- Pasar keuangan Indonesia ditutup beragam di mana IHSG dan rupiah menguat sementara SBN masih dilepas investor
- Tingginya suku bunga AS dan sikap The Fed yang masih akan hawkish memicu capital outflow dari negara berkembang termasuk Indonesia
- Investor akan mencermati sejumlah data penting hari ini mulai dari inflasi hingga PMI manufaktur sejumlah negara
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia kompak ditutup menguat pada perdagangan Jumat (29/9/2023), dimana IHSG ditutup di zona hijau, begitu juga dengan rupiah yang menguat di sesi terakhir.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan masih bergerak beragam pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar hari ini akan dibahas pada halaman 3 artikel ini.
IHSG ditutup menguat 0,03% atau ke 6.939,89 pada perdagangan Jumat (29/9/2023). IHSG sempat menyentuh level 7029 pada pekan kemarin namun sayangnya harus kembali ke angka psikologis 6900.
Penguatan IHSG pada perdagangan akhir pekan didorong oleh kenaikan sektor transportasi 1,41%, teknologi 0,61%, keuangan 0,83%, industrial 0,50%, cyclical 0,59%, properti 0,41% dan non-cyclical 0,29%.
Sebanyak 269 saham bergerak naik, 265 bergerak turun dan 215 tidak berubah dengan transaksi turnover 11,10 triliun dengan 21,55 miliar lembar saham.
Salah satu faktor pendorong penguatan IHSG adalah Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga penjaminan simpanan rupiah di bank umum pada level 4,25 persen. Keputusan tersebut diambil dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) LPS periode September 2023 dan berlaku sampai 31 Januari 2024.
Namun bayang-bayang sikap hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) yang berpotensi menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) dalam sisa akhir tahun ini masih menjadi pemberat IHSG menutup di level 7000.
Hal ini juga mempengaruhi pergerakan rupiah. Rupiah pada pekan dan bulan kemarin tercatat mengalami pelemahan bersamaan dengan mata uang Asia lainnya terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pada penutupan perdagangan Jumat (8/9/2023), rupiah memang menguat 0,42% di angka Rp15.450/US$1. Namun, dalam sepekan, rupiah ambruk 0,52%. September bahkan menjadi salah satu yang terkelam, setelah Mei. Sepanjang September, rupiah melemah 1,9%.
Pelemahan rupiah dalam sepekan kemarin, selain faktor dari aspek global, juga ada dampak dari repatriasi dividen. Pelaku pasar juga masih merasakan ketidakpastian atas kebijakan The Fed. Suku bunga acuan AS dinilai masih berpotensi naik satu kali sampai akhir tahun.
The Fed diproyeksi masih mengerek suku bunga untuk memenuhi target inflasi AS yakni 2%. Untuk diketahui, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
Tingginya suku bunga AS dan sikap The Fed yang masih akan hawkish memicu capital outflow dari negara berkembang termasuk Indonesia. Suku bunga The Fed yang berpotensi menyamai suku bunga Indonesia ini akan memicu investor untuk menarik dana dan memindahkannya ke AS yang notabene merupakan negara maju dan rating surat utangnya lebih menarik.
Dari pasar obligasi, Surat Berharga Negara (SBN) masih dilepas investor seperti tercermin dari kenaikan imbal hasil obligasi tenor 10 tahun yang naik 0,35% di level 6.91% pada perdagangan Jumat (29/9/2023). Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak Maret 2023 atau enam bulan terakhir.
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street di tutup tak kompak pada perdagangan Jumat (29/9/2023) karena kekuatan pasar saham AS sedang diuji oleh melonjaknya imbal hasil obligasi.
Dow Jones jatuh 0,47% di level 33.507,50, sedangkan S&P 500 turun 0,27% di level 4.288,05, sementara Nasdaq naik tipis 0,14% di level 13.219,32.
Melonjaknya imbal hasil obligasi mengguncang saham-saham AS, dan beberapa investor khawatir saham-saham raksasa teknologi dan perusahaan-perusahaan yang sedang berkembang mungkin menjadi titik lemah lainnya.
Investor melihat banyak saham sebagai penerima manfaat utama dari kemajuan kecerdasan buatan (AI). Awal tahun ini, neraca keuangan dan model bisnis perusahaan-perusahaan besar yang kuat juga menarik mereka untuk mencari aset safe haven ketika gejolak perbankan regional mengguncang sistem keuangan.
Namun kenaikan harga saham mereka menggelembungkan valuasinya, dan beberapa investor mengatakan megacaps bisa menjadi rentan jika kenaikan imbal hasil obligasi terus menekan saham.
Ketika saham-saham teknologi besar mulai turun, begitu juga dengan indeksnya, maka orang-orang menjadi gugup dan menjual reksa dana atau ETF mereka.
Aksi jual saham baru-baru ini telah melemahkan beberapa megacaps, dimana Apple perusahaan terbesar berdasarkan nilai pasar, turun sekitar 13% sejak akhir Juli. Nvidia juga turun hampir 12% pada bulan September.
Imbal hasil Treasury yang lebih tinggi akan sensitif terhadap ekspektasi suku bunga dan dianggap bebas risiko, menawarkan lebih banyak persaingan investasi terhadap saham sekaligus meningkatkan biaya pinjaman bagi perusahaan dan rumah tangga.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS bertenor 10 tahun menembus 6,23% atau mendekati level tertinggi dalam 16 tahun terakhir di tengah kekhawatiran bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga pada level saat ini lebih lama dari perkiraan sebelumnya.
Saham-saham perusahaan teknologi dan pertumbuhan, yang sering kali memiliki ekspektasi pertumbuhan laba yang signifikan di tahun-tahun mendatang, cenderung terpukul terutama ketika imbal hasil meningkat karena proyeksi pendapatan mereka di masa depan didiskontokan dengan lebih parah.
Pelaku pasar perlu mencermati sejumlah isu dan sentimen penting pada perdagangan pekan ini dan juga hari ini, Senin (2/10/2023).
Pada hari ini pasar akan dihiasi sentimen dari dalam negeri dan luar negeri, kecuali dari China. Selama sepekan ini tidak akan ada sentimen dari negeri tirai bambu, dikarena China melaksanakan hari libur nasional.
Sentimen dalam negeri datang dari data inflasi periode September 2023 yang akan diumumkan pada hari ini, Senin (2/10/2023). Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 11 institusi memperkirakan inflasi September 2023 akan mencapai 0,13% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).
Hasil polling juga memperkirakan inflasi (year on year/yoy) akan berada di angka 2,23% pada bulan ini. Inflasi inti (yoy) diperkirakan mencapai 2,02%. Sebagai catatan, inflasi pada Agustus 2023 tercatat 3,27% (yoy) sementara inflasi inti mencapai 2,18% (yoy).
Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Agustus turun atau mengalami deflasi 0,02%.
Inflasi tahunan diperkirakan anjlok pada September 2023 karena tingginya basis perhitungan pada tahun lalu. Sebagai catatan, inflasi (yoy) pada September 2022 melonjak ke 5,95% setelah pemerintah mengerek harga BBM subsidi sekitar 30% pada awal September. Inflasi September tahun lalu adalah yang tertinggi sejak Agustus 2015 atau delapan tahun terakhir.
Dengan semakin menipisnya dampak kenaikan harga BBM subsidi maka inflasi (yoy) pun terus melemah. Jika konsensus CNBC Indonesia yang memperkirakan inflasi (yoy) ada di kisaran 2,2% maka itu akan menjadi terendah sejak Februari 2022 atau 18 bulan terakhir.
Inflasi akan meningkat secara bulanan pada September 2023 karena kenaikan harga sejumlah bahan pokok seperti beras dan gula.
Semakin melandainya inflasi (yoy) tentu menjadi kabar gembira buat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti negara lain, Indonesia harus bergulat dengan inflasi tinggi setelah perang Rusia-Ukraina meletus.
Dalam beberapa kesempatan, Jokowi bahkan selalu mengingatkan jika inflasi menjadi salah satu kekhawatiran terbesarnya.
Selain itu terdapat pula data Indeks Manajer Pembeli (PMI) Nikkei Indonesia periode September 2023. Diketahui Indonesia mencatatkan PMI manufaktur tertinggi di Asia Tenggara pada periode Agustus 2023 sebesar 53,9 poin atau naik 1,13% dibandingkan periode Juli di angka 53,3. PMI pada Agustus 2023 menjadi yang tertinggi sejak Oktober 2021 atau 22 bulan terakhir atau hampir dua tahun.
PMI manufaktur Indonesia sudah berada dalam fase ekspansif selama 25 bulan terakhir. Laju ekspansi pada Agustus 2023 tersebut merupakan yang paling cepat dalam kurun waktu hampir setahun, didorong oleh pertumbuhan permintaan baru yang lebih cepat dan peningkatan kapasitas.
Pada Jumat (6/10/2023) Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan cadangan devisa Indonesia periode September 2023. Diketahui posisi cadangan devisa Indonesia pada akhir Agustus 2023 tetap tinggi sebesar US$137,1 miliar, meski sedikit menurun dibandingkan dengan posisi pada akhir Juli 2023 sebesar US$137,7 miliar.
Penurunan posisi cadangan devisa tersebut antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar Rupiah sejalan dengan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global. Tiga sentimen dalam negeri ini akan mempengaruhi laju gerak IHSG dan juga rupiah.
Selain itu terdapat pula sentimen global yang dapat mempengaruhi laju pasar saham Indonesia.
Pada hari ini AS juga akan mengumumkan Indeks Manajer Pembeli (PMI) Manufaktur periode September 2023 hingga belanja konstruksi periode Agustus 2023.
Diketahui manufaktur AS mengalami kontraksi selama 10 bulan berturut-turut pada bulan Agustus, namun laju penurunan terus melambat, menunjukkan bahwa sektor ini dapat stabil pada tingkat yang lebih rendah.
Institute for Supply Management (ISM) mengatakan bahwa PMI manufaktur meningkat menjadi 47,6 pada Agustus 2023, meningkat dari 46,4 pada Juli. Indeks tersebut merosot ke 46 pada Juni, yang merupakan angka terendah sejak Mei 2020.
Selain itu, akan ada banyak pidato dari Dewan Gubernur The Fed, Wakil Gubernur The Fed dan anggota FOMC lainnya.
Pada pekan ini, para pelaku pasar akan mendapatkan informasi terkini mengenai pasar tenaga kerja, dimulai dengan Survei Pembukaan Pekerjaan dan Perputaran Tenaga Kerja bulan Agustus (JOLTS) pada hari Selasa (3/10/2023).
Pada hari Rabu, penyedia penggajian ADP akan menerbitkan Laporan Ketenagakerjaan Nasional untuk bulan September, yang menelusuri pertumbuhan dalam penggajian sektor swasta. Dua hal ini akan menjadi landasan bagi laporan penggajian non pertanian bulan September pada hari Jumat (6/10/2023).
Kenaikan suku bunga The Federal Reserve akhirnya mulai mengurangi laju perekrutan tenaga kerja yang masih mendekati nilai tertinggi dalam sejarah, di tengah pasar tenaga kerja yang tangguh.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
• Indeks Manajer Pembelian (PMI) Nikkei Indonesia periode September 2023 (07.30 WIB)
• Inflasi Indonesia periode September 2023 (11.00 WIB)
• Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur AS periode September 2023 (20.45 WIB)
• Belanja Konstruksi AS periode Agustus 2023 (21.00 WIB)
• Pidato Ketua Dewan Gubernur The Fed, Powell (22.00 WIB)
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
• RUPSLB PT Bank Maya Internasional Tbk (MAYA)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]