut data pemerintah hingga Agustus 2024.
Di sisi lain, ASEAN diperkirakan akan mengalami pertumbuhan konsumsi batu bara yang konsisten pada 2025 yakni mencapai 520 juta ton, naik 29 juta ton atau 5,9% dari jumlah permintaan 2024 sebesar 491 juta ton.
Saat negara-negara di Asia-Pasifik menambah konsumsi batu bara, walaupun China dan India moderat, negara-negara di Eropa serta AS memangkas permintaan batu bara miliknya.
Konsumsi batu bara AS diperkirakan akan berkurang 17 juta ton menjadi 351 juta ton pada 2025, atau turun 4,6% yoy. Eropa juga akan memangkas 16 juta ton konsumsi batu bara menjadi 494 juta ton pada 2025 atau berkurang 3,14% yoy.
Harga Batu Bara 2025 Diramal Melandai
Bank dunia memperkirakan harga batu bara global akan melandai pada 2025 karena permintaan dari China yang diperkirakan akan moderat.
"Harga diproyeksikan turun sekitar 12 persen pada tahun 2025 dan 2026, setelah penurunan yang diperkirakan lebih dari 20 persen pada tahun 2024," menurut Bank Dunia (3/12/2024).
Rata-rata harga batu bara dunia perkiraan Bank Dunia adalah US$120 per ton pada 2025.
Bank Dunia mengatakan bahwa puncak permintaan batu bara di China akan mencapai puncak pada 2024 dan kemudian cenderung stagnan. Sebab peningkatan moderat permintaan listrik serta output yang kuat dari pembangkit listrik tenaga air dan energi terbarukan.
Mungkin peristiwa cuaca ekstrem, seperti gelombang panas atau kekeringan, khususnya di China, dapat mendorong permintaan yang lebih tinggi dan menaikkan harga.
Tapi menurut Bank Dunia ada risiko kelebihan pasokan yang dapat menjadi pemberat bagi laju harga batu bara dunia.
Direktur Eksekutif Indonesia Mining Association Hendra Sinadia mengatakan adanya kelebihan pasokan atau oversupply akan membuat harga batu bara pada 2025 relatif stagnan dibandingkan 2024.
"Untuk pasar ekspor kondisi oversupply karena supply pasokan melebihi permintaan sehingga rerata Harga di 2024 lebih rendah dibandingkan 2023 apalagi dengan 2022. Untuk 2025 diperkirakan rentang Harga relatif sama di 2024 (paling tidak harapannya seperti itu), ujar Hendra kepada CNBC Indonesia, Kamis (2/1/2024).
Hendra menjelaskan bahwa tren permintaan batu bara dunia memang meningkat. Akan tetapi tingkat produksi juga meningkat lebih besar sehingga terjadi kelebihan pasokan.
"Kondisi tersebut (tingkat produksi meningkat) sudah terlihat sejak 2023, berlanjut di 2024 dan di 2025. China produsen terbesar batubara dunia juga produksinya domestiknya meningkat. India juga produksi mereka meningkat," ungkap Hendra.
Berdasarkan data IEA, kelebihan pasokan dengan jumlah yang besar terjadi sejak 2022 dan mencapai puncaknya pada 2023. Kelebihan pasokan pada 2023 tercatat 306 juta ton, naik 13 juta ton dari 2022 dengan jumlah 293 juta ton.
Sementara pada 2024, kelebihan pasokan batu bara global diperkirakan mencapai 297 juta ton. Kemudian pada 2025 kelebihan produksi dibandingkan konsumsi emas hitam mencapai 204 juta ton.
Meskipun melandai pada 2024 dan 2025, namun kelebihan pasokan batu bara dunia diperkirakan masih berada di atas 200 juta ton. Sementara secara umum kecenderungan kelebihan pasokan batu bara dunia berkisar 100-170 juta ton per tahun.
Kelebihan pasokan yang tinggi memberatkan harga batu bara untuk melaju kencang. Ditambah prospek ekonomi kawasan Asia, terutama China, yang diperkirakan belum cerah turut menyumbang katalis negatif bagi harga batu bara dunia.
Dikatakan bahwa pemulihan di pasar properti China diperkirakan tidak akan terjadi hingga akhir tahun 2025. Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan melambat menjadi 4,5% pada tahun 2025. Pertumbuhan ekonomi China pada 2025 lebih rendah dibandingkan proyeksi pertumbuhan ekonomi pada 2024 yakni 5%.
Jadi, kondisi batu bara dunia secara umum pada 2025 diperkirakan stagnan atau cenderung menurun dibandingkan 2024. Hal ini terlihat dari pertumbuhan permintaan yang stagnan, tapi tingkat produksi terus bertumbuh sehingga menciptakan kelebihan pasokan.
Belum lagi tantangan peralihan energi batu bara ke energi baru terbarukan sebagai pemasok kebutuhan listrik yang akan semakin memberatkan laju harga batu bara dunia.
Emas bersinar menjadi sorotan utama setelah mencatatkan lonjakan harga terbesar dalam lebih dari satu dekade pada 2024. Pada 2025, logam mulia ini diperkirakan tetap bullish meskipun pertumbuhan mungkin lebih terkendali. Faktor-faktor seperti kebijakan suku bunga Federal Reserve (The Fed), dinamika geopolitik, dan pembelian emas oleh bank sentral global menjadi penentu utama arah pasar.
Menurut laporan World Gold Council (WGC), harga emas yang melonjak 28% sepanjang 2024 menjadi cerminan dari permintaan investor dan bank sentral yang berhasil mengimbangi penurunan permintaan konsumen.
WGC mencatat bahwa total permintaan emas pada kuartal ketiga 2024 melampaui US$100 miliar untuk pertama kalinya, dengan 40 rekor harga baru tercapai sepanjang tahun tersebut. "Bank sentral global telah menjadi pembeli bersih selama hampir 15 tahun terakhir, dengan kontribusi permintaan mencapai 7-10% pada 2024. Tren ini diperkirakan akan berlanjut di 2025," jelas laporan tersebut.
Gregory Shearer, Head of Base and Precious Metals Strategy di J.P. Morgan, memperkirakan harga emas akan mencapai $3.000 per ons pada akhir 2025.
"Pasar emas akan tetap diuntungkan oleh rendahnya pasokan global dan meningkatnya permintaan dari investor yang mencari perlindungan di tengah gejolak geopolitik," ujarnya. Sentimen serupa disampaikan oleh analis pasar lain yang melihat potensi emas tetap kuat di tengah tekanan inflasi dan ekspektasi kenaikan utang pemerintah AS.
Sementara itu, Kyle Rodda, analis di Capital.com, menyatakan bahwa emas kini memasuki fase konsolidasi, yang sering kali menjadi indikator bagi pergerakan harga yang lebih tinggi. "Ketidakpastian global dan kebijakan ekonomi AS di bawah pemerintahan Trump kemungkinan akan menjadi faktor pendorong utama," tambah Rodda.
Menurut analisis WGC, dinamika pasar emas pada 2025 akan sangat dipengaruhi oleh empat faktor utama: ekspansi ekonomi, risiko dan ketidakpastian, biaya peluang, serta momentum pasar. Dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed hingga 100 basis poin pada akhir tahun, emas diperkirakan tetap berada dalam kisaran harga yang stabil dengan potensi kenaikan moderat.
Namun, tantangan tetap ada. Potensi penguatan dolar AS atau percepatan pemulihan ekonomi global dapat membatasi kenaikan harga. Selain itu, permintaan konsumen di Asia, terutama dari China, menunjukkan tanda-tanda stagnasi. Namun, potensi peningkatan permintaan dari bank sentral atau eskalasi risiko geopolitik dapat memberikan dorongan tambahan bagi harga emas.
Selain emas, harga perak juga diperkirakan akan mencatatkan kenaikan signifikan pada 2025.
Gregory Shearer menambahkan bahwa "perak akan mencatatkan momen keemasannya dengan potensi kenaikan harga hingga $38 per ons pada akhir tahun, seiring pemulihan harga logam dasar."
Secara keseluruhan, proyeksi pasar menunjukkan bahwa harga emas akan terus menjadi andalan bagi investor yang mencari perlindungan di tengah ketidakpastian ekonomi dan politik global. Dengan konsensus pasar yang memperkirakan pertumbuhan moderat, emas tetap dianggap sebagai aset lindung nilai utama.
Dalam konteks ini, investor disarankan untuk mempertahankan eksposur atau kontribusi terhadap emas dalam portofolio mereka. Dukungan dari faktor-faktor seperti kebijakan suku bunga rendah, ketegangan geopolitik, dan pembelian bank sentral diperkirakan akan terus memberikan pijakan kuat bagi pasar emas di tahun mendatang.
CNBC Indonesia Research
[email protected]