
Jangan Senang Dulu, IHSG & Rupiah Masih Banyak Cobaan di Juni

IHSG masih berada di dalam tekanan meskipun pada perdagangan kemarin menguat. Hal ini karena penurunan tajam pada dua hari perdagangan sebelumnya IHSG jatuh dalam dan membawanya berada di bawah garis moving average (MA) 200 alias breakdown.
Penguatan hari ini masih belum mampu membawa IHSG kembali di ata MA 200. Sehingga dapat disimpulkan IHSG saat ini rentan memasuki fase bearish jika tidak mampu breakout dari MA 200.
Garis MA 200 saat ini menjadi garis resisten, yakni di 7.086. Garis MA 200 terbentuk dari rata-rata pergerakan IHSG selama 200 hari. Biasanya MA 200 dijadikan indikator untuk menilai tren suatu saham.
Jika pergerakan saham berada di bawah MA 200 bisa menjadi indikasi memasuki atau sedang berada di dalam tren bearish. Setidaknya sampai terjadi crossing dan pergerakan harga berada di atas MA 200.
![]() IHSG |
Tekanan juga masih membayangi rupiah sehingga dalam jangka pendek berpotensi tetap berada di atas 16.200.
Mata uang garuda yang berada di posisi saat ini direspon oleh Bank Indonesia dengan aksi di pasar guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
"Yang penting BI akan selalu ada di pasar, kalau dibutuhkan BI pasti akan masuk ke pasar lewat spot, maupun DNDF (Domestic Non Deliverable Forward)," kata Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Destry Damayanti di kompleks parlemen DPR RI, Jakarta, Senin, (3/6/2024).
Destry mengatakan BI juga bisa masuk untuk mengintervensi pasar melalui pasar Surat Berharga Negara (SBN) dia menjamin bahwa semua yang akan dibuat BI dalam menstabilkan nilai rupiah akan terukur.
Pasar keuangan Indonesia mendapatkan tekanan dari sejumlah rilis data makro dalam negeri kemarin dan proyeksi tren suku bunga bank sentral.
Dari dalam negeri, aktivitas konsumsi rumah tangga maupun produksi sepanjang Mei 2024 tampak sedang lesu. Hal ini tentu saja ini tidak baik untuk pertumbuhan ekonomi yang masih mengandalkan konsumsi.
Aktivitas manufaktur Indonesia terjun ke level terendah pada Mei 2024. Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Senin (3/6/2024) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh ke 52,1 Mei 2024. Indeks lebih rendah dibandingkan April 2024 yakni 52,9.
PMI manufaktur Indonesia sudah melandai dalam dua bulan beruntun. PMI Manufaktur Mei 2024 bahkan menjadi yang terendah sejak November 2023 atau lima bulan terakhir.
Kendati demikian, PMI manufaktur Indonesia masih berada dalam fase ekspansif selama 33 bulan terakhir.PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.
S&P Global menjelaskan masih ekspansifnya PMI manufaktur Indonesia ditopang peningkatan produksi dan pesanan baru. S&P Global juga mengingatkan akan"awan gelap" dan banyaknya tantangan yang ada di depan.
Data menunjukkan tingkat pertumbuhan melambat dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya, dan kepercayaan diri turun ke level terendah dalam empat tahun lebih.
Pesanan ekspor baru turun untuk ketiga kalinya berturut-turut semakin menunjukkan perlambatan permintaan manufaktur global yang berlanjut.
Pesanan baru secara keseluruhan meningkat tetapi dalam tingkat terlemah selama enam bulan. Dengan produksi meningkat lebih cepat daripada pesanan baru pada Mei, produsen bisa membangun kembali inventaris gudang mereka.
Sementara itu, pada Mei 2024 terjadi deflasi sebesar 0,03% secara bulanan. Biasanya, deflasi atau turunnya harga-harga barang disebabkan turunnya permintaan konsumen yang menjadi pertanda daya beli masyarakat turun.
secara tahunan inflasi terjadi sebesar 2,84%, sehingga tahun kalender terjadi inflasi 1,16% lantaran deflasi baru terjadi pada bulan ini sejak Agustus 2023.
Deflasi Mei 2024 ini merupakan pertama kalinya yang terjadi sejak Agustus 2023. Kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi terbesar ialah makanan, minuman, dan tembakau sebesar 0,29% dengan andil 0,08%.
Komoditas penyumbang utama deflasi adalah beras dengan andil 0,15%, daging ayam ras dan ikan segar dengan andil masing-masing 0,03%, serta tomat dan cabai rawit dengan andil masing-masing 0,02%.
Bank Indonesia (BI) telah meraup Rp 505 triliun dana asing ke dalam Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI).
Destry Damayanti, calon tunggal Deputi Gubernur BI, dalam fit and proper test dengan Komisi XI di DPR RI, Senin (3/5/2024) mengungkapkan bahwa dari Rp 505 triliun, sebanyak 26% atau Rp 116,15 triliun merupakan SVBI.
"Itu adalah uang segar untuk tambah supply valas. Demand valas kita (RI) memang tinggi," ungkap Destry.
Menurut Destry, kebutuhan valas Indonesia mencakup kebutuhan impor, dividen repatriasi, pembayaran utang dan lainnya. Dari besarnya permintaan, pasokan valas Indonesia dari ekspor terbatas.
Dari luar negeri kondisi rilis data PMI Manufaktur yang dihimpun oleh Caixin cukup menopang pasar keuangan RI untuk tidak jatuh lebih dalam. Sebagai catatn, China adalah mitra dagang utama, sehingga kondisi ekonomi dapat mempengaruhi hasil dagang Indonesia.
PMI Manufaktur China tercatat 51,7 pada Mei, naik dari bulan sebelumnya 51,4 dan lebih tinggi dibandingkan konsensus 51,5.
Untuk mengatasi lemahnya permintaan domestik dan krisis properti yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, China telah meningkatkan investasi infrastruktur dan menyalurkan dana ke sektor manufaktur berteknologi tinggi untuk mendukung perekonomian secara lebih luas pada tahun ini.
Namun, dampak penuh dari dukungan kebijakan industri ini belum dirasakan oleh dunia usaha dan pekerja.
Aktivitas manufaktur AS melambat untuk bulan kedua berturut-turut pada Mei karena pesanan barang baru turun terbesar dalam hampir dua tahun, tetapi ukuran inflasi input turun kembali dari level tertinggi sejak pertengahan pada 2022.
Indeks manajer pembelian manufaktur Institute for Supply Management (ISM) Mei turun menjadi 48,7 dari 49,2 pada April. Penurunan tersebut merupakan penurunan kedua berturut-turut dan merupakan bulan kedua di bawah level 50 yang memisahkan pertumbuhan dari kontraksi. Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan median estimasi sebesar 49,6.
Hasil ini membuat keyakinan para pelaku pasar bahwa penurunan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve turun hingga 2 kali dalam setahun pupus.
Mengutip perangkat FedWtach, kemungkinan penurunan suku bunga The Fed hanya terjadi sekali yakni pada pertemuan 18 September 2024. Diperkirakan suku bunga akan turun 25 basis poin menjadi 5,00 - 5,25%.
![]() FedwatchTools |