China Buat Dunia Kecewa, Kini Investor Dibuat Deg-Degan oleh Amerika
- Pasar keuangan Indonesia kompak berakhir di zona hijau, rupiah dan IHSG sama-sama menguat
- Wall Street kompak menguat, semua indeks berakhir di zona hijau
- Panasnya perang serta data ekonomi AS akan menjadi sentimen pasar hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup euforia pada Selasa (8/10/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat, dan Surat Berharga Negara (SBN) tampak dibeli investor.
Pasar keuangan diperkirakan akan dipengaruhi oleh sentimen eksternal pada hari ini, Rabu (9/10/2024) dengan terdapat beberapa sentimen yang masih ditunggu pelaku pasar beberapa hari ke depan dan agenda hari ini. Selengkapnya mengenai proyeksi dan sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin (8/10/2024), IHSG berakhir di posisi 7.557,14, dalam sehari menguat 0,71%. Secara intraday IHSG sempat menguat lebih dari 1% ke posisi tertinggi di 7.592,884 dan membalikkan posisi merah pada awal sesi di posisi terendah 7.449,48.
Nilai transaksi kemarin cukup ramai mencapai Rp14,06 triliun yang melibatkan 24,17 miliar lembar saham yang ditransaksikan sebanyak 1,47 juta kali. Adapun 261 saham menguat, 290 saham melemah, dan sisanya 240 saham tidak ada perubahan.
Secara sektoral, sektor finansial menjadi yang paling kencang penguatannya dan menjadi penopang terbesar IHSG kemarin yakni mencapai 1,39%. Selain itu, sektor properti dan real estate juga mengalami kenaikan sebesar 1,13%.
Lebih lanjut, terdapat pelemahan pada sektor basic materials sebesar 1,77%, sektor energi melemah 1,37%, termasuk sektor healthcare turun 1,01%.
Sementara dari pasar mata uang, rupiah kembali terpantau menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan kemarin sebesar 0,22% ke angka Rp15.640/US$.
Bank Indonesia (BI) merilis data cadangan devisa yang sedikit turun dari US$150,2 miliar menjadi US$149,9 miliar pada Senin (7/10/2024).
Kendati ada penurunan, posisi cadangan devisa masih cukup kuat untuk menutupi 6,6 bulan impor atau 6,4 bulan impor sekaligus memenuhi pembayaran utang luar negeri pemerintah.
Hal ini menunjukkan bahwa BI masih memiliki ruang untuk melakukan intervensi guna menjaga stabilitas rupiah di tengah tekanan eksternal yang kuat.
Menurut BCA Economic Research, meski penguatan rupiah ini masih terbatas, intervensi BI dan posisi cadangan devisa yang masih melimpah menjadi faktor kunci dalam menopang nilai tukar.
Pasar juga melihat adanya peluang pemangkasan suku bunga oleh BI seiring dengan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed di masa mendatang, yang diharapkan akan meredakan tekanan lebih lanjut terhadap rupiah.
Dengan kondisi ini, rupiah menunjukkan ketahanan yang cukup baik, meskipun risiko dari perkembangan geopolitik global masih perlu terus dipantau.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terpantau kembali menurun dari 6,786% menjadi 6,716%.
Posisi imbal hasil ini mematahkan tren penguatan yang terjadi empat hari secara beruntun.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.
(rev/rev)