Newsletter

Alarm Bahaya Menyala dari China & Amerika, Awas RI Kena Getahnya!

Tasya Natalia, CNBC Indonesia
Kamis, 18/01/2024 06:00 WIB
Foto: Ilustrasi Dollar AS dan Yuan China (REUTERS/Jason Lee/)
  • Pasar keuangan RI kemarin berakhir di zona merah, di mana IHSG terkoreksi, rupiah lanjut melemah, dan obligasi masih dilepas investor.
  • Tiga indeks di bursa Wall Street juga masih ditutup merah lantaran ada kenaikan penjualan ritel yang memicu inflasi tetap panas.
  • Pasar hari ini masih akan dipengaruhi sentimen dari hasil pengumuman BI serta sentimen dari global terutama dari China dan AS.

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Tanah Air kompak berakhir di zona merah, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sempat anjlok hingga 1%, rupiah masih tertekan dolar Amerika Serikat (AS), hingga obligasi yang masih dilepas investor.

Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak di zona negatif dengan banyaknya sentimen negatif dari luar negeri. Selengkapnya mengenai sentimen hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.

IHSG pada perdagangan kemarin, Rabu (17/1/2024) berakhir di posisi 7.200,63 atau ambruk 0,58%.

Sebagai catatan, secara intraday IHSG sempat jatuh lebih dari 1% ke posisi terendah di 7.162,48. Posisi IHSG kini menjadi yang terendah selama 8 hari terakhir atau sejak 10 Januari 2023.

Koreksi IHSG ditengarai karena aksi jual bersih asing atau net foreign sell mencapai Rp1,07 triliun di seluruh pasar (nego, tunai, dan reguler). Aksi jual ini kontras dengan net foreign buy pada satu hari sebelumnya sempat mencapai Rp1,63 triliun.

Saham yang paling banyak dilego asing ada PT Astra International Tbk (ASII) mencapai Rp368,2 miliar dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) senilai Rp157,7 miliar, kemudian ada duo saham bank BUMN yakni PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), masing-masing dijual asing sebanyak Rp83,8 miliar dan Rp83,3 miliar.

Menelisik lebih jauh berdasarkan kontribusi indeks poin, ada lima saham yang menyeret IHSG paling dalam, diantaranya PT Amman Mineral International Tbk (AMMN) sebesar 7,56 poin, kemudian diikuti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), masing-masing menyeret turun 6,20 dan 5,88 poin.

Kemudian, dua posisi terakhir ditempati saham afiliasi konglomerat Prajogo Pangestu, yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) yang kena Auto Reject Bawah (ARB) atau anjlok nyaris 10% untuk kedua kali-nya setelah buka gembok. Hal ini membuat IHSG terkerek turun 5 poin. Terakhir, ada saham PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) yang menurunkan 4,76 indeks poin.

Berikutnya ke nilai tukar rupiah dalam melawan dolar AS pada perdagangan kemarin, Rabu (17/1/2024) terpantau masih terkapar di zona koreksi. Melansir data Refinitiv, mata uang Garuda ditutup di posisi Rp15.635/US$ atau turun sebesar 0,32%. Posisi ini merupakan yang terparah sejak 13 Desember 2023 atau sekitar satu bulan terakhir.

Pelemahan rupiah yang masih terjadi disinyalir karena tekanan indeks dolar AS (DXY) yang masih lanjut menguat. Pada penutupan kemarin, DXY menguat nyaris 1%, kemudian berlanjut lagi pada hari ini, Kamis (18/1/2024) hingga pukul 01.30 WIB naik lagi 0,23% ke posisi 103,56. Selama sebulan terakhir, DXY sudah terapresiasi di atas 2%.

Pelemahan rupiah ini malah terjadi tatkala Bank Indonesia (BI) mengumumkan kembali menahan suku bunga acuan atau BI rate untuk yang ketiga kalinya sejak Oktober 2023. Tampaknya keputusan BI kali ini belum bisa menjadi obat kuat untuk menguatkan rupiah kemarin.

Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada Januari 2024 memutuskan suku bunga acuan atau BI rate ditahan di level 6%, kemudian suku bunga Deposit Facility kini berada di posisi 5,25% dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.

Beralih lagi ke pasar obligasi, berdasarkan data Refinitiv untuk imbal hasil acuan RI yakni surat utang bertenor 10 tahun hingga penutupan kemarin terpantau naik ke posisi 6,70%, dibandingkan satu hari sebelumnya di 6,66%.

Kenaikan imbal hasil tersebut berbanding terbalik dengan harga yang menunjukkan tren penurunan. Hal ini mengindikasikan bahwa obligasi masih dilepas oleh investor,

Hal tersebut terjadi lantaran efek tekanan penguatan indeks dolar AS yang kemudian membuat yield obligasi acuan AS bertenor 10 tahun juga menguat. Melansir data Refinitiv, selama dua hari terakhir ini imbal hasil acuan AS naik cukup signifikan, lebih dari 3% atau setara 17 basis poin (bps) ke posisi 4,11%.


(tsn/tsn)
Pages