
Biden Mundur dari Pilpres AS & China Beri Kabar Genting: RI Aman?

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street sepanjang pekan lalu secara mayoritas merana, karena investor di AS cenderung beralih ke saham industri yang bisa memberikan hasil jangka panjang.
Secara point-to-point pada pekan lalu, hanya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang terpantau masih menguat yakni naik 0,19%.
Sedangkan indeks S&P 500 ambruk 2,24% dan Nasdaq Composite anjlok 4,04% secara point-to-point.
Pada perdagangan Jumat pekan lalu, ketiganya berakhir merana, di mana Dow Jones ditutup merosot 0,93%, S&P 500 terkoreksi 0,71%, dan Nasdaq melemah 0,81%.
Investor di AS tampaknya cenderung beralih ke saham industri yang bisa memberikan hasil jangka panjang. Alhasil, saham-saham teknologi pun berakhir merana.
"Sepanjang paruh pertama tahun ini, saham-saham large caps memimpin pasar. Namun sejak pertengahan tahun, keadaan telah berubah," kata Alan Wynne, spesialis produk investasi JPMorgan Wealth Management.
Wynne mengatakan bahwa S&P dan Nasdaq mengungguli saham-saham small caps masing-masing sebesar 16 % lebih dan 18% pada semester pertama tahun ini.
Namun sejak pertengahan tahun, saham-saham berkapitalisasi kecil telah naik lebih dari 9 %, lebih besar dari kenaikan 2% lebih untuk S&P dan kurang dari 1 % untuk Nasdaq.
Di lain sisi, saham-saham teknologi merana setelah adanya pemadaman teknologi massal di beberapa negara, disebabkan gangguan pembaharuan dari perangkat lunak keamanan siber yakni CrowdStrike.
Ketika pembaruan perangkat lunak oleh penyedia layanan keamanan siber CrowdStrike, menyebabkan pemadaman komputer yang meluas di seluruh dunia sehingga menghentikan layanan penerbangan, bank, dan bisnis di berbagai negara.
Melansir dari The Guardian, gangguan ini disebabkan oleh perusahaan keamanan siber, CrowdStrike. Pembaruan pada salah satu perangkat lunak CrowdStrike, Falcon Sensor mengalami malfungsi sehingga menyebabkan kerusakan pada komputer yang mengoperasikan Windows.
Menurut CrowdStrike, hal itu menyebabkan kegagalan teknologi besar di seluruh dunia.
"Pemadaman teknologi ini menambah ketidakpastian dan memberikan tekanan pada Nasdaq secara keseluruhan," kata Robert Pavlik, manajer portofolio senior di Dakota Wealth di Fairfield, Connecticut.
Di lain sisi, Presiden The Fed Bank of New York, John Williams menegaskan kembali komitmen bank sentral untuk menurunkan inflasi ke target 2%.
Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar keuangan memperkirakan kemungkinan sebesar 93,5% bahwa The Fed akan memasuki fase penurunan suku bunga pada akhir pertemuan September.
(chd/chd)