Newsletter

Kecewa dengan Amerika, Investor Kini Pelototi Kinerja Perusahaan RI

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
Kamis, 25/07/2024 06:00 WIB
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Tanah Air secara mayoritas merana pada perdagangan Rabu kemarin, di mana investor tampaknya sedang memburu pasar obligasi negara.
  • Wall Street kembali berakhir di zona merah di tengah wait and see menunggu data laporan keuangan
  • Musim rilis kinerja keuangan kuartal kedua 2024 di AS dan semester pertama 2024 di Indonesia berlanjut, sehingga potensi gejolak di pasar keuangan juga cenderung masih akan terjadi.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kembali beragam dengan mayoritas terkoreksi pada perdagangan Rabu (24/7/2024) kemarin, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak merana, sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) tampaknya sedang diburu oleh investor.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih volatile pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin ditutup melemah 0,7% ke posisi 7.262,76. IHSG pun kembali menyentuh level psikologis 7.200 kemarin.

Nilai transaksi IHSG pada kemarin mencapai sekitar Rp 7,4 triliun dengan melibatkan 16miliar saham yang berpindah tangan sebanyak 1 juta kali. Sebanyak 233 saham terapresiasi, 323 saham terdepresiasi, dan 237 saham cenderung stagnan.

Investor asing kembali melakukan aksi jual bersih (net sell) kemarin, yakni mencapai Rp 368,77 miliar di seluruh pasar, dengan rincian sebesar Rp 623,32 miliar di pasar reguler, sedangkan di pasar tunai dan negosiasi, asing tercatat kembali melakukan pembelian bersih (net buy) mencapai Rp 254,55 miliar.

Sedangkan di bursa Asia-Pasifik kemarin, secara mayoritas merana, dengan indeks Nikkei 225 Jepang menjadi yang terburuk yakni ambles 1,11%. Hanya indeks VNI Vietnam yang berhasil menguat kemarin.

Berikut pergerakan IHSG dan bursa Asia-Pasifik pada perdagangan Rabu kemarin.

Sedangkan untuk mata uang rupiah pada perdagangan kemarin terpaksa ditutup di zona merah dalam melawan dolar Amerika Serikat (AS).

Berdasarkan data Refinitiv, rupiah mengakhiri perdagangan kemarin di posisi Rp 16.210/US$ di pasar spot, turun tipis 0,03%.

Sementara di Asia, mata uangnya cenderung bervariasi. Yang unik yakni di Jepang di mana pasar sahamnya menjadi yang terburuk di Asia, tetapi mata uangnya yakni yen menjadi yang terbaik, di mana yen berhasil menguat 0,66% dihadapan dolar AS.

Berikut pergerakan rupiah dan mata uang Asia pada perdagangan Rabu kemarin.

Adapun di pasar surat berharga negara (SBN), pada perdagangan kemarin mulai berbalik arah, terlihat dari imbali hasil (yield) yang mengalami penurunan.

Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan negara terpantau turun 1,6 basis poin (bp) menjadi 6,988%.

Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Ketika yield turun, maka tandanya investor sedang memburu SBN.

Pelemahan rupiah dan IHSG yang terjadi kemarin akibat dari sikap wait and see pelaku pasar perihal data pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2024 serta menunggu inflasi personal AS di akhir pekan ini.

Menurut FactSet, PDB diperkirakan akan meningkat sebesar 1,9%. Jika laporan sesuai dengan prediksi, ini akan menandai peningkatan dari kenaikan 1,4% selama kuartal pertama.

Namun, ini akan menjadi perlambatan yang cukup mencolok dibandingkan dengan paruh kedua tahun 2023, di mana PDB naik 4,9% pada kuartal ketiga dan 3,4% pada kuartal keempat.

Jika PDB AS mengalami peningkatan, maka tendensi untuk terjadinya pemangkasan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) di September akan semakin kecil.

Sementara inflasi AS (Personal Consumption Expenditure/PCE) masih diperkirakan melandai Namun masih belum menyentuh level 2% sesuai target The Fed.

Jika hal ekonomi AS bertumbuh di atas ekspektasi dan inflasi tak kunjung mereda, DXY diperkirakan kembali menguat dan tekanan terhadap rupiah kembali muncul.


(chd/chd)
Pages