Terbang 417% Sejak Listing, Masih Amankah Koleksi BREN?

Tim RIset, CNBC Indonesia
22 October 2023 19:15
Barito Renewables Energy. (Dok: BNI Sekuritas)
Foto: Barito Renewables Energy. (Dok: BNI Sekuritas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten geotermal PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) menjadi hot stock buruan para investor sejak awal manggung usai meroket multibagger.

Saham BREN sempat melesat 9 hari berturut-turut di zona hijau dan sempat menyentuh auto reject atas (ARA) 5 hari beruntun (plus 1 kali ARA lagi pada 17 Oktober 2023) hingga Kamis (19/10/2023), sebelum akhirnya terkoreksi 0,49% pada Jumat (20/10).

Sejak listing pada 9 Oktober 2023, di tengah euforia sektor energi baru terbarukan (EB)T beberapa waktu lalu dan optimisme terhadap perusahaan milik taipan Prajogo Pangestu ini, saham BREN sudah terbang hingga 417%.

Praktis, kini saham BREN memiliki kapitalisasi pasar (market cap) mencapai Rp539,16 triliun. Hanya dalam 10 hari, saham ini sudah menduduki peringkat keempat emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, di atas bank BUMN PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan market cap Rp536,67 triliun.

BREN kini berada dua peringkat di atas saham emiten tambang emas-tembaga Grup Salim yang juga ciamik sejak melantai pada 7 Juli 2023 PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang memiliki market cap Rp476,11 triliun.

Dengan valuasi saat ini, saham BREN memang sudah sangat mahal, baik secara rule of thumb hingga dibandingkan dengan BMRI yang merupakan salah satu dari empat bank terbesar di RI, selain PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) alias BCA, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) atau BNI.

BMRI merupakan emiten dengan laba terbesar kedua di bursa di bawah BBRI, yakni mencapai Rp25,23 triliun, di semester I-2023. BBRI sendiri mencetak laba bersih Rp29,42 triliun selama 6 bulan pertama 2023.

Di bawah BMRI, ada BBCA milik Grup Djarum dengan raihan laba bersih Rp24,19 triliun.

Asal tahu saja, BBCA dan BBRI menduduki peringkat pertama dan kedua market cap terbesar di bursa, masing-masing Rp1.078,66 triliun dan Rp757,80 triliun.

Dengan perolehan laba jumbo tersebut, valuasi price-to earnings ratio (PER) atau perbandingan harga saham terhadap laba perusahaan BMRI mencapai 10,63 kali, masih terbilang murah lantaran di kisaran aturan umum 10-15 kali.

PT Bank Mandiri Tbk senantiasa berkomitmen meningkatkan tata kelola di bidang pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi demi mewujudkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.Foto: Dok Bank Mandiri
PT Bank Mandiri Tbk senantiasa berkomitmen meningkatkan tata kelola di bidang pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi demi mewujudkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Rasio price to book value (PBV) atau harga saham dibandingkan dengan nilai buku perusahaan BMRI tercatat sebesar 2,32 kali, di kisaran peers seperti BBRI (2,61 kali) dan lebih kecil dari BBCA (4,69 kali).

Berbanding terbalik, dengan raihan laba bersih Rp440,5 miliar (dirupiahkan) selama kuartal I-2023 (data terakhir dalam prospektus IPO), PER BREN mencapai 334,45 kali. Artinya, saham BREN super mahal.

Ini juga terlihat jomplang apabila melihat perbandingan laba per saham (EPS) BREN yang hanya Rp12,05 (disetahunkan dan dirupiahkan), sedangkan BMRI Rp540,68.

PBV BREN yang menyentuh angka ekstrem 162,16 kali juga menunjukkan valuasi pasar emiten ini sudah kadung menyentuh 'atap langit'.

PER BREN sangat jauh di atas kompetitor dan peers perusahaan energi baru terbarukan (EBT) Asia yang memiliki PER rata-rata 14,4 kali.

Kemudian, rasio PBV juga di atas pesaing dalam negeri, seperti PGEO 1,96 kali), ARKO (4,78 kali), dan KEEN (1,26 kali), bahkan sang induk BRPT (3,97 kali).

Kinerja Keuangan

BREN berhasil membukukan laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$29,24 juta atau setara dengan Rp445,78 miliar (asumsi kurs Rp15.243/US$) per kuartal I 2023.

Angka ini tumbuh 30,97% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$22,33 juta (Rp340,38 miliar) pada periode yang sama 2022.

Ini seiring top lineperusahaan yang positif dengan pendapatan naik 10,05% yoy menjadi US$147,08 juta pada 3 bulan pertama 2023.

Sementara, selama 2022 pendapatan bersih induk dari Star Energy Group Holdings Pte Ltd (STAR) tersebut meningkat 6,03% yoy menjadi US$569,78 juta dan laba bersih juta naik 5,84% yoy dari US$86,10 juta menjadi US$91,13 juta.

Penjualan listrik menjadi andalan BREN selama tahun lalu, menyumbang 45,6% dari total pendapatan. Kemudian, pendapatan sewa operasi berkontribusi sebesar 26,9%, penjualan uap 19,7%, pendapatan sewa pembiayaan 7,2%.

Menyinggung soal bursa karbon yang diresmikan akhir September lalu, BREN sudah mencatatkan penjualan kredit karbon US$3,6 juta atau 0,6% dari total pendapatan selama 2022.

Kalau menilik rasio keuangan, margin laba usaha (OPM) BREN terbilang tinggi, yakni 75,30%, bersaing dengan pesaing dari perusahaan pelat merah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) (74,50%).

Namun, margin laba bersih BREN lebih kecil dibandingkan PGEO (44,88%) hingga dua emiten pembangkit listrik tenaga air (PLTA) ARKO (30,13%) dan KEEN (39,03%).

BREN memang salah satu pemain utama dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, sebuah sektor yang menjadi fokus dalam rencana energi terbarukan pemerintah.

Dengan potensi sumber daya panas bumi yang melimpah di Indonesia, BREN berada dalam posisi yang kuat untuk mendukung pertumbuhan energi terbarukan dalam bauran energi negara ini.

Kinerja keuangan yang positif dan pertumbuhan kapasitas yang pesat menjadikan BREN sebagai perusahaan yang menarik bagi para investor.

Hanya saja, investor sebaiknya menunggu perbaikan kinerja perusahaan lantaran valuasi BREN yang sangat mahal saat ini.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation