Newsletter

Akankah Fed Rusak Musim Window Dressing?

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
16 December 2024 06:00
Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor. (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)
Foto: Peninjauan terkait Pengaturan Kembali Kebijakan Lartas Barang Impor. (CNBC Indonesia/Lynda Hasibuan)

Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan beserta data ekspor dan juga impor periode November 2024.

Surplus neraca perdagangan diproyeksi masih akan berlanjut pada November 2024. Namun, surplus diproyeksi akan menyusut karena tingginya impor.

Sebelumnya, BPS mencatat surplus neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2024 mencapai US$2,48 miliar, melanjutkan capaian surplus pada September 2024 sebesar US$3,23 miliar.

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada November 2024 akan mencapai US$2,21 miliar.

Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Oktober 2024 yang mencapai US$2,48 miliar.

Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 55 bulan beruntun sejak Mei 2020. Surplus membentang dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) - hingga Prabowo Subianto.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 6,07% (year on year/yoy) sementara impor juga naik 6,36% yoy pada November 2024. Pada Oktober 2024, ekspor terbang 10,3% (yoy) dan impor melesat 17% (yoy).

Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang memperkirakan surplus akan ditopang oleh harga minyak sawit mentah (CPO), emas, kopi, dan kakao.

"Surplus perdagangan diperkirakan masih berlanjut sejalan momentum harga dan permintaan untuk CPO, emas, cacao dan coffee yg masih cukup baik dari global sehingga hal ini mengcounter penurunan ekspor batu bara dan kelompok metal-mining golongan biji-besi," tutur Hosianna kepada CNBC Indonesia.

Dalam catatan Refinitiv, harga CPO memang melonjak cukup tajam. Rata-rata harga CPO pada November adalah MYR 4.904,05 per ton, melesat 12,31% (month to month/mtm) dan terbang 27% (yoy).

Menanti Data Genting dari China

Dari mitra dagang terbesar RI, China juga akan merilis beberapa data ekonomi. Pada hari Senin (16/12/2024), China akan merilis produksi industri China secara tahunan sejak periode Januari hingga November 2024. Sebelumnya terpantau produksi industri China hingga Oktober 2024 tercatat 5,8%. Angka tersebut bergerak stagnan dari periode September 2024 yang juga tercatat 5,8%.

Masih dalam hari yang sama, China juga akan merilis tingkat pengangguran periode November 2024. Sebelumnya tingkat pengangguran di China menurun pada periode Oktober 2024 sebesar 5%, dari 5,1% pada periode September 2024.

Selain itu juga terdapat rilis data penjualan ritel China periode November 2024. Sebelumnya penjualan ritel di China mengalami lonjakan pada periode Oktober menjadi 4,8% dari sebelumnya 3,2% dari periode September 2024.

Dan pada akhir pekan, bank sentral China (PBoC) akan mengumumkan kebijakan suku bunganya pada periode Desember 2024. Sebelumnya pada periode November, China mempertahankan suku bunga acuan pinjamannya tidak berubah, sebuah langkah yang sangat dinanti-nantikan menyusul pemotongan tajam biaya pinjaman bulan lalu. Pemberi pinjaman utama China mempertahankan suku bunga acuan pinjaman 1 tahun dan 5 tahun tetap pada 3,1% dan 3,6%.

Pada bulan Oktober, bank-bank China telah memangkas suku bunga sebagai bagian dari paket stimulus Beijing untuk menghidupkan kembali momentum pertumbuhan, sebuah langkah yang menekan margin keuntungan pemberi pinjaman yang sudah tertekan, membatasi ruang untuk pelonggaran lebih lanjut.

AS Rilis Data PMI

Dari negeri Paman Sam, pada hari Senin (16/12/2024), Amerika Serikat (AS) akan merilis Indeks Output PMI Gabungan AS Global S&P periode Desember 2024. Sebelumnya, Indeks Output PMI Gabungan AS Global S&P naik ke 54,9 pada bulan November, tertinggi dalam 31 bulan, naik dari 54,1 pada bulan Oktober tetapi di bawah estimasi awal sebesar 55,3. Angka tersebut menunjukkan kenaikan bulanan yang kuat dalam output keseluruhan, yang terutama didorong oleh sektor jasa (PMI di 56,1), sementara output manufaktur terus menurun (PMI di 49,7).

Selain itu, juga terdapat data PMI layanan AS periode Desember 2024. Sebelumnya, PMI Layanan AS Global S&P direvisi lebih rendah menjadi 56,1 pada November 2024 dari awal 57, tetapi masih di atas 55 pada Oktober. Pembacaan tersebut menunjukkan pertumbuhan terbesar di sektor jasa sejak Maret 2022, karena aktivitas bisnis dan pesanan baru meningkat. Beberapa perusahaan mengindikasikan bahwa hasil pemilihan Presiden, dan berakhirnya ketidakpastian yang terlihat menjelang pemungutan suara, telah memberikan dorongan bagi pelanggan untuk berkomitmen pada pesanan baru.

Masih di hari yang sama, terdapat data PMI Manufaktur AS periode Desember 2024. Sebelumnya, PMI Manufaktur AS Global S&P direvisi lebih tinggi menjadi 49,7 pada November 2024 dari angka awal 48,8, dan dibandingkan dengan 48,5 pada Oktober, yang menunjukkan hampir stabilisasi di sektor manufaktur. Tingkat penurunan pesanan baru melambat tajam, sementara keyakinan yang lebih kuat terhadap masa depan mendorong perusahaan untuk menambah staf.

Kemudian, hari yang dinantikan para investor dari seluruh dunia adalah pernyataan FOMC dalam memutuskan kebijakan suku bunga bank sentral AS.

The Federal Reserve (Fed) diperkirakan akan menurunkan suku bunga seperempat poin lagi, tepatnya pada 18 Desember 2024. Keputusan ini akan menandai pemotongan suku bunga tiga kali berturut-turut.

Adapun, semua kebijakan tersebut memangkas satu poin persentase penuh dari suku bunga dana federal sejak September lalu.

Sejauh ini, bank sentral AS tampaknya telah bergerak perlahan karena mereka mengkalibrasi ulang kebijakan setelah dengan cepat menaikkan suku bunga ketika inflasi mencapai titik tertinggi dalam 40 tahun.

(ras/ras)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular