Newsletter

Kabar Baik dari AS Terancam Sia-Sia Karena Cabai Rawit Mahal

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
01 December 2023 05:58
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini saat menyampaikan Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Oktober 2023 dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2023.
Foto: Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini saat menyampaikan Perkembangan Ekspor dan Impor Indonesia Oktober 2023 dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Tahun 2023. (Tangkapan Layar Youtube BPS Statistics)

Pada hari ini, pelaku pasar perlu mencermati sejumlah sentimen penggerak pasar hari ini, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Dari luar negeri, melesatnya indeks Dow Jones bisa menjadi sentimen positif. PCE Amerika Serikat yang melandai juga menjadi kabar baik bagi pelaku pasar di bursa saham, rupiah, dan SBN. Namun, inflasi Indonesia pada November yang diproyeksi naik bisa menjadi sentimen buruk bagi pasar keuangan domestik.

Berikut beberapa sentimen di hari terakhir perdagangan pekan ini: 

Inflasi Indonesia Kembali Memanas?

Pada hari ini, inflasi Indonesia periode November 2023 akan dirilis. Diperkirakan, tingkat inflasi pada November 2023 diperkirakan meningkat, baik secara bulanan (month-to-month/mtm) maupun tahunan (year-on-year/yoy).

Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 institusi memperkirakan inflasi November 2023 akan mencapai 0,24% dibandingkan bulan sebelumnya (mtm).

Hasil polling juga memperkirakan inflasi tahunan (yoy) akan berada di angka 2,72% pada November lalu. Inflasi inti (yoy) juga diperkirakan mencapai 1,92%.

Sebagai catatan, inflasi pada Oktober 2023 tercatat 2,56% (yoy) dan 0,17% (mtm) sementara inflasi inti mencapai 1,54% (yoy).

Dalam catatan BPS, inflasi secara bulanan memang biasanya meningkat mulai November dan terus akan meningkat di akhir tahun. Sepanjang periode 2018-2022 atau lima tahun terakhir, inflasi (mtm) November mencapai 0,23%.

Inflasi November tahun ini juga diprediksi akan kencang karena melonjaknya sejumlah harga bahan pangan.

Ekonom Bank Maybank Indonesia, Juniman, memperkirakan inflasi akan naik karena meningkatnya sejumlah harga pangan, terutama gula, cabai rawit merah, bawang putih, rokok.

"Komoditas utama penyumbang inflasi adalah beras, telur, dan cabai rawit merah," tutur Juniman, kepada CNBC Indonesia.

Data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPSN) menunjukkan bahan pokok yang mengalami lonjakan harga adalah cabai merah keriting, cabai rawit merah, dan gula pasir.

Rata-rata harga cabai rawit merah keriting pada November mencapai Rp 65.631 per kg, naik 39,7% dibandingkan Oktober.
Harga cabai rawit merah keriting melonjak 39% pada November menjadi Rp 82.318/kg. Di sejumlah wilayah, harga cabai rawit bahkan menembus lebih dari Rp 120.000 per kg.

Bila dibandingkan November tahun lalu, harga cabai merah keriting terbang 97,36% sementara cabai rawit merah melonjak 79,25%.

 

PMI Manufaktur RI November, Masih Loyo?

S&P Global hari ini akan merilis data aktivitas manufaktur Indonesia yang terekam dalam data PMI Manufaktur. PMI Manufaktur Indonesia kembali jeblok pada Oktober tahun ini. Untuk periode Oktober 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 51,5. Indeks PMI terjun ke level terendah sejak Mei 2023 atau terendah dalam lima bulan terakhir.

Meski melandai, PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 26 bulan terakhir. PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi. Sementara di bawah itu artinya kontraksi.

S&P Global menjelaskan PMI melambat karena menurunnya pemesanan baru dari luar negeri sejalan dengan melambatnya permintaan. Kepercayaan bisnis dalam 12 bulan ke depan turun jauh ke level terendah sejak Februari 2023. Kepercayaan bisnis ambruk karena meningkatnya ketidakpastian global ke depan

Menarik disimak apakah PMI Manufaktur RI akan membaik atau makin memburuk pada November 2023. Jika PMI memburuk maka ini menjadi warning bahaya bagi Indonesia menginat ini bisa menjadi sinyal perlambatan ekonomi domestik.

Setelah kemarin data PMI manufaktur China periode November 2023 versi NBS dirilis. Pada hari ini, beberapa negara termasuk China akan merilis PMI manufaktur periode November 2023.

Untuk China, kali ini data PMI manufaktur versi Caixin, di mana angkanya diperkirakan kembali melandai menjadi 48,1, dari sebelumnya sebesar 48,7 pada Oktober lalu.

Dengan demikian, maka sektor manufaktur China masih berada di zona kontraksi.

Sebelumnya kemarin, PMI manufaktur versi NBS pada November 2023 dilaporkan melandai menjadi 49,4, dari sebelumnya di angka 49,5 pada Oktober lalu. Angka ini juga lebih rendah dari ekspektasi penurunan pasar yang sebesar 49,9.

PMI menggunakan angka 50 sebagai titik mula. Jika di atas 50, maka artinya dunia usaha sedang dalam fase ekspansi.

Ini menandakan bahwa roda ekonomi China masih belum bertumbuh baik. Hal ini menjadi penting mengingat China merupakan negara dengan perekonomian terbesar di Asia serta mitra dagang Indonesia.

Kondisi tersebut sangat berdampak pada ekspor RI yang susut yang kemudian tercermin pada neraca transaksi berjalan RI yang kembali defisit. Ini juga menjadi tanda bahwa boom komoditas sudah mulai berakhir.

Selain China, Jepang, Australia, Korea Selatan, Uni Eropa, AS, dan tentunya Indonesia juga akan merilis data PMI manufaktur periode November pada hari ini.

PCE AS Melandai, Pasar Makin Optimis The Fed Melunak 

Departemen Perdagangan AS melaporkan Personal Consumption Expenditures(PCE) melandai bulan lalu. PCE mencerminkan konsumsi belanja pribadi warga AS dan menjadi acuan utama The Fed dalam menentukan kebijakan.

Melandainya PCE seharusnya bisa mendorong The Fed untuk melunak. Kondisi ini akan diharapkan bisa membuat investor mulai melirik investasi di luar pasar AS, seperti di Emerging Markets. Arus modal asing pun diharapkan mengalir deras ke Emerging Markets, seperti Indonesia.

PCE Oktober 2023 tercatat stagnan 0% secara bulanan (month-to-month/mtm) dan 3% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini lebih rendah dari posisi September lalu yang sebesar 0,4% (mtm) dan 3,4% (yoy).

Angka PCE Oktober juga lebih rendah dari konsensus pasar dalamTrading Economics yang memperkirakan naik 0,2% (mtm) dan 3,1% (yoy).

Adapun inflasi PCE inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi, naik 0,2% (mtm) dan 3,5% (yoy) pada bulan ini. Kedua angka tersebut selaras dengan konsensus Dow Jones.

Dengan data inflasi PCE yang semakin mendingin, maka hal ini dapat memperkuat optimisme pasar akan berakhirnya era suku bunga tinggi di tahun depan.

Pelaku pasar sudah mengantisipasi penurunan suku bunga acuan pada pertengahan 2024. Berdasarkan perangkat CME FedWatch, sebanyak 96% pelaku pasar memprediksi bahwa The Fed akan menahan kembali suku bunga acuannya pada pertemuan Desember mendatang.

Sementara itu, pelaku pasar memprediksi The Fed baru akan memulai pangkas suku bunga acuannya pada pertemuan Mei 2024, yakni sebanyak 49,5%.

(chd/chd)
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular