- Pasar keuangan Indonesia mencatat kinerja positif dengan IHSG dan rupiah menguat sementara imbal hasil SBN terus melandai
- Wall Street kompak menghijau dan diharapkan menjadi sentimen positif hari ini
- Data neraca dagang China & AS serta cadev Indonesia akan dicermati investor hari ini
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia serentak menguat dengan ditutup di zona positif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah mengalami apresiasi sementara Surat Berharga Negara (SBN) sudah mulai dilirik asing sehingga imbal hasil turun.
IHSG pada hari ini diharapkan kompak menguat. Selengkapnya mengenai sentimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini
Pada penutupan perdagangan kemarin, Senin (6/11/2023), IHSG ditutup naik 89,95 poin atau 1,33% ke posisi 6.878,83.
Sebanyak 308 saham menguat, 213 saham melemah sementara 237 bergerak stagnan. Nilai perdagangan yang tercatat kemarin mencapai Rp10,14 triliun dan melibatkan 27,94 miliar saham. Investor asing mencatatkan net buy sebesar Rp269,45 miliar di semua pasar.
Nilai tukar rupiah juga terbang tiga hari beruntun terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Penguatan kemarin menjadi salah satu yang cukup signifikan dengan kenaikan di atas 1% yang hanya terjadi tigakali tahun ini.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah menembus level psikologis Rp15.600/US$ dan ditutup di level Rp15.535/US$. Ini merupakan posisi terkuat sejak 2 Oktober 2023 atau sekitar satu bulan terakhir.
Penguatan rupiah ini terjadi ditopang sentimen positif dari kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang dinilai lebih dovish. Kebijakan tersebut membuat aliran modal masuk kembali terjadi.
Faktor The Fed juga menjadi penopang setelah pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat kinerja yang mengecewakan. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan bahwa pertumbuhan ekonomi pada periode itu tumbuh 4,94% (year on year/yoy), sedangkan secara kuartalan atau qtq tumbuh 1,60%, dan secara kumulatif atau ctc tumbuh 5,05%.
Dari pasar Surat berharga Negara (SBN), imbal hasil mulai menurun yang menandai naiknya harga obligasi karena SBN sudah mulai dicari investor. Melansir data dari Refinitiv, SBN tenor 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) turun menjadi 6,69% pada perdagangan kemarin. Imbal hasil lebih rendah dari Jumat pekan lalu yakni 6,88%.
Data Bank Indonesia (BI) berdasarkan transaksi 30 Oktober-2 November 2023, investor asing mencatat net buy sebesar Rp4,07 triliun di pasar SBN, jual neto Rp2,84 triliun di pasar saham, dan Rp1,61 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Dengan kata lain total capital inflow sebesar Rp2,83 triliun.
Capital inflow tercatat cukup baik sejak pekan ke-4 Oktober. Pada data transaksi 23-26 Oktober 2023, total capital inflow sebesar Rp1,04 triliun didominasi oleh net buy SBN Rp2,18 triliun
Dari Amerika Serikat (AS), bursa Wall Street berpesta dengan kompak mengakhiri perdagangan di zona hijau pada Senin waktu AS atau Selasa dini hari waktu Indonesia (7/11/2023).
Indeks Dow Jones ditutup menguat 0,1% ke posisi 34.095.86. Indeks S&P naik 0,18% ke 4.365,98. Indeks Nasdaq juga melesat 0,3% ke 13.518,78.
Semua indeks rata-rata utama menunjukkan minggu-minggu terbaiknya tahun ini sejauh ini, dan juga memberikan sinyal positif untuk memulai perdagangan bulan November.
Laporan pekerjaan bulanan yang lemah juga mendorong imbal hasil obligasi lebih rendah, sehingga memberikan dorongan pada ekuitas.
"Pasar saham memiliki awal yang kuat di bulan November, dan langkah ini tampaknya pantas dilakukan mengingat apa yang kita lihat di sebagian besar, meskipun tidak semua, indikator sentimen kami," tulis Lori Calvasina, kepala strategi ekuitas AS di RBC. Pasar modal.
"Secara umum, pandangan kami selama sebulan terakhir ini adalah jika lonjakan imbal hasil segera dihentikan, ekuitas AS dapat keluar tanpa menimbulkan terlalu banyak kerugian tambahan," tambahnya.
Minggu ini tidak banyak data ekonomi dan pendapatan perusahaan, namun penurunan musiman dapat membantu pemulihan saham lebih lanjut. November adalah bulan dengan kinerja terbaik untuk S&P 500, menurut Almanak Pedagang Saham.
Adam Turnquist dari LPL Financial mencatat bahwa periode pengembalian enam bulan terbaik untuk pasar sejak tahun 1950 juga dimulai. S&P telah menghasilkan pengembalian rata-rata 7% dari November hingga April sejak saat itu, katanya.
Musim laporan keuangan sudah mereda, lebih dari 400 perusahaan S&P telah melaporkan hasil keuangan kuartalan mereka. Investor minggu ini masih menantikan kabar terbaru dari Walt Disney, Wynn dan MGM Resorts, Occidental Petroleum dan D.R. Horton.
Para pedagang juga akan mengamati Ketua bank sentral AS (The Fed) Jerome Powell, yang dijadwalkan untuk berbicara dua kali dalam beberapa hari mendatang. Pekan lalu bank sentral mempertahankan suku bunga tidak berubah untuk pertemuan kedua berturut-turut karena imbal hasil obligasi anjlok, dan investor berharap kampanye kenaikan suku bunga akan berakhir.
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen baik dari dalam ataupun luar negeri pada perdagangan hari ini. Menghijaunya Wall Street diharapkan bisa menjadi sentimen positif hari ini di tengah kabar mengecewakan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sentimen lain akan datang dari data neraca dagang China dan AS hingga cadangan devisa RI.
Neraca Dagang China & AS
Pada Selasa (7/11/2023), China akan merilis data ekspor-impor hingga neraca dagangnya. Neraca dagang China September tercatat sebesar US$77,71 miliar dari US$82,67 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara konsensus memperkirakan akan terjadi kenaikan neraca dagang China menjadi US$81,95 miliar dan semakin memperpanjang tren surplusnya.
Ekspor dari China pun diproyeksikan masih rendah meski mulai ada perbaikan yakni terkontraksi 3,1% yoy dari periode sebelumnya yang kontraksi 6,2% yoy. Begitu pula dengan impor yang masih cukup rendah namun diekspektasikan lebih baik yakni kontraksi 5,4% yoy dari periode sebelumnya kontraksi 6,2% yoy.
Data ini menjadi penting dan perlu mendapat perhatian sebab China merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Maka dari itu, jika ekspor-impor China sudah mengalami perbaikan, maka permintaan terhadap barang dari Indonesia akan mengalami perbaikan pula hingga perekonomian Indonesia pun akan terkerek naik.
Masih di hari yang sama, AS pun akan merilis data neraca dagang beserta ekspor-impor. Konsensus menilai bahwa neraca dagang AS masih berada dalam zona negatif dengan didominasi oleh impor yang melebihi ekspor. Ekspektasi pasar bahwa neraca dagang AS berada di defisit US$60 miliar atau lebih dalam dibandingkan defisit periode sebelumnya yakni US$58,3 miliar.
Konsumsi dan Ekonomi RI Lesu, Perlukah Khawatir?
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 atau Juli-September 2023 tumbuh 4,94% (year on year/yoy) dan 1,6% (quartal to quartal/qtq). Pertumbuhan (yoy) tersebut adalah yang terendah sejak kuartal III-2021 atau delapan kuartal terakhir.
Konsumsi masyarakat tumbuh 5,06% (yoy) pada kuartal III-2023, lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yang tercatat sebesar 5,22%.
Pelemahan konsumsi masyarakat terutama terjadi pada pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya. Kelompok tersebut hanya tumbuh 3,59% pada Juli-September 2023, jauh di bawah periode April-Juni yang tercatat 7,02%.
Penurunan pertumbuhan juga terjadi untuk kesehatan dan pendidikan, serta restoran dan hotel.
Konsumsi menyumbang sekitar 53% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sehingga melemahnya konsumsi akan berdampak besar terhadap ekonomi.
Perlambatan konsumsi bisa menjadi kabar buruk bagi banyak perusahaan, terutama mereka yang berkutat di consumer goods seperti PT Unilever Indonesia (UNVR),PT Mayora Indah, hingga Indofood Group.
Bila konsumsi turun maka penjualan perusahaan bisa juga melandai sehingga keuntungan perusahaan berkurang.
Dari sisi produksi, perlu dicermati jika sejumlah sektor mengalami perlambatan tajam.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 1,46% (yoy) pada Juli-September tahun ini. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yang tercatat 2,02%.
Sektor pertanian berkontribusi 13,57% terhadap PDB Indonesia atau terbesar kedua setelah industri pengolahan serta menyumbang sekitar 28,21% terhadap penciptaan lapangan kerja.
Dengan sumbangan yang besar tersebut maka perlambatan sektor tersebut akan sangat berdampak terhadap PDB secara keseluruhan.
Sektor lain yang melandai adalah industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan pakaian jadi. Sektor lainnya adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri logam, industri transportasi dan pergudangan.
Cadangan Devisa, Masihkan Turun?
Cadangan devisa Indonesia dalam tren penurunan pada beberapa bulan terakhir. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi cadangan devisa per akhir September 2023 mencapai US$134,9 miliar, turun dari bulan sebelumnya US$137,1 miliar.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (3/11/2023) menjelaskan penurunan cadangan devisa terjadi karena kebutuhan untuk menahan tekanan global.
"Dulu naik sampai US$ 139 miliar cadev saat inflow besar dan ekspor kita besar seperti itu, nah kita gunakan saat tentu saja ada tekanan-tekanan global seperti ini ya wajar itu adalah penurunan," terangnya.
Cadev RI terkuras sekitar Rp 10,3 miliar selama enam bulan beruntun dari US$ 145,2 miliar pada Maret 2023 menjadi US$ 134,9 miliar pada September 2023. Dengan pelemahan rupiah yang tajam pada Oktober 2023 maka cadev diperkirakan juga akan kembali turun pada Oktober tahun ini.
Data dan agenda ekonomi:
* Neraca dagang dan ekspor impor China (10:00 WIB)
* Cadangan devisa Indonesia (10:00 WIB)
* Neraca dagang dan ekspor impor AS (20:30 WIB)
Agenda korporat:
* Tanggal Cum Date Cash Dividend Indo Kordsa Tbk (BRAM)
* Tanggal Cum Date Cash Dividend Paramita Bangun Sarana Tbk (PBSA)
Berikut indikator ekonomi terbaru: