Newsletter

Biden Mundur dari Pilpres AS & China Beri Kabar Genting: RI Aman?

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
22 July 2024 05:59
Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Masih Dihantui Virus Corona, IHSG Merah. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
  • Pasar keuangan Tanah Air pada pekan lalu terpantau kurang menggembirakan, meski sentimen pasar global terus membaik.
  • Wall Street terpantau merana pada pekan lalu, karena investor mulai melakukan rotasi investasinya dari sektor teknologi ke sektor lainnya.
  • Pekan ini, sentimen pasar dari dalam negeri cenderung minim, tetapi di AS pasar akan memantau data inflasi PCE, sebagai acuan selanjutnya untuk sikap The Fed.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia pada pekan lalu terpantau kurang menggembirakan, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), rupiah, dan Surat Berharga Negara (SBN) terpantau merana.

Pasar keuangan Indonesia diharapkan membaik pada pekan ini. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini dan sepanjang pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

Pada pekan lalu, IHSG melemah 0,45% secara point-to-point (ptp). Koreksi IHSG sepanjang pekan lalu mengakhiri penguatannya yang sudah terjadi selama empat pekan beruntun. Sedangkan pada perdagangan Jumat pekan lalu, IHSG ditutup terkoreksi 0,36% di 7.294,5.

Tetapi, investor asing mulai melakukan aksi pembelian bersih (net buy) hingga Rp 1,9 triliun di seluruh pasar pada pekan lalu.

Sedangkan untuk rupiah sepanjang pekan lalu juga melemah 0,31% di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) secara point-to-point (ptp). Pada perdagangan Jumat lalu, rupiah ditutup terkoreksi 0,22% di Rp 16.185/US$.

Sementara di pasar SBN, imbal hasil (yield) tenor 10 tahun yang merupakan acuan SBN negara berada sepanjang pekan lalu cenderung naik 1,7 basis poin (bp) menjadi 6,947%, dari sebelumnya pada posisi pekan sebelumnya di 6,93%.

Yield yang naik menandai harga SBN yang sedang turun, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%. Yield SBN naik juga menandakan bahwa investor cenderung sedang melepas SBN, terutama investor asing.

Pasar keuangan RI merana meski sentimen pasar global terus membaik. Hal ini terjadi setelah Bank Indonesia (BI) kembali menahan suku bunga acuannya dan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) terus menunjukkan sikap yang lebih dovish.

BI telah memutuskan untuk kembali menahan suku bunganya di level 6,25% pada Juli 2024.Demikianlah disampaikan Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu (17/7/2024)

"Keputusan ini konsisten dengan kebijakan moneter pro stability untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi 2,5 plus minus 1% pada 2024 ini dan tahun 2025 tahun depan," ujarnya.

Perry mengungkapkan fokus kebijakan moneter dalam jangka pendek untuk penguatan efektivitas nilai tukar rupiah dan menarik aliran modal asing.

"Sementara itu kebijakan makro-prudential dan sistem pembayaran tetap pro growth untuk pertumbuhan ekonomi berkelanjutan kebijakan makro-prudential longgar untuk mendorong kredit kepada dunia usaha dan RT," tegas Perry.

Keputusan BI ini pada dasarnya selaras dengan konsensus yang dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 12 institusi yang mayoritas memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun diturunkan pada pertemuan Juli ini.

Dengan suku bunga yang ada saat ini, diharapkan mampu membuat rupiah tetap berada dalam kondisi yang stabil dan cenderung menguat sesuai dengan target yang sudah diharapkan BI yakni di bawah level Rp 16.000/US$.

Selain itu, The Fed tampaknya sudah mulai lebih dovish belakangan ini. Berdasarkan perangkat Fedwatch, pasar menilai ada peluang bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed mulai pangkas suku bunga pada September. Probabilitas mencapai 91,7 suku bunga turun pertama kali sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%-5,25%.

Pemangkasan tersebut berlanjut pada dua pertemuan berikutnya, masing-masing 25 basis poin pada pertemuan November dan satu lagi pada Desember.

Hal ini didorong oleh data-data ekonomi, salah satunya laporan klaim pengangguran AS yang baru saja rilis semalam.

Klaim awal tunjangan pengangguran negara meningkat 20,000 menjadi 243,000 yang disesuaikan secara musiman untuk pekan yang berakhir 13 Juli, Departemen Tenaga Kerja mengatakan pada hari Kamis. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan 230.000 klaim pada minggu terakhir.

Kenaikan ini mendorong klaim kembali ke level tertinggi dalam 10 bulan yang dicapai pada awal Juni dan tepat di atas kisaran 194.000-243.000 untuk tahun ini. Hal ini menghapuskan penurunan pada minggu sebelumnya, yang disebabkan oleh kesulitan dalam menyesuaikan data menjelang hari libur, seperti Hari Kemerdekaan AS.

Di lain sisi, pasar keuangan RI sempat bergejolak oleh sentimen pelantikan tiga wakil menteri baru untuk sisa pemimpinan Kabinet Indonesia Maju periode 2019-2024 dilakukan kemarin, Kamis lalu.

Adapun tiga wakil menteri baru tersebut yakni Sudaryono sebagai Wakil Menteri Pertanian, Thomas Djiwandono sebagai Wakil Menteri Keuangan II, dan Yuliot sebagai Wakil Menteri Investasi/Wakil Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

Beralih ke Amerika Serikat (AS), bursa saham Wall Street sepanjang pekan lalu secara mayoritas merana, karena investor di AS cenderung beralih ke saham industri yang bisa memberikan hasil jangka panjang.

Secara point-to-point pada pekan lalu, hanya indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) yang terpantau masih menguat yakni naik 0,19%.

Sedangkan indeks S&P 500 ambruk 2,24% dan Nasdaq Composite anjlok 4,04% secara point-to-point.

Pada perdagangan Jumat pekan lalu, ketiganya berakhir merana, di mana Dow Jones ditutup merosot 0,93%, S&P 500 terkoreksi 0,71%, dan Nasdaq melemah 0,81%.

Investor di AS tampaknya cenderung beralih ke saham industri yang bisa memberikan hasil jangka panjang. Alhasil, saham-saham teknologi pun berakhir merana.

"Sepanjang paruh pertama tahun ini, saham-saham large caps memimpin pasar. Namun sejak pertengahan tahun, keadaan telah berubah," kata Alan Wynne, spesialis produk investasi JPMorgan Wealth Management.

Wynne mengatakan bahwa S&P dan Nasdaq mengungguli saham-saham small caps masing-masing sebesar 16 % lebih dan 18% pada semester pertama tahun ini.

Namun sejak pertengahan tahun, saham-saham berkapitalisasi kecil telah naik lebih dari 9 %, lebih besar dari kenaikan 2% lebih untuk S&P dan kurang dari 1 % untuk Nasdaq.

Di lain sisi, saham-saham teknologi merana setelah adanya pemadaman teknologi massal di beberapa negara, disebabkan gangguan pembaharuan dari perangkat lunak keamanan siber yakni CrowdStrike.

Ketika pembaruan perangkat lunak oleh penyedia layanan keamanan siber CrowdStrike, menyebabkan pemadaman komputer yang meluas di seluruh dunia sehingga menghentikan layanan penerbangan, bank, dan bisnis di berbagai negara.

Melansir dari The Guardian, gangguan ini disebabkan oleh perusahaan keamanan siber, CrowdStrike. Pembaruan pada salah satu perangkat lunak CrowdStrike, Falcon Sensor mengalami malfungsi sehingga menyebabkan kerusakan pada komputer yang mengoperasikan Windows.

Menurut CrowdStrike, hal itu menyebabkan kegagalan teknologi besar di seluruh dunia.

"Pemadaman teknologi ini menambah ketidakpastian dan memberikan tekanan pada Nasdaq secara keseluruhan," kata Robert Pavlik, manajer portofolio senior di Dakota Wealth di Fairfield, Connecticut.

Di lain sisi, Presiden The Fed Bank of New York, John Williams menegaskan kembali komitmen bank sentral untuk menurunkan inflasi ke target 2%.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, pasar keuangan memperkirakan kemungkinan sebesar 93,5% bahwa The Fed akan memasuki fase penurunan suku bunga pada akhir pertemuan September.

Sentimen pasar dari perilisan data ekonomi cenderung minim, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri pada hari ini. Namun, ada beberapa data ekonomi yang akan dirilis pada hari ini  yakni data uang beredar (M2) Indonesia periode Juni 2024 dan suku bunga acuan bank sentral China.

Salah satu sentimen besar hari ini adalah mundurnya Joe Biden dari pemilihan presiden AS pada November mendatang.

Meski minim, tetapi dari AS pada pekan ini terkait perilisan data ekonomi cukup ramai, di mana investor akan memantau rilis data inflasi personal periode Juni 2024.

Berikut sentimen pasar pada pekan ini.

Joe Biden Mundur dari Pemilihan Presiden AS

Joe Biden, politisi top Partai Demokrat serta Presiden AS saat ini, digadang-gadang akan melawan Donald Trump dari Partai Republik  pada pemilihan presiden AS pada November mendatang. Namun, Biden secara mengejutkan mengumumkan akan mundur dari kontestasi politik tertinggi di Amerika Serikat.

Joe Biden yang merupakan pertahana mengumumkan pengunduran dirinya lewat unggahan di media sosial.
"Merupakan kehormatan terbesar dalam hidup saya untuk menjabat sebagai presiden Anda," tulisnya di media sosial.

"Dan meskipun saya berniat untuk mencalonkan diri kembali, saya yakin ini demi kepentingan terbaik partai saya dan negara jika saya mundur dan fokus sepenuhnya pada pemenuhan tugas saya sebagai presiden selama sisa masa jabatan saya."

Biden menyerah pada tekanan tanpa henti dari sekutu terdekatnya di Partai Demokrat yang terus mendesak sosok berumur 81 tahun tersebut untuk mundur dari pencalonan di tengah kekhawatiran mendalam bahwa ia terlalu tua dan lemah untuk mengalahkan mantan Presiden Donald J. Trump.

Dalam unggahan di media sosial, Biden juga menyebut Wakil Presiden Kamala Harris sebagai "mitra yang luar biasa," dan dirinya mendukung Harris untuk menggantikan posisinya.

Pengumuman dari Biden, yang sedang menjalani isolasi karena Covid, terjadi hanya tiga hari setelah Trump menyampaikan pidato sarat tensi saat menerima pencalonan partainya untuk mendapatkan kesempatan kembali ke Gedung Putih untuk masa jabatan kedua.

Trump, yang telah mempersiapkan pertarungan ulang dengan Biden selama empat tahun, kini akan menghadapi lawan yang berbeda dan belum diketahui dari Partai Demokrat, dengan hanya 110 hari tersisa hingga Hari Pemilihan.

China

Pada hari ini, Senin (22/7/2024)  China akan mengumumkan kebijakan suku bunga acuan terbarunya. Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan bank sentral China (People's Bank of China/PBoC) akan kembali menahan suku bunga acuannya kali ini.

Untuk suku bunga acuan tenor satu tahun diprediksi akan tetap bertahan di level 3,45%. Sedangkan untuk suku bunga acuan tenor lima tahun diprediksi bertahan di 3,95%.

Pekan lalu, China mengumumkan pertumbuhan ekonomi Tiongkok tumbuh jauh lebih lambat dari perkiraan pada kuartal kedua 2024, terhambat oleh penurunan properti yang berkepanjangan dan ketidakamanan lapangan kerja.

Data resmi menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia ini tumbuh 4,7% (year on year/yoy) pada April-Juni 2024, pertumbuhan paling lambat sejak kuartal pertama tahun 2023 dan meleset dari perkiraan 5,1% dalam jajak pendapat Reuters. Pertumbuhan ini juga melambat dari ekspansi kuartal sebelumnya sebesar 5,3%.

Meski ekonomi China mengalami penurunan, tetapi pemerintah setempat tetap percaya diri dapat mempertahankan pertumbuhan ekonominya.

"Melalui upaya yang gigih, perekonomian kami mencapai peningkatan output dan kualitas yang lebih baik pada paruh pertama tahun ini. Hal ini memberikan landasan yang kuat untuk mencapai target pertumbuhan kami sepanjang tahun," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Lin Jian dalam konferensi pers di Beijing, Selasa (16/7/2024) lalu.

Bahkan, perlambatan pertumbuhan yang lebih tajam dari perkiraan pada kuartal II 2024, mendorong Goldman Sachs menurunkan perkiraan pertumbuhan China menjadi 4,9%, dari sebelumnya 5,0% pada tahun ini.

 Indonesia

Pada hari ini, Senin (22/7/2024) Bank Indonesia akan merilis data perkembangan uang beredar Juni 2024. 

Sebagai informasi, sebelumnya likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada periode Mei 2024 tumbuh lebih tinggi. Posisi M2 pada Mei 2024 tercatat sebesar Rp 8.965,9 triliun atau tumbuh sebesar 7,6% secara tahunan (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya 6,9% (yoy).

Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 6,3% (yoy) dan uang kuasi sebesar 8,8% (yoy). Perkembangan M2 pada Mei 2024 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih.

Penyaluran kredit pada Mei 2024 tumbuh sebesar 11,4% (yoy), menurun dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 12,3% (yoy).

Sedangkan aktiva luar negeri bersih tumbuh sebesar 0,6% (yoy), lebih baik dibandingkan bulan sebelumnya yang terkontraksi sebesar 1,1% (yoy).

Sementara itu, tagihan bersih kepada pemerintah pusat tumbuh sebesar 22,7% (yoy), setelah tumbuh sebesar 25,8% (yoy) pada April 2024.

Amerika Serikat

Pada pekan ini Amerika Serikat (AS) juga akan merilis beberapa data ekonomi dan agenda cukup penting, di mana salah satunya yakni data awal pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2024 dan tingkat inflasi pengeluaran pribadi konsumen AS (PCE).

Data pertumbuhan ekonomi kuartal II-2024 akan diumumkan pada Kamis sementara data inflasi PCE akan dirilis pada Jumat pekan ini.

Konsensus pasar dalam Trading Economics memperkirakan produk domestik bruto (PDB) awal AS pada kuartal II-2024 akan tumbuh 2,5%, lebih tinggi dari data aktual PDB AS pada kuartal I-2024.

Pertumbuhan ekonomi AS terus berada di atas ekspektasi, meskipun terjadi peningkatan suku bunga, pelemahan di negara-negara besar lainnya, dan penurunan kelebihan tabungan.

Meskipun pertumbuhan PDB riil melambat pada kuartal pertama tahun ini, tampaknya para pengambil kebijakan telah berhasil menghindari resesi, sekaligus menurunkan inflasi mendekati target 2%.

Skenario dasar dari Deloitte masih positif dalam waktu dekat. Belanja konsumen diperkirakan akan tetap kuat pada semester pertama 2024 karena perbaikan berkelanjutan di pasar tenaga kerja dan tingkat belanja yang stabil di sektor bisnis dan pemerintah.

Faktor-faktor tersebut diproyeksikan akan mendukung pertumbuhan PDB riil tahun ini. Meskipun perkiraan dasar Deloitte masih penuh harapan, memasukkan skenario yang lebih optimis dibandingkan perkiraan dasar mereka, di mana skenario peningkatan produktivitas tenaga kerja melebihi perkiraan dasar dan perubahan struktural pada pasar tenaga kerja terjadi dalam jangka panjang.

Inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS tetap berada di atas ambang batas 3% pada kuartal kedua tahun ini, sebelum diprediksi turun menjadi 2,7% pada akhir tahun 2024.

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) juga berhasil mengatasi hambatan menuju soft landing dengan memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada kuartal kedua. setengah tahun 2024 dan dilanjutkan dengan pemotongan hingga mencapai tingkat netral 2,5% hingga 3% pada tahun 2027.

Pertumbuhan lapangan kerja melambat karena tingkat pembentukan lapangan kerja saat ini tidak berkelanjutan, mengingat demografi dan partisipasi angkatan kerja.

Akibatnya, tingkat pengangguran turun dalam jangka pendek, namun meningkat menjadi sedikit di bawah 4% pada tahun 2025 sebelum menurun secara bertahap selama sisa periode perkiraan.

Investasi besar yang didorong oleh Undang-Undang Pengurangan Inflasi memberikan dorongan pada sektor manufaktur. Selain itu, investasi pada kekayaan intelektua seperti penggunaan AI dan teknologi baru lainnya akan terus mendorong pertumbuhan di sektor bisnis.

Tak hanya itu saja, data klaim pengangguran mingguan untuk pekan yang berakhir 20 Juli 2024 juga akan dirilis pada pekan ini, di mana angkanya diperkirakan meningkat menjadi 247.000, dari sebelumnya sebesar 243.000 pada pekan sebelumnya.

Namun, yang pasti ditunggu-tunggu oleh pelaku pasar yakni data inflasi pengeluaran pribadi (PCE) periode Juni 2024 yang diumumkan Jumat pekan ini. Meski begitu, proyeksi pasar mencatat inflasi PCE pada Juli sedikit naik menjadi 2,6% secara tahunan (yoy). Namun, angka ini masih dinilai cukup mendingin dan membuat pelaku pasar semakin yakin bahwa The Fed dapat memangkas suku bunganya pada September mendatang.

Berdasarkan survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa 94% pelaku pasar berekspektasi terjadi first cut rate pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bp).

Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:

  1. Keputusan suku bunga bank sentral China (08:15 WIB),
  2. Rilis data uang beredar M2 Indonesia periode Juni 2024 (10:00 WIB)
  3. Launching dan Sosialisasi Implementasi Komoditas Nikel dan Timah melalui SIMBARA di Aula Dhanapala Kementerian Keuangan, Jakarta. Turut hadir antara lain Menteri Keuangan, Menko Marves, Menteri Perdagangan, Menteri ESDM, dan Ketua KPK (10.00 WIB)
  4. "Road to SAFE 2024: Strengthening ESG Implementation in Indonesia's Business Sector" di Main Hall BEI, Jakarta. Turut hadir Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK (13.00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:

  1. Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa PT Informasi Teknologi Indonesia Tbk (14:00 WIB).

 

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular