Lebih lanjut proyeksi mengenai arah kebijakan suku bunga BI yang akan diumumkan pada siang nanti diulas di halaman ketiga. Kemudian agenda-agenda penting di halaman keempat,
Pasar keuangan Indonesia pada perdagangan kemarin (16/7/2024) lesu. Baik Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) maupun nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sama-sama berakhir di zona pelemahan.
Indeks saham di Wall Street naik dan Dow Jones Industrial Average mencapai penutupan tertinggi sepanjang masa pada hari Selasa setelah data penjualan ritel AS mendukung pandangan bahwa Federal Reserve sedang mendekati siklus pelonggaran, mengendalikan inflasi sementara menghindari resesi.
Dow Jones Industrial Average naik 742,76 poin, atau 1,85%, menjadi 40.954,48 , S&P 500 naik 35,98 poin, atau 0,64%, pada 5.667,2 dan Nasdaq Composite bertambah 36,77 poin, atau 0,2%, pada 18.509,34 .
Dari 11 sektor utama di S&P 500, industri menikmati persentase kenaikan terbesar, sementara dan jasa adalah dua sektor yang berakhir di wilayah negatif.
Ketiga indeks saham utama AS menguat hari ini , namun melemahnya saham-saham dengan pertumbuhan megacap , yang dipimpin oleh Nvidia Corp dan Microsoft Corp , membatasi kenaikan Nasdaq yang merupakan perusahaan teknologi tinggi.
Saham-saham berkapitalisasi kecil yang sensitif secara ekonomi memperpanjang kenaikannya. Russell 2000 mencetak kenaikan hari kelima berturut-turut lebih dari 1%, kenaikan beruntun terpanjang sejak April 2000. Indeks naik 3,5 %, menyentuh level tertinggi sejak Januari 2022.
Saham transportasi Dow juga mengungguli indeks yang lebih luas, mencatat persentase kenaikan satu hari terbesar sejak November dan mencapai level penutupan tertinggi sejak Agustus 2023 karena investor semakin fokus pada area pasar yang undervalued.
Value stocks , yang kinerjanya lebih buruk dari rekan-rekan mereka yang pertumbuhannya dan S&P 500 yang lebih luas sepanjang tahun ini, melonjak 1,5%.
"Rotasi ini menggarisbawahi kemungkinan penurunan suku bunga pada awal September," kata Greg Bassuk, CEO AXS Investments di New York.
"Perusahaan-perusahaan berkapitalisasi kecil merupakan salah satu perusahaan yang memiliki posisi terbaik untuk mendapatkan keuntungan dari penurunan suku bunga, dan saat ini kita melihat trifecta pendapatan yang kuat, perekonomian yang tangguh dan keyakinan yang tinggi terhadap penurunan suku bunga pada bulan September."
Data penjualan ritel yang lebih kuat dari perkiraan yang dilaporkan oleh Departemen Perdagangan. Hal ini memberikan kepastian bahwa belanja konsumen, yang menyumbang sekitar 70% perekonomian AS , tetap tangguh meskipun ada kebijakan moneter yang membatasi, dan meredakan kekhawatiran bahwa suku bunga tinggi dapat membawa perekonomian ke dalam resesi.
"Jika Anda melihat data ekonomi, pertumbuhannya melambat namun tidak pada kecepatan yang mengkhawatirkan," kata Tom Hainlin, ahli strategi investasi nasional di US Bank Wealth Management di Minneapolis. "The Fed melihat apa yang ingin mereka lihat - ini adalah titik manis perekonomian yang melambat namun tidak terlalu banyak dan tidak terlalu cepat."
"Reli kecil ini tampaknya didasarkan pada pemotongan suku bunga The Fed pada pertemuan September, di mana pasar berjangka menyiapkan probabilitas 100%," tambah Hainlin.
Bank Indonesia menjadi pusat perhatian investor pada perdagangan hari ini, terutama soal suku bunga. Kebijakan Bank Indonesia dinanti karena memiliki efek yang luas terhadap ekonomi Indonesia.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 12 lembaga/institusi yang mayoritas memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun diturunkan pada pertemuan Juli ini. Namun satu suara menunjukkan ada potensi BI rate akan dinaikkan bulan ini.
Nilai tukar rupiah yang seringkali menjadi patokan BI dalam menentukan BI rate juga terpantau terkendali terkhusus sejak akhir Juni hingga 15 Juli 2024.
Chief Economist BRI Anton Hendranata menyampaikan bahwa tidak ada alasan BI menaikkan suku bunganya pada Juli 2024 ini. Hal ini ia perkirakan mengingat rupiah masih in range sesuai dengan ekspektasi BI serta cadangan devisa (cadev) yang masih tetap tinggi yakni sebesar US$140,2 miliar pada Juni 2024.
Lebih lanjut, Anton juga menyampaikan bahwa keputusan BI rate tak lepas dari suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed).
"Model ekonometrik menunjukkan bahwa pergerakan suku bunga The Fed berpengaruh signifikan terhadap probabilitas BI rate. Kenaikan suku bunga The Fed akan mendorong peningkatan BI rate dengan probabilitas 76%," ujar Anton dalam Central Banking di CNBC Indonesia (15/7/2024).
Anton juga menjelaskan bahwa data ekonomi AS saat ini mendukung untuk The Fed memangkas suku bunga.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga untuk mengantisipasi ketidakpastian global dan masa transisi pemerintahan baru.
"BI masih perlu jaga suku bunga sejalan antisipasi ketidakpastian di global election dan transisi ke presiden baru," tutur Hoasianna.
Sebelumnya, pada RDG BI Juni lalu, BI mempertahankan suku bunganya pada level 6,25% yang konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa ditahannya suku bunga acuan ini juga mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat. Ia menganggap, pertumbuhan ekonomi global pada 2024 akan mencapai 3,2% lebih tinggi dari perkiraan awal, terutama karena ditopang baiknya pertumbuhan ekonomi India dan China.
Penjualan Ritel AS Meningkat
Dari luar negeri, penjualan ritel AS tidak berubah pada bulan Juni karena penurunan penerimaan di dealer mobil diimbangi oleh kekuatan yang luas di tempat lain, yang menunjukkan ketahanan konsumen yang mendukung prospek pertumbuhan ekonomi untuk kuartal kedua.
Laporan Departemen Perdagangan yang lebih baik dari perkiraan pada hari Selasa juga menunjukkan penjualan di bulan Mei lebih tinggi dari perkiraan awal. Hal ini tidak mengubah ekspektasi bahwa Federal Reserve akan mulai menurunkan suku bunga pada bulan September di tengah penurunan inflasi dan membantu meredakan kekhawatiran akan perlambatan tajam perekonomian.
"Perekonomian berada dalam kondisi yang cukup baik," kata Bill Adams, kepala ekonom di Comerica Bank.
"Ada tanda-tanda pelemahan di mana konsumen berpendapatan rendah dan menengah mulai mundur... namun belanja yang dilakukan secara terbuka oleh konsumen kaya membuat perekonomian secara keseluruhan tetap bergerak maju."
Angka penjualan ritel yang tidak berubah pada bulan lalu mengikuti revisi naik 0,3% pada bulan Mei, kata Biro Sensus Departemen PerdaganganPenjualan ritel meningkat 2,3% secara tahunan di bulan Juni. Namun, momentumnya telah melambat dari kenaikan sebesar 7,7% yang tercatat pada bulan Januari 2023. Setelah periode inflasi yang tinggi, rumah tangga melakukan perdagangan dengan harga rendah dan mencari alternatif yang lebih murah, seperti yang terlihat dalam laporan pendapatan dari pengecer dan produsen besar.
Pasar Yakin September FedRate Dipangkas
Berdasarkan perangkat Fedwatch, pasar menilai ada peluang bank sentral AS The Federal Reserve/The Fed mulai pangkas suku bunga pada September. Probabilitas mencapai 91,7 suku bunga turun pertama kali sebesar 25 basis poin menjadi 5,00%-5,25%.
Pemangkasan tersebut berlanjut pada dua pertemuan berikutnya, masing-masing 25 basis poin pada pertemnuan November dan satu lagi pada Desember.
Sehingga pada akhir tahun suku bunga The Fed berada di kisaran target 4,50%-4,75% dengan penurunan tiga kali dalam setahun.
Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini:
- Pengumuman RDG BI (14.30 WIB)
- Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan akan meluncurkan Jakarta Muslim Fashion Week (JMFW) 2025
- Press Conference Telkomsel Awards 2024
- PT Pupuk Indonesia (Persero) akan mengadakan kegiatan Diskusi Kelompok Terarah (FGD) dengan tema "Membangun Sistem Kebijakan Pupuk Subsidi yang Lebih Adaptif dan Efektif Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional"
- Launch of the EU-ASEAN Sustainable Connectivity Package - Higher Education (SCOPE-HE) Programme
- Hari kedua kunjungan kerja Jokowi di Persatuan Emirat Arab
- Aksi buruh geruduk Gedung Mahkamah Konstitusi cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja
Berikut sejumlah agenda emiten
Stock Split: DSSA
RUPST: TGRA
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.