
Kecewa dengan Amerika, Investor Kini Pelototi Kinerja Perusahaan RI

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati beberapa sentimen, terutama masih terkait dengan musim rilis kinerja keuangan pada kuartal II-2024 atau semester I-2024.
Pada Rabu kemarin (24/7/2024), terpantau PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) telah merilis kinerja keuangannya pada semester I-2024.
BBCA melaporkan laba bersih sebesar Rp 26,9 triliun, naik 11,1% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada semester I-2024. BCA membukukan peningkatan total kredit sebesar 15,5% yoy menjadi Rp 850 triliun per Juni 2024, berada di atas rata-rata industri.
Pertumbuhan tersebut ditopang ekspansi pembiayaan serta peningkatan volume transaksi dan pendanaan.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan pertumbuhan kredit terjadi di segmen korporasi maupun UMKM, serta pelaksanaan BCA Expoversary mengumpulkan total aplikasi KPR dan kredit kendaraan bermotor (KKB) sekitar Rp 50 triliun.
Kredit korporasi menjadi segmen dengan pertumbuhan tertinggi per Juni 2024, naik 19,9% yoy mencapai Rp 388,6 triliun. Kredit komersial tumbuh 7,9% yoy menjadi Rp 127,8 triliun, dan kredit UKM naik 12,7% yoy hingga menyentuh Rp 114,4 triliun.
Portofolio kredit konsumer meningkat 13,6% yoy menjadi Rp 210,2 triliun, didorong penyaluran KPR yang tumbuh 10,8% yoy mencapai Rp 126,9 triliun serta pertumbuhan KKB sebesar 18,4% yoy menjadi Rp 62,1 triliun. Kenaikan outstanding pinjaman konsumer lainnya (sebagian besar kartu kredit) tercatat sebesar 20,2% yoy mencapai Rp17,8 triliun.
Seiring dengan pertumbuhan tersebut, rasio loan at risk (LAR) tercatat sebesar 6,4% pada semester I 2024, turun dibandingkan angka setahun lalu yaitu 9%. Rasio kredit bermasalah (NPL) berada di angka 2,2%. Rasio pencadangan NPL dan LAR berada pada level yang memadai, masing-masing sebesar 190,2% dan 71,2%.
Di sisi pendanaan, total dana pihak ketiga (DPK) naik 5% yoy menyentuh Rp 1.125 triliun. Dana giro dan tabungan (CASA) berkontribusi 82% lebih dari total DPK, tumbuh 5,8% mencapai Rp 915 triliun.
Pendapatan bunga bersih (net interest income/NII) pada semester I 2024, naik sebesar 7,9% yoy, mencapai Rp39,9 triliun. Pendapatan selain bunga naik 12,1% yoy menjadi Rp 12,4 triliun. Total pendapatan operasional mencapai Rp 52,4 triliun, naik 8,9% yoy.
Sementara untuk Unilever (UNVR), laba bersihnya terpantau menurun 11% (yoy) menjadi Rp 2,46 triliun pada semester I-2024. Namun, marjin laba kotor pada semester I- 2024 meningkat 17 basis poin dari semester II 2023 menjadi 49,7%, tetapi turun 14 basis poin secara tahunan.
Presiden Direktur UNVR, Benjie Yap mengatakan, capaian tersebut berasal dari penjualan bersih sebesar Rp 19,0 triliun.
Pendapatan domestik bertumbuh sebesar 4,1% dibandingkan semester II 2023, menurun sebesar 5,7% (yoy), terutama dikarenakan Pertumbuhan Harga Dasar (UPG) yang melemah.
"Pada paruh pertama 2024 ini kami menangani beberapa tantangan jangka pendek sembari terus mencatatkan kemajuan di bagian-bagian yang penting bagi masa depan Perseroan," ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (24/7).
Sementara biaya iklan meningkat sebesar 157 basis poin dari 7,6% pada semester I 2023, menjadi 9,1% di semester I tahun ini.
Sejauh ini, dua emiten berkapitalisasi pasar besar tersebut masih mencatatkan kinerja yang cukup baik di semester I-2024, meski untuk UNVR memang ada sedikit penurunan laba bersihnya.
Namun, musim rilis kinerja semester I-2024 masih terus berlanjut. Pada hari ini, giliran PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) yang akan merilis kinerjanya pada semester I-2024.
Sebagai catatan, BRI membukukan kenaikan laba bersih 18,83% (yoy) menjadi Rp 29,56 triliun pada semester I-2023. Sementara pada kuartal I-2024, BRI mencatatkan laba bersih konsolidasi senilai Rp 15,98 triliun atau naik 2,69 % secara tahunan (yoy).
Laporan semester I-2024 akan mencerminkan seberapa kuat perusahaan menghadapi gejolak ekonomi global, pelemahan rupiah, dan pelemahan daya beli.
Musim Laporan Keuangan di AS Mengecewakan
Namun sayangnya di AS, investor cenderung kecewa dengan hasil kinerja dari dua emiten big tech AS yakni Alphabet (Google) dan Tesla.
Alphabet melaporkan pendapatan dari iklan di YouTube turun di bawah perkiraan konsensus, meski hasil kinerjanya di kuartal II-2024 secara keseluruhan berada di atas ekspektasi analis.
Sedangkan Tesla, laba bersihnya mengalami penurunan hingga 45% pada kuartal II-2024. Laba bersih Tesla dalam tiga bulan kedua tahun ini tercatat senilai US$ 1,48 miliar atau setara Rp 23,94 triliun (asumsi kurs Rp 16.200/US$), turun signifikan dari catatan setahun sebelumnya yang mencapai US$ 2,70 miliar (Rp 43,79 triliun).
Penurunan signifikan kinerja Tesla terjadi di tengah permintaan kendaraan listrik (electric vehicle/EV) yang mulai mendingin, serta perang harga sedang terjadi akibat munculnya banyak penantang baru di segmen industri otomotif ramah lingkungan.
Kekecewaan investor akan kinerja keuangan Alphabet dan Tesla pada kuartal II-2024 pun berimbas ke saham-saham big tech AS lainnya, di mana saham Nvidia, Meta Platform (Facebook), dan Microsoft pun ambruk.
Kinerja keuangan dari raksasa teknologi pada kuartal II-2024 akan menjadi kunci dalam menentukan apakah rekor kenaikan pada tahun 2024 dapat dipertahankan, atau apakah saham-saham AS dinilai terlalu tinggi.
Namun sejauh ini, musim laporan keuangan secara keseluruhan dimulai dengan baik. Berdasarkan data dari FactSet,lebih dari 25% emiten di S&P 500 telah melaporkan pendapatan kuartal kedua mereka, dengan sekitar 80% di antaranya melampaui ekspektasi.
Data Pertumbuhan Ekonomi AS dan PCE
Di lain sisi, pasar cenderung wait and see menanti rilis data pertumbuhan ekonomi AS kuartal II-2024, data klaim pengangguran mingguan, serta menunggu inflasi personal AS di akhir pekan ini.
Menurut FactSet, PDB diperkirakan akan meningkat sebesar 1,9%. Jika laporan sesuai dengan prediksi, ini akan menandai peningkatan dari kenaikan 1,4% selama kuartal pertama.
Namun, ini akan menjadi perlambatan yang cukup mencolok dibandingkan dengan paruh kedua tahun 2023, di mana PDB naik 4,9% pada kuartal ketiga dan 3,4% pada kuartal keempat.
Jika PDB AS mengalami peningkatan, maka tendensi untuk terjadinya pemangkasan suku bunga The Fed di September akan semakin kecil.
Selain data PDB AS pada kuartal II-2024, AS juga akan merilis data klaim pengangguran mingguan untuk periode pekan yang berakhir 20 Juli 2024. Konsensus pasar memperkirakan angka klaim pengangguran pada pekan lalu cenderung meningkat menjadi 247.000, dari sebelumnya sebesar 243.000 pada pekan sebelumnya.
Jika klaim pengangguran kembali meningkat, maka sektor tenaga kerja di Negeri Paman Sam juga sedang kurang baik dan hal ini dapat meyakinkan pelaku pasar bahwa The Fed dapat lebih bersikap dovish.
Namun yang utama ditunggu-tunggu pelaku pasar yakni data inflasi PCE AS, di mana angkanya masih diperkirakan melandai namun masih belum menyentuh targetnya di level 2%.
Meski begitu, pasar masih optimis bahwa pemangkasan suku bunga The Fed masih dapat dimulai pada pertemuan September mendatang.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar memperkirakan The Fed akan memulai memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan September mendatang mencapai 93,3%.
Sedangkan di pertemuan November, pasar juga memprediksi The Fed memangkas suku bunga untuk kedua kalinya yang mencapai 58,4%. Kemudian pada pertemuan terakhir di 2024 tepatnya pada Desember, pasar yang memprediksi The Fed kembali memangkas suku bunga ketiga kalinya mencapai 55,6%.
(chd/chd)