- Inflasi konsumen membuat pasar semakin optimis di pasar, IHSG dan rupiah pun berpeluang untuk melanjutkan kenaikan
- Data inflasi konsumen AS melambat hingga di bawah 3%
- Penurunan suku bunga The Fed diperkirakan akan terjadi September dengan para pelaku pasar memperkirakan turun 25 bps atau 50 bps
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia menggembirakan pada perdagangan kemarin, didorong oleh tingginya ekspektasi penurunan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat The Federal Reserve atau The Fed pada September.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada perdagangan Rabu (14/8/2024) melesat 1,08% ke posisi 7.436,04. IHSG pun berhasil mencetak rekor terbarunya pada hari ini, di mana rekor terakhir IHSG terbentuk pada perdagangan 14 Maret lalu.
Nilai transaksi indeks pada akhir perdagangan mencapai sekitar Rp 11 triliun dengan melibatkan 17 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,1 juta kali. Sebanyak 333 saham terapresiasi, 241 saham terdepresiasi, dan 220 saham cenderung stagnan.
Secara sektoral, sektor konsumer non-primer menjadi penopang terbesar IHSG di akhir perdagangan kemarin, yakni mencapai 3,42%.
IHSG berhasil ditutup bergairah hingga menyentuh rekor tertinggi barunya, setelah data inflasi produsen AS pada periode Juli 2024 dirilis dan angkanya lebih baik dari ekspektasi pasar sebelumnya.
Indeks harga produsen (producer price index/PPI) untuk permintaan akhir naik tipis 0,1% pada Juli lalu, setelah naik 0,2% tanpa revisi pada Juni 2024, berdasarkan data dari Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja AS.
Angka ini lebih baik dari ekspektasi pasar sebelumnya. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PPI naik 0,2%. Dalam 12 bulan hingga Juli, PPI meningkat 2,2% setelah naik 2,7% pada Juni.
Harga produsen AS meningkat kurang dari yang diharapkan pada Juli karena biaya jasa turun paling banyak dalam hampir sekitar satu tahun di tengah tanda-tanda menurunnya daya penetapan harga untuk bisnis, bukti memudarnya tekanan inflasi yang memperkuat harapan penurunan suku bunga bulan depan.
Harga jasa turun 0,2%, penurunan terbesar sejak Maret 2023, setelah naik 0,4% pada Juni. Penurunan tersebut mencerminkan penurunan 1,3% dalam jasa perdagangan, yang mengukur perubahan margin yang diterima oleh pedagang grosir dan pengecer, penurunan terbesar untuk kategori tersebut sejak Februari 2015. Margin perdagangan naik 1,4% pada Juni.
Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika serikat (AS) kembali ditutup cerah pada perdagangan Rabu (14/8/2024) di tengah respon positif investor terkait rilis data inflasi produsen (PPI) yang melandai.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup di harga Rp15.675/US$ menguat 0,98% dari harga penutupan perdagangan kemarin (13/8/2024). Penguatan ini menghantarkan rupiah ke titik terkuatnya selama hampir lima bulan terakhir atau semenjak 21 Maret 2024.
Pasar memperkirakan adanya penurunan suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin (bps) pada pertemuan September, diikuti dengan penurunan serupa pada pertemuan November dan Desember.
Berda
sarkan perangkat CME FedWatch Tool, peluang pemangkasan suku bunga The Fed pada September menjadi 4,75% - 5,00% mencapai 52,5%. Sedangkan pada akhir tahun, suku bunga The Fed diproyeksikan berada di kisaran 4,25%-4,50%.
Untuk diketahui, The Fed sendiri telah mempertahankan suku bunga acuan pada kisaran 5,25%-5,50% selama setahun terakhir, setelah menaikkan sebesar 525 bps sejak 2022.
Dow Jones Industrial Average meningkat pada hari Rabu setelah rilis data inflasi AS yang lebih menggembirakan.
Indeks Dow yang terdiri dari 30 saham naik 242 poin, atau 0,61%, untuk mengakhiri hari di 40.008,39. S&P 500 naik tipis 0,38% dan ditutup pada 5.455,21, menandai hari kemenangan kelima berturut-turut. Nasdaq Composite berhasil pulih dari kerugian sebelumnya untuk ditutup sedikit lebih tinggi sebesar 0,03% di 17.192,60.
Harga konsumen meningkat 2,9% dibandingkan tahun sebelumnya, turun dari 3% pada bulan Juni dan merupakan angka terendah sejak Maret 2021, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja pada hari Rabu. Secara bulanan, harga naik 0,2%. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan 0,2% dari bulan sebelumnya dan kenaikan 3% dari tahun sebelumnya.
Inflasi inti, yang tidak memperhitungkan makanan dan energi dari angka utama, naik 0,2% dalam sebulan, sesuai dengan ekspektasi.
Laporan ini datang sehari setelah angka inflasi grosir yang lebih rendah dari perkiraan memberikan dorongan pada saham. Dow naik sekitar 1%. S&P 500 naik 1,7%, sementara Nasdaq naik 2,4%.
Investor telah menantikan pembacaan CPI untuk mendapatkan gambaran lengkap tentang kondisi ekonomi, dan untuk memperkuat prospek penurunan suku bunga pada pertemuan bank sentral di bulan September.
"Meskipun tidak sedingin PPI kemarin, CPI yang sesuai ekspektasi hari ini kemungkinan tidak akan mengganggu pasar," kata Chris Larkin, direktur pelaksana perdagangan dan investasi untuk E-Trade dari Morgan Stanley. "Sekarang pertanyaan utamanya adalah apakah The Fed akan menurunkan suku bunga sebesar 25 atau 50 basis poin bulan depan."
Harga pasar berjangka terbelah antara ekspektasi penurunan seperempat atau setengah poin persentase pada pertemuan bank sentral pada 17-18 September, menurut CME FedWatch Tool. Pada akhir tahun, para pedagang mengharapkan pergeseran basis poin.
"Jika sebagian besar data selama lima minggu ke depan menunjukkan ekonomi melambat, The Fed mungkin akan melakukan pemotongan yang lebih agresif," kata Larkin.
Di tempat lain, saham Kellanova melonjak lebih dari 7,8% setelah berita bahwa perusahaan tersebut akan diakuisisi oleh pembuat makanan ringan Mars dalam kesepakatan senilai $36 miliar. Saham perusahaan induk Google, Alphabet, turun 2,3% setelah berita bahwa Departemen Kehakiman AS mempertimbangkan upaya untuk memecah raksasa teknologi tersebut.
Ketiga indeks utama sekarang berada di atas level penutupan 2 Agustus, yang merupakan sesi sebelum penjualan global pada 5 Agustus yang tampaknya terkait dengan pembalikan perdagangan yen carry dan kekhawatiran tentang pertumbuhan ekonomi.
"Meskipun risiko pertumbuhan telah meningkat, kami percaya pasar telah bereaksi berlebihan terhadap sejumlah kecil data yang lemah, bukan perubahan drastis terhadap prospek makro," kata Gargi Chaudhuri, kepala strategi investasi dan portofolio di BlackRock.
Pasar keuangan Indonesia berpeluang melanjutkan pesta pada hari ini setelah inflasi harga konsumen AS melambat hingga di bawah 3%.
Harga konsumen AS naik moderat pada bulan Juli dan kenaikan inflasi tahunan melambat hingga di bawah 3% untuk pertama kalinya dalam hampir 3,5 tahun, membuka pintu lebih lebar bagi The Fed untuk memangkas suku bunga bulan depan.
Dalam 12 bulan hingga Juli, harga konsumen AS meningkat atau terjadi inflasi 2,9%, pertama di bawah 3% dan kenaikan terkecil sejak Maret 2021. Harga konsumen naik 3,0% secara tahunan pada bulan Juni.
"Laporan ini menunjukkan kemajuan berkelanjutan menuju sasaran inflasi Fed," kata Scott Anderson, kepala ekonom di BMO Capital Markets. "Tidak ada yang dapat menghalangi Fed untuk memangkas suku bunga pada bulan September, tetapi harapan pasar untuk pemangkasan yang lebih besar tampaknya masih jauh dari kenyataan."
Kenaikan biaya tempat tinggal sebesar 0,4% menyumbang hampir 90% kenaikan CPI. Biaya tempat tinggal, yang mencakup sewa, naik 0,2% pada bulan Juni. Harga makanan naik 0,2%, sesuai dengan kenaikan bulan Juni. Harga sewa dan makanan yang lebih tinggi dapat terus membebani pikiran para pemilih menjelang pemilihan presiden AS pada tanggal 5 November.
Estimasi ekonom untuk indeks harga PCE, tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah berubah, berkisar antara kenaikan 0,1% hingga 0,18%. Indeks harga inti PCE naik 0,2% pada bulan Juni. Inflasi inti diperkirakan naik 2,6% secara tahunan, sesuai dengan kenaikan bulan Juni.
"Konsumen masih marah dengan inflasi, yang diukur oleh kebanyakan orang dengan membandingkan harga saat ini dengan harga yang kita ingat 'dulu sekali'," kata Bill Adams, kepala ekonom di Comerica Bank. "Jika inflasi terus berlanjut dengan tren yang lebih normal, konsumen akan terbiasa dengan tingkat harga yang lebih tinggi dan rasa frustrasi terhadap inflasi akan memudar."
Data Inflasi Produsen Melambat
Data inflasi konsumen melengkapi data inflasi produsen yang ikut melambat. Indeks harga produsen (PPI) untuk permintaan akhir naik tipis 0,1% pada periode Juli setelah naik 0,2% tanpa revisi pada Juni, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja.
Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PPI naik 0,2%. Dalam 12 bulan hingga Juli, PPI meningkat 2,2% setelah naik 2,7% pada Juni.
Pemangkasan Suku Bunga The Fed Sudah Ditunggu
Pasar keuangan mengantisipasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin pada September, diikuti oleh pemangkasan serupa pada pertemuan November dan Desember.
Berdasarkan perangkat Fedwatch, peluang The Fed memangkas suku bunga pada Desember sangat besar. Bahkan lebih besar kemungkinan bank sentral AS itu menurunkan suku bunga sebanyak 50 basis poin menjadi 4,75% - 5,00% sebesar 51,5% dari saat ini 5,25%-5,50%.
Setelah September, pada dua pertemuan berikutnya pasar meyakini The Fed kembali memangkas suku bunganya. Sebesar 25 basis poin pada pertemuan November dan 25 basis poin pada Desember. Sehingga pada akhir tahun suku bunga The Fed berada di 4,25%-4,50%.
The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 5,25%-5,50% saat ini selama setahun, setelah menaikkannya sebesar 525 basis poin pada tahun 2022 dan 2023.
Surplus Dagang RI Bisa Capai 51 Bulan Beruntun
Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Juli 2024. Surplus kali ini diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya di tengah harga komoditas yang meningkat.
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2024 pada Kamis (15/8/2024).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2024 akan mencapai US$2,5 miliar.
Surplus tersebut naik dibandingkan Juni 2024 yang mencapai US$3,39 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 51 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 5,6% (year on year/yoy) sementara impor juga naik tipis 0,28% yoy pada Juli 2024.
Surplus neraca perdagangan kali ini diperkirakan terjadi khususnya akibat harga batu bara yang naik cukup signifikan sepanjang Juli 2024.
Sepanjang Juli 2024, harga batu bara naik dari US$133,2/ton pada akhir Juni 2024 menjadi US$141,4/ton pada akhir Juli 2024 atau naik 6,15%.
Secara rata-rata pun, harga batu bara pada Juli 2024 lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yakni di angka US$137,63/ton. Sementara rata-rata harga batu bara Juni 2024 sebesar US$135,1/ton.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
- Penjualan ritel China periode Juli (pk 9.00 WIB)
- Audiensi CNBC Indonesia dengan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (10.00 WIB)
- Neraca Dagang Indonesia periode Juli (11.00 WIB)
- Ekspor dan Impor Indonesia periode Juli (11.00 WIB)
- PDB Inggri periode kuartal kedua (13.00 WIB)
- Penjualan ritel AS periode Juli (19.30 WIB)
Berikut sejumlah emiten yang terjadwal untuk hari ini:
- Paparan kinerja semester I-2024 PT Bumi Resources Tbk.
- Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB): GIAA, GTSI, IBST, PORT
- Dividen: MARK
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan : Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investor terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.