Newsletter

Tunggu Aba-Aba dari Amerika, Investor Memilih Wait and See?

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
14 May 2024 06:03
Ilustrasi bearish market vs bullish market
Foto: Pixabay/gerd Altmann
  • Pasar keuangan Indonesia bergerak beragam dengan dominasi pelemahan.

  • Mayoritas Wall Street melemah kemarin di tengah wait and see pelaku pasar akan data inflasi Amerika Serikat

  • Data ekonomi RI, China dan AS diperkirakan akan menjadi penggerak pasar hari ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Awal pekan ini pasar keuangan bergerak beragam dengan cenderung melemah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat, rupiah melemah, sedangkan imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) naik sebagai indikasi penurunan harga. Rupiah masih berada di atas level psikologis Rp16.000/US$1, mendekati level Rp16.100/US$.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan volatile pada hari ini. Pergerakan IHSG dan rupiah akan dipengaruhi oleh banyaknya data dan agenda penting sepanjang pekan ini.

Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi pasar hari ini dan satu pekan ke depan bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini. Dan para investor juga dapat mengintip agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini baik dalam negeri dan luar negeri pada halaman 4.

IHSG pada perdagangan kemarin, Senin (13/5/2024) ditutup menguat 0,15% di level 7.099,26. Tercatat turnover IHSG berada di angka Rp14,56 triliun. Transaksi berasal dari volume saham sebanyak 21,54 miliar lembar, dimana 251 saham naik, 302 turun dan 233 tidak berubah.

Berdasarkan data Refinitiv, penguatan IHSG didorong dari kenaikan lima sektor di mana sektor bahan dasar menjadi sektor dengan kenaikan terbesar sebesar 1,5%, kemudian disusul sektor teknologi sebesar 1,09%.

Saham pertambangan Grup Salim yakni PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) menjadi penopang terbesar IHSG pada akhir perdagangan hari ini, yakni mencapai 11 indeks poin.

Sebagai informasi, saham AMMN menjadi penghuni baru di Indeks LQ45 terbaru pada periode 2 Mei 2024 sampai 31 Juli 2024.

Sedangkan, PT Bank Central Asia (BBCA) mencatat laba bersih konsolidasi mencapai Rp 48,6 triliun di sepanjang 2023. Catatan laba tersebut naik 19,4% dibandingkan dengan capaian 2022.

Dari sisi top line,pendapatan bunga bersih perusahaan dan entitas anak sepanjang tahun lalu naik 17,5% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi Rp 75,4 triliun dengan pendapatan selain bunga tumbuh 5,5% menjadi Rp 23,9 triliun.

Pertumbuhan ini didorong oleh ekspansi volume kredit, perbaikan kualitas pinjaman, imbal hasil yang lebih tinggi, serta kenaikan pendapatan fee dan komisi selaras dengan peningkatan jumlah transaksi.

BBCA juga mencatat, kenaikan kinerja ini ikut ditopang oleh kredit yang tumbuh 13,9% menjadi Rp 810,4 triliun, dengan kredit macet (non-perfoming loan/NPL)terjaga di angka 1,9%

Beralih ke rupiah, dilansir dari Refinitiv, rupiah ditutup terdepresiasi 0,22% di angka Rp16.075/US$ pada hari ini, Senin (13/5/2024).

Pelemahan rupiah ini terjadi di tengah sikap pelaku investor dalam menunggu data inflasi AS yang akan diumumkan pada Rabu (15/5/2024).

Data ini menjadi yang paling ditunggu-tunggu pelaku pasar di seluruh dunia karena akan menentukan arah kebijakan suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).

Jika inflasi AS melandai maka optimisme pemangkasan suku bunga akan semakin meningkat demikian juga sebaliknya.

Sebagai informasi, inflasi AS mencapai 3,5% (yoy) untuk periode Maret 2024. Begitu pula dengan inflasi inti yang lebih panas dari konsensus yang memperkirakan angka 3,7% yoy. Namun kenyataannya mencapai 3,8% yoy pada Maret 2024, sama seperti bulan sebelumnya.

Tidak hanya itu, beberapa pejabat bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed) juga akan mengutarakan pendapatnya disepanjang pekan ini khususnya dari sisi makroekonomi dan pandangan mengenai kebijakan The Fed ke depannya.

Hal ini juga ditunggu pelaku pasar untuk melihat tendensi mayoritas pejabat The Fed apakah ada kecenderungan untuk dovish atau masih konsisten dalam sikap hawkish dengan data ekonomi maupun ketenagakerjaan yang ada saat ini.

Sementara dari pasar obligasi Indonesia, imbal hasil obligasi tenor 10 tahun kembali naik sebesar 0,9% di level 7,035% pada perdagangan Senin (13/5/2024). Imbal hasil obligasi yang menguat menandakan bahwa para pelaku pasar sedang kembali menjual surat berharga negara (SBN).

Dari bursa Amerika Serikat, Wall Street, indeks bergerak beragam di mana mayoritas melemah pada perdagangan Senin atau Selasa dini hari waktu Indonesia (14/5/2024).

Indeks Dow Jones melemah 0,21% atau 81,33 poin ke 39.431,51 sementara indeks S&P 500 juga terdepresiasi 0,02% atau 1,26 poin ke 5.221,42.

Hanya indeks Nasdaq yang menguat 0,29% atau 47,37 poin ke 16.388,24.

Indeks mayoritas melemah di tengah sikap wait and see pelaku investor akan data inflasi AS periode April 2024 yang akan diumumkan pada Rabu pekan ini.

Survey Federal Reserve Bank of New York menunjukkan inflasi AS kemungkinan akan bergerak di 3,3% (yoy) pada April 2024, turun tipis dibandingkan Maret yang tercatat 3,5% (yoy).

Melandainya inflasi AS terindikasi dari beberapa sinyal seperti melemahnya indeks kepercayaan konsumen.

"Investor sepertinya tengah menebak-nebak apa yang terjadi selanjutnya dan langkah apa yang harus mereka lakukan. Rabu besok akan menjadi penentu. Selama ini inflasi lebih ketat dibandingkan yang diproyeksi sebelumnya," tutur Burns McKinney, portfolio manager dari NFJ Investment Group, kepada Reuters.

Inflasi merupakan data utama yang dipakai The Fed dalam menentukan kebijakan suku bunga.

Jika inflasi masih panas dan sulit turun sesuai keinginan The Fed yakni ke kisaran 2% maka pemangkasan suku bunga masih lama.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih akan bergerak volatile hari ini karena investor menunggu data-data ekonomi mulai dari survei penjualan eceran hingga inflasi produsen AS. 

Berikut sejumlah sentimen pekan ini yang akan menggerakkan pasar saham, rupiah, hingga SBN:

Data Inflasi Produsen AS
AS akan mengumumkan data indeks harga produsen (PPI) pada hari ini, Selasa (14/5/2024) periode April 2024. Sebagai catatan, PPI Maret mencapai 2,1% (yoy) pada Maret 2024 dan 0,2% (month to month/mtm) pada Maret 2024.

Ukuran inflasi PPI mencerminkan laju inflasi pada tingkat grosir - harga yang dibayarkan oleh pelaku usaha untuk barang dan jasa yang kemudian mereka jual kepada konsumen - diperkirakan akan menunjukkan keseluruhan PPI sedikit meningkat pada periode April 2024. Data PPI Amerika Serikat akan dirilis pada malam ini, Selasa (14/5) pukul 19.30 WIB.

Data PPI AS diperkirakan naik sebesar 0,3% setelah kenaikan 0,2% pada Maret 024. PPI inti, tidak termasuk biaya energi dan pangan, diperkirakan meningkat sebesar 0,2%, sama seperti pada Maret.
PPI secara tahunan diperkirakan sebesar 2,2% pada April, meningkat dibanding periode Maret yang menyentuh 2,1%. Sedangkan, PPI inti diperkirakan konsensus sebesar 2,4% secara tahunan setara dengan periode Maret.

Data PPI keluar hanya sehari sebelum rilis inflasi AS.  Jika PPI kembali menguat atau bergerak di atas ekspektasi pasar maka hal ini menjadi kabar buruk karena ada kemungkinan inflasi masih kencang.

Para investor telah fokus pada inflasi saat mereka mempertimbangkan seberapa cepat bank sentral AS kemungkinan akan memangkas suku bunga.

Ekonom yang disurvei oleh Reuters memperkirakan CPI inti akan naik sebesar 0,3% secara bulanan, turun dari 0,4% pada Maret, dan kenaikan tahunan sebesar 3,6%, turun dari 3,8%.

Para investor perlu "mendapatkan tingkat kenyamanan bahwa inflasi tidak akan kembali naik, dan mungkin akan turun, untuk memberikan perlindungan kepada Fed untuk setidaknya satu atau mungkin dua pemotongan sebelum akhir tahun," kata Thomas Hayes, ketua Great Hill Capital LLC yang dikutip dari Reuters.

Musim laporan keuangan kuartal pertama AS sedang memasuki akhir, tetapi para investor akan melihat laporan minggu ini dari beberapa peritel besar AS termasuk Walmart (WMT.N).

Indeks MSCI tentang saham di seluruh dunia naik 1,54 poin, atau 0,20%, menjadi 783,60, dan indeks STOXX 600 (.STOXX) hampir datar.

Perlambatan inflasi di AS dapat memiliki beberapa dampak terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Indonesia. Berikut adalah beberapa dampak yang mungkin terjadi:

  1. Peningkatan arus modal masuk: Perlambatan inflasi di AS dapat membuat suku bunga tetap rendah atau bahkan turun lebih rendah lagi. Ini dapat membuat investasi di pasar saham menjadi lebih menarik bagi investor untuk mengambil aset keuangan risiko tinggi (risk on), termasuk investor asing. Dengan demikian, IHSG dapat mengalami kenaikan karena adanya aliran modal masuk yang lebih tinggi.

  2. Peningkatan kepercayaan investor: Kenaikan harga yang lebih lambat dapat meningkatkan kepercayaan investor global terhadap ekonomi secara keseluruhan, termasuk pasar saham di negara-negara lain seperti Indonesia. Kenaikan kepercayaan ini bisa mendorong pertumbuhan IHSG.

  3. Pengaruh nilai tukar: Perlambatan inflasi di AS dapat memengaruhi nilai tukar dolar AS terhadap mata uang lainnya, termasuk rupiah. Jika nilai dolar AS menguat, ini bisa membuat produk Indonesia menjadi lebih murah bagi pasar global, yang dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di pasar internasional. Namun, dampak ini juga bisa bersifat kompleks karena nilai tukar dipengaruhi oleh banyak faktor.

  4. Sentimen pasar global: Perlambatan inflasi di AS dapat mempengaruhi sentimen pasar global secara keseluruhan. Jika pasar global merespons positif terhadap berita perlambatan inflasi di AS, ini bisa mendorong pergerakan pasar saham di negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Rilis Data Penjualan Retail Indonesia

Bank Indonesia (BI) dijadwalkan akan merilis data penjualan ritel untuk periode Maret 2024 pada Selasa (14/5).

Berdasarkan konsensus yang dikutip dari Trading Economics, pertumbuhan penjualan ritel diprediksi hanya akan mencapai 2,1%. Angka ini menandai penurunan yang signifikan dari pertumbuhan pada bulan Februari yang mencapai 6,4%. Penurunan ini diprediksi karena momentum penjualan cenderung menurun, setelah beberapa bulan sebelumnya didorong oleh periode sentimen positif.

Namun, di tengah proyeksi tersebut, BI juga memperkirakan bahwa penjualan ritel Indonesia pada bulan Maret akan tetap kuat. Ini tercermin dari pertumbuhan Indeks Penjualan Riil (IPR) Maret 2024 sebesar 3,5% (yoy) atau mencapai 222,8.

Data penjualan ritel yang melebihi harapan pasar diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan investor terhadap prospek pertumbuhan perusahaan-perusahaan yang terkait seperti sektor ritel. Meski demikian, pelaku pasar akan tetap membandingkan kinerja penjualan ritel pada periode Maret. 

Pada  Februari 2024, kinerja penjualan ritel didorong oleh pertumbuhan pada sektor Makanan, Minuman, dan Tembakau, serta adanya peningkatan pada sektor Peralatan Informasi dan Komunikasi dan Barang Budaya dan Rekreasi, meskipun masih berada dalam zona kontraksi.

Dengan demikian, para pelaku pasar akan dengan cermat menantikan rilis data penjualan ritel Maret 2024 malam ini, untuk mendapatkan gambaran lebih jelas tentang kesehatan sektor ritel dan dampaknya terhadap pasar saham Indonesia.

Penjualan Mobil RI Jeblok

Penjualan mobil di Indonesia ambles pada medio Januari-April 2024. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), wholesales atau penjualan mobil dari pabrikan ke diler di empat bulan awal ini anjlok mencapai 22,8% dibanding periode yang sama tahun lalu.

Sepanjang Januari - April 2024, total wholesales yang dibukukan seluruh pabrikan mobil 263.706 unit. Turun jauh dibanding periode yang sama tahun lalu sebanyak 341.582 unit.

Sebelumnya, Gaikindo mencatat, penjualan mobil nasional bulan Maret 2024 masih anjlok 26,21% atau 26.548 unit secara tahunan. Pada Maret 2023, penjualan tercatat mencapai 101.272 unit.

Anjloknya penjualan mobil ini perlu diwaspadai mengingat mobil menjadi indikasi bagi tingkat konsumsi masyarakat Indonesia kelas menengah dan atas.
Jika penjualan mobil terus turun maka ada indikasi konsumsi dann pertumbuhan ekonomi yang melandai.

Melemahnya penjualan mobil juga akan berdampak besar terhadap sejumlah emiten mulai dari produsen mobil, ban, hingga pelaku pembiayaan. Di antaranya adalah PT Astra International (ASII), PT Gajah Tunggal (GJTL), hingga PT Adira Dinamika Multi Finance (ADMF).

Pidato Jerome Powell

Jerome Powell selaku Ketua Bank Sentral AS, The Fed, akan berpidato pada malam ini pukul 21.00 WIB pada acara Annual General Meeting, Foreign Bankers' Association, Amsterdam. Publik menunggu apakah Powell akan memberi sinyal kebijakan ke depan.

Powell akan berpidato terkait kondisi makro ekonomi dan kebijakan yang akan ditetapkan ke depan. Federal Reserve Amerika Serikat mempertahankan kisaran target suku bunga pada kisaran 5,25%-5,50% pada pertemuan bulan Mei menjadikannya mempertahankan kebijakan selama keenam kalinya berturut-turut.

Keputusan tersebut terjadi seiring tekanan inflasi yang berkelanjutan dan pasar tenaga kerja yang ketat menunjukkan terhentinya kemajuan dalam menurunkan inflasi kembali ke target 2% tahun ini.

Pembuat kebijakan mengakui bahwa meskipun inflasi telah melandai selama setahun terakhir, namun tetap tinggi, dan telah terjadi kurangnya kemajuan yang signifikan dalam mencapai target bank sentral dalam beberapa bulan terakhir.

Namun, Powell menyatakan bahwa dia tidak melihat kemungkinan kenaikan dan percaya bahwa kebijakan saat ini sudah cukup restriktif untuk mencapai target inflasi 2%. Federal Reserve juga menyatakan niatnya untuk mengurangi kecepatan menerapkan kebijakan pelonggaran keuangan mulai dari 1 Juni. 

Berikut sejumlah agenda ekonomi dalam dan luar negeri pada hari ini

  • Rapat Kerja Nasional Percepatan dan Pra-Evaluasi Proyek Strategis Nasional (09.30 WIB)
  • Rilis data indeks penjualan retail Indonesia periode April 2024 (10.00 WIB)

  • Mandiri Macroeconomic Outlook (14.30 WIB)
  • Rilis data inflasi Indeks Harga Produsen (IHP) Amerika Serikat (AS) periode April 2024 (19.30 WIB)

  • Pidato Jerome Powell Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat (AS) periode April 2024 (20.00 WIB)

Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini

  • Cum date dividen MBAP, BUAH, TAPG

  • Ex date dividen ASII, PLIN, SKLT, MFMI, GOOD, ASBI

  • RUPS DEAL, PSSI, BMAS, EPMT, TOTL, LOPI, RUIS, INTP, NRCA, ADMR

  • Public Expose NRCA

  • Akhir perdagangan Warrant JAST

Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:

 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular