
Ekonomi RI Mengecewakan, Semoga Ada Kabar Baik dari China

Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen baik dari dalam ataupun luar negeri pada perdagangan hari ini. Menghijaunya Wall Street diharapkan bisa menjadi sentimen positif hari ini di tengah kabar mengecewakan dari pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sentimen lain akan datang dari data neraca dagang China dan AS hingga cadangan devisa RI.
Neraca Dagang China & AS
Pada Selasa (7/11/2023), China akan merilis data ekspor-impor hingga neraca dagangnya. Neraca dagang China September tercatat sebesar US$77,71 miliar dari US$82,67 miliar pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara konsensus memperkirakan akan terjadi kenaikan neraca dagang China menjadi US$81,95 miliar dan semakin memperpanjang tren surplusnya.
Ekspor dari China pun diproyeksikan masih rendah meski mulai ada perbaikan yakni terkontraksi 3,1% yoy dari periode sebelumnya yang kontraksi 6,2% yoy. Begitu pula dengan impor yang masih cukup rendah namun diekspektasikan lebih baik yakni kontraksi 5,4% yoy dari periode sebelumnya kontraksi 6,2% yoy.
Data ini menjadi penting dan perlu mendapat perhatian sebab China merupakan negara tujuan ekspor utama Indonesia. Maka dari itu, jika ekspor-impor China sudah mengalami perbaikan, maka permintaan terhadap barang dari Indonesia akan mengalami perbaikan pula hingga perekonomian Indonesia pun akan terkerek naik.
Masih di hari yang sama, AS pun akan merilis data neraca dagang beserta ekspor-impor. Konsensus menilai bahwa neraca dagang AS masih berada dalam zona negatif dengan didominasi oleh impor yang melebihi ekspor. Ekspektasi pasar bahwa neraca dagang AS berada di defisit US$60 miliar atau lebih dalam dibandingkan defisit periode sebelumnya yakni US$58,3 miliar.
Konsumsi dan Ekonomi RI Lesu, Perlukah Khawatir?
Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini mengumumkan ekonomi Indonesia pada kuartal III-2023 atau Juli-September 2023 tumbuh 4,94% (year on year/yoy) dan 1,6% (quartal to quartal/qtq). Pertumbuhan (yoy) tersebut adalah yang terendah sejak kuartal III-2021 atau delapan kuartal terakhir.
Konsumsi masyarakat tumbuh 5,06% (yoy) pada kuartal III-2023, lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yang tercatat sebesar 5,22%.
Pelemahan konsumsi masyarakat terutama terjadi pada pakaian, alas kaki, dan jasa perawatannya. Kelompok tersebut hanya tumbuh 3,59% pada Juli-September 2023, jauh di bawah periode April-Juni yang tercatat 7,02%.
Penurunan pertumbuhan juga terjadi untuk kesehatan dan pendidikan, serta restoran dan hotel.
Konsumsi menyumbang sekitar 53% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) nasional sehingga melemahnya konsumsi akan berdampak besar terhadap ekonomi.
Perlambatan konsumsi bisa menjadi kabar buruk bagi banyak perusahaan, terutama mereka yang berkutat di consumer goods seperti PT Unilever Indonesia (UNVR),PT Mayora Indah, hingga Indofood Group.
Bila konsumsi turun maka penjualan perusahaan bisa juga melandai sehingga keuntungan perusahaan berkurang.
Dari sisi produksi, perlu dicermati jika sejumlah sektor mengalami perlambatan tajam.
Sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh 1,46% (yoy) pada Juli-September tahun ini. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan kuartal II-2023 yang tercatat 2,02%.
Sektor pertanian berkontribusi 13,57% terhadap PDB Indonesia atau terbesar kedua setelah industri pengolahan serta menyumbang sekitar 28,21% terhadap penciptaan lapangan kerja.
Dengan sumbangan yang besar tersebut maka perlambatan sektor tersebut akan sangat berdampak terhadap PDB secara keseluruhan.
Sektor lain yang melandai adalah industri makanan dan minuman serta industri tekstil dan pakaian jadi. Sektor lainnya adalah industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki, industri logam, industri transportasi dan pergudangan.
Cadangan Devisa, Masihkan Turun?
Cadangan devisa Indonesia dalam tren penurunan pada beberapa bulan terakhir. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan posisi cadangan devisa per akhir September 2023 mencapai US$134,9 miliar, turun dari bulan sebelumnya US$137,1 miliar.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Jumat (3/11/2023) menjelaskan penurunan cadangan devisa terjadi karena kebutuhan untuk menahan tekanan global.
"Dulu naik sampai US$ 139 miliar cadev saat inflow besar dan ekspor kita besar seperti itu, nah kita gunakan saat tentu saja ada tekanan-tekanan global seperti ini ya wajar itu adalah penurunan," terangnya.
Cadev RI terkuras sekitar Rp 10,3 miliar selama enam bulan beruntun dari US$ 145,2 miliar pada Maret 2023 menjadi US$ 134,9 miliar pada September 2023. Dengan pelemahan rupiah yang tajam pada Oktober 2023 maka cadev diperkirakan juga akan kembali turun pada Oktober tahun ini.
(rev/rev)