
Menang di Quick Count, Mampukah Prabowo Buat IHSG-Rupiah Berpesta?

Pemilu dan Pilpres 2024
Pencoblosan Pemilu 2024 yang telah terlaksana dapat menjadi sentimen positif pasar keuangan. Hal ini diperkuat dari hasil quick count yang menunjukkan Prabowo - Gibran sebagai pasangan dengan suara terkuat.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) masih terus memproses perhitungan suara pemilu 2024. Dari data Kamis (15/4/2024) pagi, pukul 05:30 WIB, sebanyak 37% suara sudah masuk ke lembaga itu.
Khusus pemilihan presiden (pilpres), real count KPU menunjukkan pasangan calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan cawapres Gibran Rakabuming Raka mendominasi keunggulan. Di mana pasangan nomor urut 2 itu memperoleh 55,95% suara atau total 11.175.522 pemilih.
Di posisi kedua, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) memperoleh 24,53% suara. Pasangan nomor urut 1 tersebut memperoleh 4.899.030 suara pemilih.
Sementara, di posisi ketiga, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD memperoleh 19,52% suara. Di mana pasangan nomor urut 3 itu, mendapat 3.898.701 suara pemilih.
Hasil quick count bisa menjadi angin segar terhadap pasar keuangan mengingat pasangan ini merupakan kandidat terkuat dalam melanjutkan program Joko Widodo (Jokowi).
Artinya, pasar keuangan dapat mengalami penguatan seiring dengan lebih sedikitnya perubahan dan banyak program yang akan dilanjutkan. Meski demikian, terdapat kemungkinan pasar keuangan malah memburuk jika terdapat isu hasil Pemilu yang penuh kontroversi dan menimbulkan kericuhan seperti pada 2019 silam.
Jika dilihat dari historis pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada masa kampanye Pemilu 2014 yang digelar pada 4 Juni hingga 5 Juli, trennya cenderung mengalami kenaikan.
Kemudian pada saat puncak Pemilu 2014, trennya juga kembali mengalami kenaikan. Untuk diketahui,pasca Jokowi diumumkan menjadi calon presiden pada 14 Maret 2014 telah terjadi inflow dana asing ke pasar saham sebesar Rp 4,3 triliun dalam tiga hari terakhir perdagangan bursa.
Kemudian di Pemilu 2019, hal yang sama juga terjadi di masa kampanye yang digelar cukup panjang yakni dari 23 September 2018 hingga 13 April 2019, di mana IHSG mengalami kenaikan.
Berbeda dengan Pemilu 2014, saat puncak gelaran Pemilu 2019, IHSG cenderung menurun. Tetapi penurunannya tidak terlalu besar.
Namun pada saat diumumkannya pemenang capres-cawapres Pemilu 2019, IHSG sempat ambles. Hal ini karena banyak polemik yang muncul, mulai dari penolakan hasil dari salah satu pasangan calon (paslon) hingga penolakan tersebut berujung aksi unjuk rasa.
Pada 21-22 Mei 2019 lalu terjadi aksi demo di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Thamrin, Jakarta Pusat. Aksi tersebut mengungkapkan kekecewaan pendukung Prabowo-Sandiaga Uno selepas pengumuman hasil Pemilu 2019 oleh KPU.
Awalnya berjalan dengan kondusif dan berakhir ricuh. Bentrokan terjadi antara aparat kepolisian dengan sejumlah massa yang diduga oknum perusuh.
Selanjutnya, pada 27 Juni 2019 Mahkamah Konstitusi menolak seluruh gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.KPU menetapkan pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin, sebagai capres-cawapres terpilih. Ketetapan dalam sidang pleno pada Minggu 30 Juni 2019 sekaligus mengakhiri tahapan pilpres 2019.
Saham yang terimbas dengan sentimen hasil quick count yang cenderung pada kubu Prabowo - Gibran diperkirakan akan menjadi euforia untuk emiten yang memiliki hubungan dengan pasangan tersebut. Saham yang dimiliki Kaesang, adik kandung Gibran dapat menguat akibat sentimen ini, seperti PT Panca Mitra Multiperdana Tbk (PMMP).
Selain itu, saham konglomerat Garibaldi 'Boy' Thohir juga dapat terimbas positif meningat dukungannya yang kencang pada pasangan nomor urut 02 ini. Saham grup Thohir diantaranya PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Adaro Minerals Indonesia Tbk (ADMR), PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA), PT Cita Mineral Investindo Tbk (CITA), dan berbagai saham lainnya.
Selain itu, beberapa saham yang related pada kubu lain seperti grup Saratoga milik Sandiaga Uno yang berpihak pada Ganjar - Mahfud dapat menerima imbas negatif akibat sentimen jangka pendek ini.
Neraca Dagang RI Januari
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode Januari 2024 pada Kamis (15/2/2024). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari sembilan lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Januari 2024 akan mencapai US$ 2,42 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Januari 2024 yang mencapai US$ 3,31 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 43 bulan beruntun. Catatan panjang ini menjadi tersendiri bagi Presiden Jokowi karena belum pernah terjadi di Era Reformasi.
Namun, surplus terus mengecil menjelang akhir tahun lalu.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 4,9% (year on year/yoy) sementara impor tumbuh 1,63% pada Januari 2024.
Sebagai catatan, nilai ekspor Desember 2023 terkoreksi 5,8% (yoy) tetapi naik 1,89% (month to month/mtm) menjadi US$ 22,41 miliar. Nilai impor Desember 2023 turun 2,52% (mtm) dan menyusut 3,85% (yoy) menjadi US$ 19,11 miliar.
Ekspor diperkirakan melandai pada Januari 2024 seiring dengan melandainya harga komoditas.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada Januari 2024 di angka US$ 124,97 per ton. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan Desember 2023 tercatat US$ 141,8 per ton. Harganya juga jauh lebih rendah dibandingkan Januari 2023 (US$ 320,88 per ton).