
Pesta Pora BREN Usai? Begini Anomali Saham Milik Prajogo Pangestu

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN), emiten energi terbarukan terbesar di Indonesia secara kapitalisasi pasar, kembali menjadi sorotan setelah beberapa kejadian mengejutkan terkait sahamnya.
Anomali tersebut diantaranya kenaikan harga yang sempat terjadi dengan tidak diimbangi kinerja, sehingga dilanjutkan dengan kejatuhan harganya, valuasi yang jauh di atas harga wajar hingga sempat mencapai kapitalisasi pasar terbesar di bursa, dividen mini, dan memasuki papan pemantauan Full Call Auction (FCA).
Dividen Mini Saham BREN
Saham BREN terpantau memasuki masa ex date dividen pada perdagangan Jumat, 7 Juni 2024. Sayangnya, dividen yang dibagikan sangat kecil, hanya Rp 2 per lembar saham. Artinya, seorang investor yang memiliki 10 lot saham BREN hanya akan menerima dividen mini sebesar Rp 2000.
Dengan harga saham di angka Rp 6.700 per lembar pada penutupan saat cum date, dividen yield yang diperoleh sangatlah kecil, hanya 0,029%. Nilai tersebut setara dengan rasio pembagian dividen dari laba bersih (Dividend Payout Ratio/DPR) sebesar 14,83%.
Pada hari yang sama dengan ex-date dividen, harga saham BREN kembali mengalami Auto Reject Bawah (ARB), dan ini merupakan kali kelima sejak saham ini masuk dalam sistem perdagangan Full Call Auction (FCA). Pada akhir pekan ini, Jumat, 7 Juni 2024, harga saham BREN bertengger di Rp 6.050 per lembar, anjlok lebih dari 50% sejak mencapai level Rp 12.000 pada 17 Mei 2024.
Rekor Kapitalisasi Pasar Terbesar
Keterpurukan saham BREN ini sangat mengejutkan, mengingat emiten milik Prajogo Pangestu tersebut pernah menjadi "bayi ajaib" dalam setahun terakhir. Saham BREN, yang baru melantai di bursa pada 9 Oktober 2023, terus melesat sehingga market cap-nya melonjak.
Bahkan, BREN sempat menjadi emiten dengan market cap terbesar di bursa, mencapai lebih dari Rp 1.500 triliun, menggeser posisi Bank Central Asia (BCA). Namun, saat ini market cap BREN turun drastis ke posisi ketiga dengan nilai Rp 809,4 triliun, di bawah BCA dan PT Amman Mineral International Tbk (AMMAN).
Valuasi Premium & Tidak Wajar BREN
Jika dibandingkan dengan emiten besar lainnya, dividen BREN sangatlah kecil. BCA misalnya, membagikan dividen sebesar Rp 227,50 per saham, sementara PT Bank Rakyat Indonesia (BRI) memberikan dividen sebesar Rp 319 per saham.
Secara laba, saham BREN juga tergolong premium, dengan laba bersih 2023 sebesar Rp 1,6 triliun dan laba kuartal-I 2024 yang hanya naik 4,5% menjadi Rp 458 miliar. BREN memiliki ekuitas Rp 7,5 triliun, tetapi valuasinya sangat tinggi dengan PE Ratio (TTM) sebesar 442,08 kali dan PBV 107,85 kali, jauh dari rule of thumb valuasi wajar dengan PER 15x dan PBV 2,5x.
Papan Pemantauan Khusus Full Call Auction (FCA)
Harga saham BREN yang terus merosot ini sudah setara dengan posisi harga pada pertengahan Maret lalu. Selain itu, sistem perdagangan FCA yang diberlakukan juga menuai banyak kritik.
Financial Times Stock Exchange (FTSE) memutuskan menunda saham BREN masuk sebagai konstituen dalam indeksnya karena sistem FCA dianggap menyulitkan investor asing untuk masuk, lantaran tidak memiliki bid offer dan tidak memungkinkan eksekusi order secara real-time.
Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan melakukan pengkajian ulang terkait kebijakan metode papan pemantauan khusus atau full call auction (FCA). Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik, mengatakan review dilakukan untuk mengukur efektivitas serta pencapaian tujuannya. Ia juga tidak menutup kemungkinan adanya penyesuaian terhadap kebijakan tersebut bila diperlukan.
Dengan berbagai keanehan ini, saham BREN semakin jauh dari prospek penguatannya, meski pernah menjadi "bayi ajaib" di bursa
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mza/mza)