Ada Kabar Gembira dari AS, IHSG-Rupiah Siap-siap Bikin Rekor

Robertus Andrianto, CNBC Indonesia
15 August 2024 06:00
Jerome Powell
Foto: CNBC Indonesia/ Edward Ricardo

Pasar keuangan Indonesia berpeluang melanjutkan pesta pada hari ini setelah inflasi harga konsumen AS melambat hingga di bawah 3%.

Harga konsumen AS naik moderat pada bulan Juli dan kenaikan inflasi tahunan melambat hingga di bawah 3% untuk pertama kalinya dalam hampir 3,5 tahun, membuka pintu lebih lebar bagi The FedĀ untuk memangkas suku bunga bulan depan.

Dalam 12 bulan hingga Juli, harga konsumen AS meningkat atau terjadi inflasi 2,9%, pertama di bawah 3% dan kenaikan terkecil sejak Maret 2021. Harga konsumen naik 3,0% secara tahunan pada bulan Juni.

"Laporan ini menunjukkan kemajuan berkelanjutan menuju sasaran inflasi Fed," kata Scott Anderson, kepala ekonom di BMO Capital Markets. "Tidak ada yang dapat menghalangi Fed untuk memangkas suku bunga pada bulan September, tetapi harapan pasar untuk pemangkasan yang lebih besar tampaknya masih jauh dari kenyataan."

Kenaikan biaya tempat tinggal sebesar 0,4% menyumbang hampir 90% kenaikan CPI. Biaya tempat tinggal, yang mencakup sewa, naik 0,2% pada bulan Juni. Harga makanan naik 0,2%, sesuai dengan kenaikan bulan Juni. Harga sewa dan makanan yang lebih tinggi dapat terus membebani pikiran para pemilih menjelang pemilihan presiden AS pada tanggal 5 November.

Estimasi ekonom untuk indeks harga PCE, tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah berubah, berkisar antara kenaikan 0,1% hingga 0,18%. Indeks harga inti PCE naik 0,2% pada bulan Juni. Inflasi inti diperkirakan naik 2,6% secara tahunan, sesuai dengan kenaikan bulan Juni.

"Konsumen masih marah dengan inflasi, yang diukur oleh kebanyakan orang dengan membandingkan harga saat ini dengan harga yang kita ingat 'dulu sekali'," kata Bill Adams, kepala ekonom di Comerica Bank. "Jika inflasi terus berlanjut dengan tren yang lebih normal, konsumen akan terbiasa dengan tingkat harga yang lebih tinggi dan rasa frustrasi terhadap inflasi akan memudar."

Data Inflasi Produsen Melambat

Data inflasi konsumen melengkapi data inflasi produsen yang ikut melambat. Indeks harga produsen (PPI) untuk permintaan akhir naik tipis 0,1% pada periode Juli setelah naik 0,2% tanpa revisi pada Juni, menurut Biro Statistik Tenaga Kerja Departemen Tenaga Kerja.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan PPI naik 0,2%. Dalam 12 bulan hingga Juli, PPI meningkat 2,2% setelah naik 2,7% pada Juni.

Pemangkasan Suku Bunga The Fed Sudah Ditunggu

Pasar keuangan mengantisipasi pemangkasan suku bunga sebesar 25 hingga 50 basis poin pada September, diikuti oleh pemangkasan serupa pada pertemuan November dan Desember.

Berdasarkan perangkat Fedwatch, peluang The Fed memangkas suku bunga pada Desember sangat besar. Bahkan lebih besar kemungkinan bank sentral AS itu menurunkan suku bunga sebanyak 50 basis poin menjadi 4,75% - 5,00% sebesar 51,5% dari saat ini 5,25%-5,50%.

Setelah September, pada dua pertemuan berikutnya pasar meyakini The Fed kembali memangkas suku bunganya. Sebesar 25 basis poin pada pertemuan November dan 25 basis poin pada Desember. Sehingga pada akhir tahun suku bunga The Fed berada di 4,25%-4,50%.

The Fed telah mempertahankan suku bunga acuannya dalam kisaran 5,25%-5,50% saat ini selama setahun, setelah menaikkannya sebesar 525 basis poin pada tahun 2022 dan 2023.

Surplus Dagang RI Bisa Capai 51 Bulan Beruntun

Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Juli 2024. Surplus kali ini diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya di tengah harga komoditas yang meningkat.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2024 pada Kamis (15/8/2024).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2024 akan mencapai US$2,5 miliar.

Surplus tersebut naik dibandingkan Juni 2024 yang mencapai US$3,39 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 51 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 5,6% (year on year/yoy) sementara impor juga naik tipis 0,28% yoy pada Juli 2024.

Surplus neraca perdagangan kali ini diperkirakan terjadi khususnya akibat harga batu bara yang naik cukup signifikan sepanjang Juli 2024.

Sepanjang Juli 2024, harga batu bara naik dari US$133,2/ton pada akhir Juni 2024 menjadi US$141,4/ton pada akhir Juli 2024 atau naik 6,15%.

Secara rata-rata pun, harga batu bara pada Juli 2024 lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yakni di angka US$137,63/ton. Sementara rata-rata harga batu bara Juni 2024 sebesar US$135,1/ton.

(ras/ras)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular