
Cuan Dagang RI Diramal Jeblok di September, Karena China?

Jakarta, CNBC Indonesia - Surplus neraca perdagangan diperkirakan menyusut pada September 2023 sejalan dengan makin melambatnya ekonomi mitar dagang serta harga komoditas.
Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data perdagangan internasional Indonesia periode September 2023 pada Senin (16/10/2023). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada September 2023 akan mencapai US$ 2,27 miliar.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Agustus 2023 yang mencapai US$ 3,12 miliar. Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 41 bulan beruntun.
Konsensus juga menunjukkan bahwa ekspor akan terkontraksi 23,5% (year on year/yoy) sementara impor terkoreksi 3,3% pada September 2023.
Sebagai catatan, nilai ekspor Agustus 2023 terkoreksi 21,2% (yoy) tetapi naik 5,5% (month to month/mtm) menjadi US$ 22 miliar. Impor terkontraksi 14,8 (yoy) dan turun 3,5% (mtm) menjadi US$ 18,88 miliar. Ekspor diperkirakan melandai pada September 2023 seiring dengan melambatnya harga komoditas serta perekonomian di negara mitra dagang, terutama dari China.
Berdasarkan catatan Refinitiv, rata-rata harga batu bara pada September ada di angka US$ 162,47/ton, lebih tinggi dibandingkan Agustus 2023 yang tercatat US$ 152,98 per ton. Namun, harganya jauh di bawah September tahun lalu yang tercatat US$ 430,8 per ton.
Batu bara menyumbang nilai ekspor sekitar 15% terhadap total ekspor Indonesia sehingga pergerakan harganya akan sangat menentukan.
Rata-rata harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) merangkak naik menjadi MYR 3.782 per ton pada September 2023 dari MYR 3.852 per ton pada Agustus 2023.
Harga CPO juga lebih tinggi dibandingkan September 2022 yang tercatat MYR 3.693 per ton. Kenaikan harga CPO lebih didorong oleh naiknya permintaan dari India menjelang persiapan festival Dilwali.
Sementara itu, ekonomi mitra dagang utama Indonesia, terutama China terus melandai.
China melaporkan penurunan ekspor yang lebih kecil dari perkiraan pada September 2023 menurut data bea cukai yang dirilis Jumat (13/10/2023). Dalam dolar AS, ekspor terkoreksi 6,2%(yoy) pada September. Angka tersebut kurang dari perkiraan koreksi sebesar 7,6% yang diprakirakan oleh para analis dalam jajak pendapatReuters.
Impor juga terkontraksi sebesar 6,2% (yoy) pada September 2023 - sedikit lebih besar dari kontraksi sebesar 6% yang diperkirakan oleh jajak pendapatReuters.
Perdagangan China merosot tahun ini di tengah lesunya permintaan global terhadap barang-barang China dan melemahnya permintaan domestik.Pemulihan negara dari pandemi ini melambat dalam beberapa bulan terakhir, terseret oleh kemerosotan besar-besaran di sektor real estat.
Biro Statistik Nasional melaporkan pada Jumat (13/10/2023) mengumumkan indeks harga konsumen untuk September ada di angka 0% (year on year/yoy), di bawah estimasi median kenaikan 0,2% dalam jajak pendapat Reuters. Inflasi bahkan lebih rendah dibandingkan yang tercatat pada Agustus 2023 yang tercatat 0,1% .
Data BPS menunjukkan ekspor ke China masih naik 9,36% (mtm) pada Agustus 2023 menjadi Rp 5,38 miliar. Secara kumulatif, ekspor non-migas Indonesia ke Tiongkok juga naik 3,02% menjadi US$ 40,22 miliar.
Namun, bila dibandingkan pada tahun lalu maka angkanya sangat jauh. Ekspor non-migas ke Beijing melonjak 30% pada Januari-Agustus 2022.
Impor India juga terkoreksi sebesar 15% pada September tahun ini. Impor Jepang terkoreksi 17,8% atau melanjutkan tren koreksi menjadi emat bulan beruntun.
Jepang, India, dan China adalah tiga besar pasar ekspor Indonesia. Koreksi impor bisa menjadi sinyal dari semakin melambatnya permintaan dari Indonesia.
Pelemahan ekspor impor juga tercermin dari aktivitas manufaktur Indonesia melandai pada September 2023. Untuk periode September 2023, PMI manufaktur Indonesia ada di angka 52,3. Indeks jauh lebih rendah dibandingkan pada Agustus 2023 yang tercatat di 53,9. Indeks PMI pada September adalah yang terendah dalam empat bulan terakhir.
PMI India, Jepang, dan China melambat pada September 2023 yang menandai mulai lemahnya produksi serta permintaan dalam negeri di negara tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(mae/mae)