Banjir Sentimen Neraca Dagang Hingga RDG BI, IHSG-Rupiah Bisa Bangkit?
- Para pejabat The Fed tampak masih belum yakin mengenai penurunan suku bunga The Fed
- Wall Street terus melaju hingga mencatatkan rekor kenaikan
- Pekan ini ada pengumuman suku bunga Bank Indonesia yang dinantikan oleh investor
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia akan menjalani hari perdagangan yang lebih singkat pada pekan ini, yakni hanya tiga hari. Namun, apakah pasar saham dan rupiah mampu bangkit atau malah akan semakin terpuruk?
Sebagai petunjuk, anda bisa membaca ulasan lengkap sentimen pada pekan ini yang akan menjadi penggerak pasar saham maupun nilai tukar rupiah di halaman ketiga dan berbagai agenda ekonomi dan emiten di halaman empat.
Berbagai sentimen tersebut datang dari rilis data dalam negeri hingga negara lain yang erat dengan pasar Indonesia. Termasuk beragam komentar para pejabat Bank Sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve atau The Fed mengenai kapan penurunan suku bunga akan terjadi.
Pasar keuangan Indonesia terpuruk pada pekan lalu. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah mencatatkan performa buruk. Bahkan mencapai level terendah dalam beberapa tahun lalu.
IHSG terperosok pada perdagangan Jumat (14/6/2024), ditutup di level 6.734,83, terendah sejak November 2023. Selama pekan lalu, IHSG hanya mencatatkan penguatan satu kali, sementara secara mingguan terkoreksi 2,36%.
Ini menandai penurunan beruntun selama empat pekan terakhir. Kejatuhan IHSG kemarin tercatat memiliki nilai transaksi mencapai Rp 9,8 triliun dan volume 22 miliar lembar saham dalam 888.123 transaksi. Sebanyak 140 saham menguat, 451 melemah, dan 180 stagnan.
Sektor teknologi menjadi penekan terbesar, turun 2,23% pada akhir perdagangan akhir pekan lalu.
Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan pekan lalu menunjukkan volatilitas yang signifikan, dengan sempat menembus Rp 16.400 per dolar AS. Volatilitas ini telah berlangsung sejak awal tahun di tengah ketidakpastian kondisi global.
Pada penutupan perdagangan Jumat (14/6/2024), dolar AS ditutup melemah 0,80% pada posisi Rp 16.395. Posisi ini merupakan yang terendah sejak April 2020.
Mengutip data Refinitiv, sekitar setengah jam sebelum pasar tutup, dolar AS yang dibuka di level Rp 16.375 sempat diperdagangkan di posisi Rp 16.415, sebelum intervensi Bank Indonesia (BI) berhasil membawa rupiah kembali ke bawah Rp 16.400. Meskipun demikian kinerja rupiah tercatat melemah 1,27% dalam sepekan.
Pelemahan IHSG dan nilai tukar rupiah disebabkan oleh faktor The Fed pada Kamis dini hari waktu Indonesia kembali menahan suku bunga di level 5,25-5,50% yang menjadi kekhawatiran higher for longer. Namun, pemangkasan suku bunga acuan tetap disesuaikan dengan kondisi inflasi AS.
"Kami melihat laporan hari ini (inflasi yang melandai) sebagai kemajuan dan bisa membangun rasa percaya diri. Namun, kepercayaan diri kami belum sampai pada tahap membenarkan keputusan untuk mulai melonggarkan kebijakan pada saat ini," tutur Chairman The Fed Jerome Powell pada saat konferensi pers usai rapat FOMC, dikutip dari CNBC International.
Dalam pernyataan resminya, The Fed menegaskan jika komite tidak akan menurunkan target (suku bunga) sampai kami lebih percaya diri melihat inflasi bergerak ke arah 2% secara berkelanjutan.
Dalam rapat kali ini, The Fed juga merilis dokumen dot plot. Setiap titik dalam dot plot tersebut merupakan pandangan setiap anggota The Fed terhadap suku bunga.
Dalam dokumen terbarunya, median dari proyeksi The Fed mengindikasikan hanya ada sekali pemotongan pada tahun ini sebesar 25 bps, paling lambat pada Desember 2024.
Proyeksi ini jauh lebih rendah dibandingkan pada Maret 2024 di mana The Fed mengindikasikan ada tiga kali pemotongan dengan besaran 75 bps.
Sikap hawkish The Fed ini sebenarnya sudah sesuai dengan perkiraan untuk menahan suku bunga pada pertemuan bulan ini.
Sayangnya, dengan probabilitas pemangkasan suku bunga hanya sekali. Ini bisa memicu tren higher for longer yang dapat menjadi sentimen negatif bagi aset berisiko seperti saham.
(ras/ras)