
Sudah Terbang Tak Wajar, Valuasi BREN Super Duper Mahal

- Sukses melesat 7 hari beruntun, dengan 6 di antaranya menembus auto reject atas (ARA), saham BREN menjadi idola investor sejak awal manggung.
- Meroketnya harga saham BREN membuat valuasinya semakin mahal
- Prospek bisnis BREN cerah, tetapi pasar akan menantikan fundamental perusahaan ke depan
Jakarta, CNBC Indonesia - Saham emiten geotermal PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) tampil sensasional selama sepekan sejak debut di bursa minggu lalu. Bagaimana dengan valuasi saham emiten taipan Prajogo Pangestu tersebut saat ini?
Saham BREN sukses melesat 7 hari berturut-turut di zona hijau dan sempat menyentuh auto reject atas (ARA) 5 hari beruntun (plus 1 kali ARA lagi pada Selasa, 17 Oktober 2023).
Sejak listing pada 9 Oktober 2023, saham BREN sudah terbang hingga 339,74%.
Praktis, kini saham BREN memiliki kapitalisasi pasar (market cap) mencapai Rp458,89 triliun. Hanya dalam 7 hari, saham ini sudah menduduki peringkat kelima emiten dengan kapitalisasi pasar terbesar, berada di bawah bank BUMN PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dengan market cap Rp560,00 triliun.
BREN kini berada di atas saham emiten tambang emas-tembaga Grup Salim yang juga ciamik sejak melantai pada 7 Juli 2023 PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang memiliki market cap Rp452,58 triliun.
Melansir prospektus IPO perusahaan, anak usaha PT Barito Pacific Tbk (BRPT) tersebut menawarkan maksimal 4 miliar saham biasa dengan nominal Rp 150 yang mewakili sebanyak-banyaknya 3,35% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO.
Perusahaan energi yang akan menggunakan kode saham BREN ini menawarkan saham di harga Rp780 per saham. Dengan begitu, BREN berkesempatan untuk mendapat kucuran dana sekitar Rp3,13 triliun.
Penggunaan dana IPO setelah dikurangi biaya akan digunakan untuk membayar sebagian utang fasilitas B kepada Bangkok Bank Public Company Limited sebanyak-banyaknya sebesar US$158.588.321.
Selain itu, IPO BREN juga bertujuan untuk memenuhi kewajiban pembayaran kepada Star Energi Oil & Gas Pte. Ltd (SEOG). perihal penunjukan Star sebagai pemegang saham ACEHI. Rinciannya pembayaran kepada SEOG sebesar US$ 66,50 juta dan kepada Perseroan sebesar US$ 6 juta.
Biaya yang dibayarkan Star kepada perseroan akan digunakan untuk pembayaran gaji, biaya jasa dan biaya sewa.
Kinerja Keuangan
BREN berhasil membukukan laba bersih tahun berjalan yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$29,24 juta atau setara dengan Rp445,78 miliar (asumsi kurs Rp15.243/US$) per kuartal I 2023.
Angka ini tumbuh 30,97% secara tahunan (year on year/YoY) menjadi US$22,33 juta (Rp340,38 miliar) pada periode yang sama 2022.
Ini seiring top line perusahaan yang positif dengan pendapatan naik 10,05% yoy menjadi US$147,08 juta pada 3 bulan pertama 2023.
Sementara, selama 2022 pendapatan bersih induk dari Star Energy Group Holdings Pte Ltd (STAR) tersebut meningkat 6,03% yoy menjadi US$569,78 juta dan laba bersih juta naik 5,84% yoy dari US$86,10 juta menjadi US$91,13 juta.
Penjualan listrik menjadi andalan BREN selama tahun lalu, menyumbang 45,6% dari total pendapatan. Kemudian, pendapatan sewa operasi berkontribusi sebesar 26,9%, penjualan uap 19,7%, pendapatan sewa pembiayaan 7,2%.
Menyinggung soal bursa karbon yang diresmikan akhir September lalu, BREN sudah mencatatkan penjualan kredit karbon US$3,6 juta atau 0,6% dari total pendapatan selama 2022.
Kalau menilik rasio keuangan, margin laba usaha (OPM) BREN terbilang tinggi, yakni 75,30%, bersaing dengan pesaing dari perusahaan pelat merah PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) (74,50%).
Namun, margin laba bersih BREN lebih kecil dibandingkan PGEO (44,88%) hingga dua emiten pembangkit listrik tenaga air (PLTA) ARKO (30,13%) dan KEEN (39,03%).
Rasio penting lainnya, return on equity (ROE) BREN mengungguli kompetitornya, sedangkan return on assets (ROA) BREN masih kalah dengan PGEO, ARKO, dan KEEN.
Valuasi Super Mahal
Seperti disinggung di atas, kenaikan harga yang tinggi melampaui kinerja fundamental perusahaan membuat valuasi saham BREN kelewat mahal.
Bahkan, angka price-to earnings ratio (PER) BREN mencapai 284,66 kali, sangat jauh di atas kompetitor dan peers perusahaan energi baru terbarukan (EBT) Asia yang memiliki PER rata-rata 14,4 kali.
Kemudian, rasio price-to book value (PBV) BREN juga sangat tinggi, 138,02 kali, di atas PGEO (2,04 kali), ARKO (4,9 kali), dan KEEN (1,3 kali), bahkan sang induk BRPT (4,48 kali).
Prospek BREN
Indonesia telah lama dikenal memiliki potensi panas bumi yang besar, diperkuat oleh aktivitas gunung berapi yang melimpah. Sejak awal 1970-an, pengembangan panas bumi telah menjadi fokus, terutama di bawah monopoli Pertamina. Namun, sejak 2003, sektor ini telah dibuka untuk partisipasi swasta.
Dengan diperkenalkannya Kebijakan Energi Nasional 2014, yang bertujuan mencapai 23% pembangkitan listrik dari energi terbarukan hingga 2025, panas bumi telah menjadi pilar utama kebijakan energi pemerintah. Dalam beberapa tahun terakhir, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia telah mengalami pertumbuhan pesat.
Menurut prospektus BREN, kapasitas pembangkit listrik tenaga panas bumi di Indonesia diperkirakan akan tumbuh pesat dari sekitar 2,6 GW pada tahun 2023 menjadi sekitar 6,7 GW pada 2030, dengan CAGR sebesar sekitar 14,6% yang dapat dibandingkan secara relatif terhadap rata-rata CAGR global sebesar sekitar 5,8% pada jangka waktu yang sama.
Pada 2030, Indonesia diharapkan memiliki kapasitas panas bumi terbesar di dunia yang merupakan 35% dari estimasi kapasitas neto panas bumi global.
Pertumbuhan ini didukung oleh potensi sumber daya panas bumi Indonesia yang signifikan, pertumbuhan permintaan pasar yang pesat, dan dukungan kebijakan sebagai bagian utama rencana masa depan pemerintah untuk meningkatkan energi terbarukan dalam bauran energi.
Lanskap industri panas bumi saat ini terdiri dari 6 perusahaan. Selain Pertamina, seluruh perusahaan lainnya mulai beroperasi pada tahun 2000-an.
Nama-nama yang dimaksud adalah Star Energy (di bawah BREN) dengan kapasitas terpasang terbesar, yakni 886 MW. Kemudian, Pertamina Geothermal Energy (PGE) alias PGEO sebesar 672 MW, Sarulla Operations (330 MW), Supreme Energy (176 MW), KS Orka (145 MW), dan Geo Dipa Energi (130 MW).
Menurut catatan prospektus BRENT, kapasitas Star Energy dan Sarulla Operations dioperasikan berdasarkan Joint Operation Contract (JOC) dengan Pertamina Geothermal Energy.
JOC adalah mekanisme lama khusus yang hanya dimiliki Indonesia dan Pertamina sebelum 2003, di mana Pertamina dapat melibatkan perusahaan swasta untuk mengembangkan dan mengeksploitasi energi panas bumi berdasarkan perjanjian hukum yang disebut Kontrak Operasi Bersama.
Kontraktor bertanggung jawab membangun dan mengoperasikan pembangkit listrik tenaga panas bumi. Dalam hal ini, pertamina tidak memiliki saham ekuitas dalam proyek tersebut, tetapi memungut kompensasi sebagai pemegang sumber daya.
Grup BREN sendiri mengoperasikan tiga operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi, yaitu:
• Operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi Wayang Windu - yang terdiri dari fasilitas lapangan dan fasilitas pembangkit listrik, dan berlokasi di Kabupaten Bandung. Grup Perseroan memiliki perjanjian jual beli tenaga listrik take-or-pay jangka panjang hingga 400 MW dengan PLN, penyedia utilitas listrik milik negara Indonesia.
• Operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi Darajat - yang terdiri dari fasilitas lapangan dan fasilitas pembangkit listrik, dan berlokasi di Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung di Jawa Barat, Indonesia, termasuk seluruh hak dan kewajiban berdasarkan JOC Darajat dan ESC Darajat; dan
• Operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi Salak - yang terdiri dari fasilitas lapangan dan fasilitas pembangkit listrik, dan berlokasi di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor di Jawa Barat, Indonesia, termasuk seluruh hak dan kewajiban berdasarkan JOC Salak dan ESC Salak.
Berdasarkan prospektus IPO, operasi pembangkitan listrik tenaga panas bumi Wayang Windu, Darajat, dan Salak secara berturut-turut memiliki kapasitas pembangkitan terpasang bruto sebesar 230,5 MW, 274,5 MW dan 381 MW, termasuk, kapasitas penjualan uap Darajat dan Salak, secara berturut-turut, sebesar 55 MW dan 180 MW.
Akhir kata, BREN merupakan salah satu pemain utama dalam pengembangan panas bumi di Indonesia, sebuah sektor yang menjadi fokus dalam rencana energi terbarukan pemerintah.
Dengan potensi sumber daya panas bumi yang melimpah di Indonesia, BREN berada dalam posisi yang kuat untuk mendukung pertumbuhan energi terbarukan dalam bauran energi negara ini.
Kinerja keuangan yang positif dan pertumbuhan kapasitas yang pesat menjadikan BREN sebagai perusahaan yang menarik bagi para investor.
Selain itu, dengan proses penawaran saham perdana (initial public offering/IPO) BREN, dalam taraf tertentu memberikan kesempatan bagi investor di bursa RI untuk terlibat dalam perkembangan potensi panas bumi Indonesia yang menjanjikan.
Hanya saja, investor sebaiknya menunggu perbaikan kinerja perusahaan lantaran valuasi BREN yang sangat mahal saat ini.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(RCI/RCI)