CNBC Indonesia Research

BREN Dkk Ambles, Pesta Saham-saham EBT Sudah Usai Nih?

CNBC Indonesia Research, CNBC Indonesia
17 October 2023 07:20
Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Layar digital pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (11/9/223). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Euforia saham emiten energi baru terbarukan (EBT) tampaknya mulai kendur akhir-akhir ini setelah melompat tinggi di tengah sejumlah katalis positif yang ada.

Salah satu yang paling terlihat dari kinerja saham PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) yang akhirnya terlepas dari kenaikan hingga batas auto reject atas (ARA) 25% pada Senin (16/10/2023).

Saham BREN akhirnya ditutup naik 16,53% secara harian ke Rp2.750 per saham pada Senin (16/10) usai sempat menembus ARA di Rp2.950/saham pada perdagangan intraday.

Dengan ini, untuk kali pertama sejak melantai pada Senin pekan lalu (9/10) saham BREN tidak ditutup dalam posisi ARA. Artinya, investor mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking) yang besar.

Maklum, saham emiten milik Prajogo Pangestu tersebut sudah terbang 252% sejak resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).

BREN adalah induk dari perusahaan produsen geothermal terbesar ketiga dunia Star Energy

Kemudian, saham emiten milik milik Prajogo lainnya PT Barito Pacific Tbk (BRPT) anjlok 29% ke Rp1.130/saham usai sempat reli hingga menembus Rp1.520 per saham pada 25 September lalu.

Sebelumnya, saham BRPT membentuk tren naik yang solid. Selama 11 Agustus 2023 hingga 25 September 2023, saham BRPT terbang 95%.

BRPT adalah induk dari perusahaan petrokimia terbesar dan terintegrasi di Indonesia PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan BREN.

Saham perusahaan yang bergerak di bidang produksi energi panas bumi (geothermal) PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) alias PGE juga terkena profit taking.

Bahkan, saham PGEO menderita penurunan selama 6 hari beruntun atau sejak Senin pekan lalu. Saham PGEO anjlok 14,80% selama sepekan terakhir.

Saham PGEO sempat melesat 127% selama periode 21 Juli 2023 sampai intraday 9 Oktober 2023.

Saham lainnya, saham emiten EBT lainnya, yakni PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) yang mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Mini Hidro (PLTM) dan PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) yang juga memiliki PLTA ikut melorot usai melompat selama September hingga awal Oktober.

Kabar terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 14 Tahun 2023 tentang Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon (POJK Bursa Karbon) menjadi pendorong emiten-emiten yang memiliki tingkat emisi karbon yang rendah, tak terkecuali perusahaan EBT macam yang disebutkan di atas setidaknya sejak bulan lalu.

Ini karena perusahaan dengan emisi karbon rendah bisa menjual kredit karbonnya.

Sebagai informasi, kredit karbon adalah representasi dari hak bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1ton karbon dioksida (CO2).

Sedangkan, perdagangan karbon adalah jual beli kredit atas pengeluaran karbon dioksida atau gas rumah kaca. Perusahaan yang mampu menekan emisi dapat menjual kredit karbon ke perusahaan yang melampaui batas emisi.

Indonesia menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2030.

Sektor strategis yang menjadi prioritas utama adalah sektor kehutanan, energi dan transportasi yang telah mencakup 97% dari total target penurunan emisi NDC Indonesia.

Patut diketahui, Nationally Determined Contribution (NDC) merupakan komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris untuk menurunkan emisi karbon di negara masing- masing.

Kembali ke bahasan di atas, POJK Bursa Karbon akan menjadi pedoman dan acuan Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon yang dilaksanakan oleh penyelenggara pasar.

POJK Bursa Karbon ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang mengamanatkan pengaturan lebih lanjut Perdagangan Karbon melalui Bursa Karbon.

Bursa karbon di Indonesia sendiri diluncurkan pada 26 September 2023.

Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memperkirakan potensi dari mekanisme perdagangan karbon di Indonesia sendiri bisa mencapai lebih dari Rp3.000 triliun.

Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto menilai tambahan pendapatan dari jual beli kredit karbon bisa lebih dari Rp 3000 triliun. Pasalnya, Indonesia memiliki hutan dan lahan gambut yang cukup besar sebagai penyerap karbon.

"Saya kira bahkan kalau mungkin kita hitung dan dioptimalkan dengan baik potensi yang kita miliki bisa lebih. Karena yang perlu kita ketahui Indonesia kan salah satu negara dengan tropical forest yang paling besar area gambut yang besar dan mangrove juga besar," kata Seto dalam Program Closing Bell CNBC Indonesia, Selasa (26/09/2023).

Di antara kelima emiten di atas, Barito Pacific menjadi salah satu yang sudah membukukan pendapatan dari penjualan kredit karbon, kendati masih mini, yakni mencapai USD3,57 juta selama 2022. Angka ini naik dari USD3,14 juta pada 2021.

PGEO juga telah mencatatkan pendapatan dari kredit karbon sepanjang 2022, yaitu sebesar USD747 ribu. Angka ini baru muncul pada tahun lalu lantaran belum terlihat pada sepanjang 2021 dan 2020.

Singkatnya, seperti disebut di atas penurunan harga saham EBT akhir-akhir ini menunjukkan adanya aksi ambil untung oleh sebagian investor. Kendati demikian, secara umum prospek industri tersebut ke depan terbilang cerah, seiring tujuan global mengurangi emisi karbon di tengah isu krisis iklim.

Namun, yang tetap perlu diperhatikan adalah bagaimana nantinya dampak perdagangan karbon tersebut terhadap laba perusahaan dan seberapa jauh ekspansi perusahaan menuai hasil di masa depan.

Tidak kalah pentingnya, momentum yang baik juga perlu diimbangi dengan menyimak valuasi masing-masing perusahaan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(RCI/RCI)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation