Polling CNBC Indonesia

RI Bakal Cuan Dagang 51 Bulan Beruntun, Batu Bara Jadi Penyelamat

Revo M, CNBC Indonesia
14 August 2024 18:40
Sejumlah perahu tongkang batu bara melintas di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (24/7/2024). Sungai Mahakam berfungsi sebagai jalur pengangkutan batu bara. Setiap hari di sungai ini dipadati tongkang yang membawa muatan batu bara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Sejumlah perahu tongkang batu bara melintas di Sungai Mahakam, Kota Samarinda, Kalimantan Timur, Rabu (24/7/2024). Sungai Mahakam berfungsi sebagai jalur pengangkutan batu bara. Setiap hari di sungai ini dipadati tongkang yang membawa muatan batu bara. (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Neraca perdagangan diproyeksi masih berada di zona surplus periode Juli 2024. Surplus kali ini diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya di tengah harga komoditas yang meningkat.

Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Juli 2024 pada Kamis (15/8/2024).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 13 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Juli 2024 akan mencapai US$2,5 miliar.

Surplus tersebut naik dibandingkan Juni 2024 yang mencapai US$3,39 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 51 bulan beruntun sejak Mei 2020.

Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor masih akan tumbuh 5,6% (year on year/yoy) sementara impor juga naik tipis 0,28% yoy pada Juli 2024.

Surplus neraca perdagangan kali ini diperkirakan terjadi khususnya akibat harga batu bara yang naik cukup signifikan sepanjang Juli 2024.

Sepanjang Juli 2024, harga batu bara naik dari US$133,2/ton pada akhir Juni 2024 menjadi US$141,4/ton pada akhir Juli 2024 atau naik 6,15%.

Secara rata-rata pun, harga batu bara pada Juli 2024 lebih tinggi dibandingkan Juni 2024 yakni di angka US$137,63/ton. Sementara rata-rata harga batu bara Juni 2024 sebesar US$135,1/ton.

Kenaikan harga batu bara sepanjang Juli ini bukan tanpa alasan. Sebagai contoh yakni ekspektasi pemangkasan suku bunga oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) The Fed yang diperkirakan terjadi pada September 2024.

Data-data inflasi yang terus melandai baik dari sisi Producer Price Index (PPI), Consumer Price Index (CPI), dan Personal Consumption Expenditure (PCE). Hal ini semakin memperbesar peluang untuk The Fed membabat suku bunganya dalam waktu dekat.

Jika suku bunga turun sesuai dengan harapan para pelaku pasar, makan greenback dolar AS akan makin murah bagi pemegang mata uang asing lainnya. Hal ini pun dapat menguntungkan komoditas batu bara yang menggunakan transaksi dolar AS. Sehingga harga batu bara dapat lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya dan mendorong peningkatan permintaan batu bara di tengah banyaknya sentimen buruk untuk batu bara.

Kendati harganya cenderung mengalami kenaikan sepanjang Juli 2024, namun Kepala Ekonom Bank Mandiri, Andry Asmoro menyampaikan bahwa nilai tahunan ekspor batu bara diperkirakan akan menurun pada Juli 2024 karena harga batu bara yang relatif lebih rendah, serta penurunan permintaan dari beberapa importir utama batu bara seperti India dan China.

Selain itu nilai ekspor nikel juga diperkirakan akan menurun, tetapi dengan penurunan yang lebih signifikan. Penurunan ini disebabkan oleh kelebihan pasokan di pasar nikel, yang telah menyebabkan penurunan harga secara signifikan.

Namun secara umum, Andry mengatakan bahwa perkiraan surplus yang lebih tinggi dibandingkan periode Juni terjadi akibat permintaan yang lebih tinggi, terutama dari Amerika Serikat dan Eropa.

Sedikit berbeda dengan Andry, Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang mengatakan bahwa neraca perdagangan Indonesia masih akan surplus periode Juli 2024 namun dengan tendensi yang lebih rendah yakni hanya US$1,3 miliar.

Hal ini diperkirakan terjadi akibat data Purchasing Managers' Index (PMI) Manufacturing yang tercatat kontraksi. Alhasil, ia memperkirakan terjadi perlambatan ekspor dan impor pada Juli 2024.

Sedangkan dari sisi Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Fithra Faisal mengatakan bahwa surplus neraca perdagangan Indonesia untuk lower bound di angka US$2,07 miliar dengan baseline di angka US$2,2 miliar.

Fithra juga menyebut bahwa tidak menutup kemungkinan jika neraca dagang dapat melonjak surplus hingga US$2,5 miliar.

"Neraca dagang bisa melonjak hingga US$2,5 miliar tetapi hal tersebut sangat sensitif dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS," papar Fithra.

Untuk diketahui, berdasarkan Refinitiv, rupiah terpantau menguat 0,7% terhadap dolar AS sepanjang Juli dan pada 31 Juli 2024, rupiah ditutup mengalami apresiasi 0,25% di angka Rp16.255/US$.

Dalam perbincangan dengan CNBC Indonesia Research, Fithra menegaskan rupiah yang mengalami apresiasi terlalu tinggi akan mengurangi ekspor juga. Apalagi saat ini global demand sedang tidak bagus sehingga secara relatif akan lebih mahal.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation