Economic Outlook 2025

Penuh Tantangan, Selamat Berjuang Mati-matian di 2025

Tim Riset, CNBC Indonesia
13 January 2025 06:45
Ilustrasi bearish market vs bullish market
Foto: Infografis/ Nah Lho! 2 Negara Ini Diramal Kena Krisis Ekonomi di 2024/ Ilham Restu

Tahun 2024 terbilang bukan menjadi tahun ideal bagi IHSG. Sepanjang tahun indeks utama pasar saham Indonesia ditutup dengan kinerja negatif, ambles 2,65%. Ini menjadi kinerja terburuk sejak 2020 di mana saat itu ada pandemi Covid-19.

Adapun, pada hari terakhir perdagangan 2024, IHSG menutup posisi di 7.079,9. Dalam sehari menguat 0,62%. Sayangnya, penguatan tersebut tidak bisa menghantarkan IHSG menembus level psikologis 7100.

Hal ini seakan menjadi ironis karena pada September 2024, IHSG sempat menyentuh rekor tertingginya di 7.900-an. Bahkan berkat IHSG yang berhasil menyentuh rekor tertinggi barunya saat itu, banyak pengamat memproyeksikan IHSG dapat menutup 2024 di level psikologis 7.900-8.000.

Namun realita-nya, IHSG masih sangat jauh dari level psikologis 7.900 pada perdagangan terakhir 2024.

IHSG Gagal Window Dressing dan Faktor Pemberatnya

IHSG juga gagal mengalami window dressing dan santa claus rally. Hal ini tercermin dari seasonality bulanan di mana pergerakan sepanjang Desember IHSG terkontraksi 0,48%.

IHSG yang terdepresiasi pada 2024 menjadi yang ke-dua kalinya terjadi sejak 2018 lalu dalam periode 10 tahun terakhir.

Pergerakan IHSG yang semakin loyo pada akhir tahun terjadi akibat beberapa faktor. Salah satunya adalah arus keluar asing yang cukup deras.

Pada sepanjang kuartal IV/2024 dana asing keluar mencapai Rp38,97 triliun di keseluruhan pasar, di mana Rp36,79 triliun dana keluar dari pasar reguler, sisanya Rp2,18 triliun keluar dari pasar nego dan tunai.

Meski begitu, pada sepanjang 2024, data keseluruhan pasar masih menunjukkan IHSG net buy asing mencapai Rp24,56 triliun. Sayangnya, dari nilai tersebut kebanyakan dari pasar nego dan tunai sebanyak Rp47,46 triliun, sementara dari pasar reguler tercatat net sell Rp22,89 triliun.

Prospek pemangkasan suku bunga bank sentral yang dinilai tidak sesuai ekspektasi pasar menjadi salah satu penyebab dana asing keluar.

Sebagaimana diketahui, Bank Sentral AS (The Federal Reserve) atau The Fed pada pertemuan terakhir Desember 2024 menyampaikan pandangan terhadap laju cut rate yang akan melambat.

Bahkan, The Fed dalam Dot Plot terakhir menunjukkan potensi penurunan suku bunga hanya akan berlangsung dua kali lagi pada 2025 atau sekitar 50 basis poin (bps). Ini lebih sedikit dibandingkan prospek penurunan sebelumnya sebanyak 100 bps.

Indeks dolar AS (DXY) yang menguat signifikan sepanjang tahun 2024 hingga 7% meningkatkan tekanan terhadap mata uang asing, terutama emerging markets, termasuk rupiah yang bergerak loyo di kisaran Rp16.000/US$.

Melambat-nya ekonomi China sebagai mitra dagang utama Indonesia juga mengurangi permintaan terhadap komoditas ekspor andalan RI, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit (CPO).

Faktor pemberat lain pada 2024 juga datang dari dalam negeri yakni melemahnya daya beli dan konsumsi masyarakat.

Prospek ke Depan : PPN Batal - Kebijakan Suku Bunga - Pelantikan Trump

Langkah pemerintah yang membatasai kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) hanya pada barang sangat mewah diharapkan bisa kembali mendongrak daya beli masyarakat.

Hanya barang yang dikenai Pajak Pertambahan nilai Barang Mewah (PPnBM) saja yang akan dikenakan PPn 12%.

Presiden Prabowo Subianto mengumumkan mengenai kebijakan PPN tersebut sesuai amanat UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan UU 7/2021.

Bersamaan dengan itu, pemerintah juga menyebut bahwa seluruh paket stimulus untuk masyarakat dan insentif perpajakan yang diumumkan Menko Perekonomian tanggal 16 Desember 2024 tetap berlaku.

Kami menilai, batal-nya kenaikan PPN bagi barang dan jasa umum dan tetap berlanjut paket stimulus akan memberikan sentimen positif bagi daya beli masyarakat menengah ke bawah, yang harapannya akan meningkatkan konsumsi sebagai upaya menjaga pertumbuhan ekonomi.

Kendati gejolak kenaikan PPN 12% mereda, kami melihat dinamika pasar saham RI masih akan menghadapi beberapa hal yang perlu diantisipasi, terutama dari global pada 2025.

Pasar mengantisipasi inflasi yang masih cukup ketat. Sehingga, yield US Treasury dikhawatirkan sulit turun dari posisi kini yang kian uptrend menuju 5%.

Demi menjaga gap antara yield US Treasury dan imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) agar tetap menarik maka imbal hasil SUN kemungkinan akan berada di level 7%. Potensi keuntungan pasar obligasi yang lebih tinggi ini akan membuat minat pasar terhadap saham tergerus lantaran melihat bond sebagai pilihan aset konservatif yang lebih menarik.

Bulan Januari akan menjadi periode awal yang berat, dimulai dari rilis data payroll AS yang akan memberikan investor pandangan baru tentang kesehatan dan kekuatan ekonomi negeri Paman Sam.

Hal tersebut kemudian berlanjut menjadi pertimbangan utama pada keputusan rapat FOMC pertama 2025 yang sebelumnya diisyaratkan lebih sedikit pemotongan karena prospek inflasi yang tidak pasti.

Berlanjut pada pelantikan Trump pada 20 Januari yang potensi memberikan kejutan bagi pasar. Presiden Terpilih AS, Donald Trump diperkirakan bakal merilis setidaknya 25 perintah eksekutif pada hari pertamanya mengenai berbagai masalah mulai dari imigrasi hingga kebijakan energi dan kripto.

Pemerintahan baru selalu membawa dampak ketidakpastian yang besar. Salah satu yang dikhawatirkan adalah trade war 2.0 terutama terhadap negara mitra dagang terbesar RI, yakni Tiongkok.

Sementara itu dari domestik, kekuatan pasar akan diuji oleh rilis kinerja keuangan bagi perusahaan-perusahaan yang melaporkan kinerja sepanjang 2024, serta potensi aksi korporasi oleh emiten untuk meningkatkan likuiditas seperti buyback dan bagi dividen.

Proyeksi IHSG 2025

Secara teknikal, kami melihat pergerakan IHSG saat ini masih cenderung terkonsolidasi dengan level 7000 menjadi support kuat terkini. Jika tertembus ke bawah, bear case scenario yang potensi diuji pada tahun ini bisa mencapai 6721.

Sementara potensi penguatan terdekat bisa ke resistance di 7500 dan untuk bullish case scenario IHSG tahun ini bisa mencapai All Time High (ATH) di atas 7910 - 8000.

Pergerakan IHSG secara teknikalFoto: Tradingview
Pergerakan IHSG secara teknikal

 

Senada dengan proyeksi secara teknikal, CNBC Indonesia menghimpun konsensus dari 10 institusi dalam memperkirakan potensi penguatan IHSG pada 2025. Median yang dihasilkan memproyeksikan IHSG bisa menguat menembus level All Time High (ATH) baru di 8000.

Data yang dihimpun menunjukkan potensi bullish paling optimis IHSG akan berada di 8200, sementara proyeksi konservatif diperkirakan bakal menguat sampai 7.574. Berikut rinciannya :



(mae)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular