Dolar Diramal Loyo: Ini Prediksi Terbaru Rupiah, Euro & Poundsterling

Revo M, CNBC Indonesia
16 July 2024 11:53
FILE PHOTO: Dollar signs are seen alongside the signs for other currencies at a currency exchange shop in Hong Kong November 1, 2014.  A year-long investigation into allegations of collusion and manipulation by global currency traders is set to come to a head on Wednesday, with Britain's financial regulator and six big banks expected to agree a settlement involving around £1.5 billion ($2.38 billion) in fines. The settlement comes amid a revival of long-dormant volatility on foreign exchanges, where a steady rise in the U.S. dollar this year has depressed oil prices and the currencies of many commodity exporters such as Russia's rouble, Brazil's real and Nigeria's naira - setting the scene for more turbulence on world financial markets in 2015. Picture taken November 1, 2014. REUTERS/File Photo
Foto: mata Uang (Reuters)

Jakarta, CNBC Indonesia - Proyeksi mata uang dunia cenderung mengalami penguatan di tengah ekspektasi pelemahan mata uang dolar Amerika Serikat (AS) pada semester II-2024.

Dilansir dari Refinitiv, indeks dolar AS (DXY) pada 15 Juli 2024 mengalami penguatan sebesar 0,15% di angka 104,19.

Sementara secara year to date (ytd), DXY telah menguat sebesar 2,8% dari yang sebelumnya berada di posisi 101,33.

Ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed) pada sisa tahun ini, memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap DXY.

Depresiasi DXY tercermin sejak 27 Juni 2024 yang terjadi sebesar 0,14% dan lanjut mengalami pelemahan.

Hal ini bukan tanpa alasan, sikap dovish yang ditunjukkan oleh The Fed terjadi pasca beberapa data ekonomi AS menunjukkan pelandaian dan mendingin.

Inflasi AS tercatat melandai yang pada Juni 2024 sebesar 3% year on year/yoy atau lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh 3,3% yoy.

Selain itu, data tingkat pengangguran AS yang mengalami kenaikan dari 4% menjadi 4,1% dengan pertumbuhan pekerjaan di sektor kesehatan melambat dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.

Lebih lanjut, pertumbuhan rata-rata upah di AS cenderung dalam tren menurun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan tenaga kerja di AS melemah dan mengindikasikan adanya pelemahan aktivitas ekonomi.

Ketika ekonomi AS mendingin dan diikuti dengan DXY yang terus melandai, maka mata uang negara lainnya berpotensi mengalami penguatan.

Hong Leong Bank (HL Bank) dalam laporannya yang dirilis pada 12 Juli 2024 menyampaikan target DXY pada akhir kuartal IV-2024 berada di angka 102,71.

Dengan ekspektasi DXY yang kian ambruk, mata uang dengan numerator USD juga diproyeksi turut mengalami penurunan. Contohnya adalah USD/MYR dan USD/SGD.

HL Bank memperkirakan ringgit Malaysia akan berada di angka 4,6 sementara dolar Singapura berada di angka 1,33.

RefinitivFoto: MYR dan SGD terhadap USD
Sumber: Refinitiv

Begitu pula dengan rupiah yang diperkirakan cenderung mengalami penguatan pada sisa tahun ini.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyampaikan sampai dengan akhir tahun secara rata-rata rupiah akan berada di level Rp15.700-Rp16.100.

Demikianlah disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Jakarta, Senin (8/7/2024).

Perry mengatakan bahwa ada empat faktor yang diyakini bank sentral akan membawa rupiah menguat, yaitu penurunan suku bunga The Fed pada akhir tahun ini, penguatan imbal hasil portofolio Indonesia, termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia atau SRBI dan Surat Berharga negara atau SBN, kondisi fundamental ekonomi Indonesia yang baik, serta dukungan pemerintah terhadap upaya menjaga stabilitas kurs.

Tidak hanya BI, enam ekonom yang dihimpun oleh CNBC Indonesia juga menyampaikan target rupiah hingga akhir tahun ini yakni mayoritas berada di bawah Rp16.000/US$ meskipun terdapat pula yang memperkirakan rupiah masih akan bergerak di atas level Rp16.000/US$.

Sedangkan untuk nilai tukar dengan denominator USD cenderung mengalami kenaikan Namun relatif stagnan.

HL Bank memproyeksi untuk GBP/USD, AUD/USD, dan EUR/USD masing-masing menjadi 1,29; 0,68; dan 1,09 di akhir tahun ini.

Salah satu alasan mengapa nilai tukar poundsterling (GBP), dolar Australia (AUD), dan euro (EUR) relatif tidak terlalu terpengaruh dengan pelemahan dolar AS, yakni akibat suku bunga Inggris, Australia, dan kawasan Eropa, yang lebih rendah dibandingkan The Fed.

Hal ini berdampak kepada kurangnya minta investor untuk mengalokasikan dananya di pasar keuangan negara-negara tersebut mengingat imbal hasil yang ditawarkan AS masih jauh lebih menarik.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation