Dana Asing Mulai Kabur: Badai di Bursa Saham RI Bisa Makin Kencang
- Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas lesu pada perdagangan kemarin, kecuali rupiah yang kembali bergairah kemarin hingga makin dekati level psikologis Rp 15.000/US$
- Wall Street ditutup beragam pada perdagangan kemarin
- Pasar akan memantau sentimen dari global terutama terkait rilis data klaim pengangguran mingguan AS, data final ekonomi AS pada kuartal II-2024, pidato Powell terkait arah suku bunga ke depannya.
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas pasar keuangan Tanah Air terpantau lesu pada perdagangan Rabu (25/9/2024) kemarin, di mana hanya rupiah yang perkasa kemarin. Sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan Surat Berharga Negara (SBN) berakhir lesu.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,48% ke posisi 7.740,9. IHSG masih bertahan di level psikologis 7.700 kemarin, meski sempat terkoreksi ke level psikologis 7.600.
Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 19,6 triliun dengan melibatkan 30 miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1,5 juta kali. Sebanyak228saham terapresiasi,370 saham terdepresiasi, dan 200 saham stagnan.
Secara sektoral, sektor keuangan menjadi penekan utama yakni sebesar 1,37%. Sedangkan dari sisi saham, penekan utama berasal dari dua saham perbankan raksasa yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) masing-masing sebesar 28,75 dan 19,98 indeks poin.
Investor asing mulai melepas saham-saham di RI, di mana penjualan bersih (net sell) asing mencapai Rp 1,86 triliun di seluruh pasar dengan rincian sebesar Rp 1,99 triliun di pasar reguler, tetapi di pasar tunai dan negosiasi asing masih mencatatkan pembelian bersih (net buy) sebesar Rp 136,52 miliar.
Sementara itu di Asia-Pasifik, bursa sahamnya terpantau beragam, di mana indeks KOSPI Korea Selatan menjadi yang paling parah koreksinya yakni ambruk 1,34%. Sedangkan TAIEX Taiwan menjadi yang paling kencang penguatannya kemarin yakni melesat 1,47%.
Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.
Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin kembali menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dan makin dekati level psikologis Rp 15.000/US$. Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 15.095/US$ di pasar spot, menguat 0,56%.
Sementara di Asia, mata uangnya beragam, di mana yen Jepang menjadi yang paling buruk yakni merosot 0,75%. Sedangkan peso Filipina menjadi yang paling kencang penguatannya kemarin yakni mencapai 0,6%.
Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.
Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin berbalik melemah, terlihat dari imbal hasil (yield) yang berbalik naik.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau naik tipis 0,1 basis poin (bp) menjadi 6,442%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga naiknya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang melemah, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield naik, maka tandanya investor sedang melepas SBN.
Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi pelemahan IHSG adalah langkah pemerintah China melalui bank sentralnya yakni People's Bank of China (PBoC) yang meluncurkan stimulus besar-besaran untuk memulihkan ekonomi mereka yang sedang tertekan.
Stimulus ini termasuk pemangkasan rasio cadangan perbankan dan suku bunga, yang membuat investor asing lebih tertarik ke pasar saham China. Kondisi ini menyebabkan aliran dana asing berpindah dari Indonesia ke China. Terlihat dari asing yang mulai deras melepas saham-saham di RI kemarin.
Investor mulai beralih ke pasar saham China yang dinilai lebih prospektif, terutama di sektor properti, elektronik, dan otomotif.
Stimulus yang diluncurkan oleh China diharapkan mampu mendorong sektor-sektor tersebut untuk bangkit kembali, yang berkontribusi besar terhadap ekonomi mereka.
Ketidakpastian pasar saham Indonesia akibat sentimen global dan aksi profit taking semakin memperburuk kondisi IHSG. Apalagi, IHSG sudah mengalami penguatan dalam sebulan terakhir dan sudah beberapa kali mencetak rekor, sehingga memantik pasar untuk melakukan aksi profit taking.
Namun, rupiah melanjutkan penguatannya kemarin, juga karena mendapat sentimen positif dari stimulus China. Langkah PBoC ini memberikan kelonggaran bagi sektor properti dan rumah tangga di China, meskipun ada kekhawatiran terkait profitabilitas perbankan. Kombinasi sentimen negatif dari AS dan stimulus dari China menciptakan momentum positif bagi rupiah.
(chd/chd)