
Wajib Baca! 7 Kabar Ini Jadi Kunci Investor Pesta Atau Merana

Investor perlu mencermati sejumlah sentimen yang datang dari dalam negeri. Sentimen pada perdagangan hari ini lebih mengarah negatif sehingga pelaku pasar mesti waspada. Sebagai catatan, pasar keuangan Indonesia akan tutup pada Kamis (28/9/2023) untuk memperingati Maulud Nabi Muhammad SAW sehingga perdagangan hari ini kemungkinan akan melibatkan volume dalam jumlah besar.
Pertama, Wall street yang berakhir 'berdarah-darah' pada perdagangan kemarin bisa membawa angin negatif bagi indeks dalam negeri. Sebagian saham teknologi dan perbankan yang ambles di bursa Wall Street kemarin juga dikhawatirkan berimbas kepada sektor serupa di Tanah Air.
Kedua, tekanan pasar keuangan terjadi karena sentimen eksternal dari Amerika Serikat (AS). Wajar pelaku pasar masih terkesan ketar-ketir, sebab inflasi AS kembali nanjak. The Fed diperkirakan masih akan 'gila'. Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed), pekan lalu, memang memutuskan untuk menahan suku bunga acuan di level 5,25-5,50% sesuai ekspektasi pasar.
Namun, The Fed mengisyaratkan mereka akan tetaphawkishdan membuka kemungkinan kenaikan suku bunga ke depan.
Berdasarkan perangkat FedWatch, survei menunjukkan 23,7 % The Fed akan menaikkan suku bunganya sebesar 25 basis poin (bps) pada FOMC November. Sementara pada FOMC Desember, persentasenya mengalami peningkatan menjadi 34,3% untuk The Fed mengalami peningkatan menjadi 5,50-5,75%.
Hal ini The Fed lakukan untuk memenuhi target inflasi AS yakni 2%. Untuk diketahui, AS mencatatkan inflasi sebesar 3,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Agustus 2023, naik dari inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 3,2% yoy.
JPMorgan Chase CEO Jamie Dimon memperingatkan bahwa suku bunga bisa naik lebih jauh karena para pembuat kebijakan menghadapi prospek peningkatan inflasi dan pertumbuhan yang lambat. Meskipun para pejabat The Fed telah mengindikasikan bahwa mereka sudah mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga, kepala bank terbesar AS berdasarkan aset tersebut mengatakan bahwa hal tersebut mungkin belum tentu benar.
Faktanya, Dimon mengatakan dalam sebuah wawancara dengan The Times of India bahwa suku bunga acuan The Fed dapat meningkat secara signifikan dari kisaran target saat ini sebesar 5,25%-5,5%.
Dia mengatakan bahwa ketika The Fed menaikkan suku bunga dari mendekati nol menjadi 2%, hal tersebut "hampir tidak ada pergerakan," sementara kenaikan dari angka tersebut ke kisaran saat ini hanya membuat sebagian orang lengah.
Komentar tersebut muncul kurang dari seminggu setelah pejabat Fed, dalam pembaruan ekonomi triwulanan mereka, mengindikasikan bahwa mereka bisa menyetujui kenaikan seperempat poin persentase lagi pada akhir tahun sebelum mulai melakukan pemotongan beberapa kali pada 2024.
Chairman The Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral tidak akan ragu untuk menaikkan suku bunga, atau setidaknya mempertahankannya pada tingkat yang lebih tinggi, jika inflasi tidak berada pada lintasan yang lebih rendah secara berkelanjutan, sebuah realitas yang lebih tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama.
Saat ini investor masih menyimak terkait sinyal-sinyal suku bunga The Fed. Hari ini akan ada pidato dari pejabat The Fed. 'Huru-hara' pasar keuangan akibat The Fed ini diperkirakan masih akan mewarnai sentimen pasar pekan ini.
Investor masih mengantisipasi, memasang mode wait and see terkait sinyal suku bunga ke depan dari pidato pejabat The Fed dan rilis data ekonomi penting yang menggambarkan kondisi ekonomi AS.
Ketiga, AS juga bakal merilis data ekonomi penting lainnya hari ini diantaranya data pesanan barang di AS untuk periode Agustus 2023. Untuk diketahui, pesanan baru untuk barang-barang tahan lama yang diproduksi di AS anjlok sebesar 5,2% pada Juli 2023, menyusul pertumbuhan yang direvisi turun sebesar 4,4% pada bulan Juni dan melampaui ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan sebesar 4,0%.
Penurunan ini merupakan penurunan paling tajam dalam pesanan barang tahan lama sejak terjadinya wabah Covid-19 pada bulan April 2020, yang didorong oleh penurunan signifikan dalam permintaan peralatan transportasi.
Keempat, beralih ke wilayah Asia, China sebagai negara dengan perekonomian terbesar di Asia dan merupakan tujuan ekspor utama Indonesia ini juga mengalami perlambatan.
Ekonomi China hingga kuartal II-2023 masih berhasil tumbuh positif, namun berada di bawah ekspektasi pasar. Ke depan negeri tirai bambu tersebut akan alami banyak tekanan sehingga alami pelemahan signifikan. Hingga akhir tahun beberapa ekonomi memperkirakan ekonomi China tumbuh hanya 4%.
Tekanan dalam jangka panjang, berkaitan dengan persoalan struktural di China. Pertama adalah krisis sektor properti yang dipicu oleh Evergrande. Hal ini berpengaruh besar bagi industri properti dan keuangan.
Lebih lanjut, Foreign Direct Investment (FDI) juga turun sangat dalam terutama pertengahan tahun lalu dan semester-I tahun ini, jadi ini menggambarkan China akan mengalami tekanan sangat berat.
Kelima, hari ini akan ada Risalah Rapat Kebijakan Moneter BoJ. Untuk diketahui, Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga utama jangka pendeknya di -0,1% dan imbal hasil obligasi 10-tahun di sekitar 0% pada pertemuan bulan September dengan suara bulat.
Bank sentral juga tidak mengubah batasan tunjangan sebesar 50bps yang ditetapkan di kedua sisi target imbal hasil, serta batasan 1,0% yang diterapkan pada bulan Juli. BoJ menyebutkan akan dengan sabar melanjutkan pelonggaran moneter dan merespons perkembangan aktivitas ekonomi, dinamika harga, dan kondisi keuangan, di tengah tingginya ketidakpastian di dalam dan luar negeri.
Dengan melakukan hal tersebut, dewan bertujuan untuk mencapai target stabilitas harga sebesar 2% secara berkelanjutan, disertai dengan kenaikan upah.
Ekonomi China, Eropa dan Jepang yang diperkirakan melemah turut menjadi sentimen negatif bagi investor dan turut mendorong penguatan dolar AS.
Keenam, dari dalam negeri, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun melambung ke 6, 85% pada perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 21 Maret 2023 atau enam bulan terakhir. Imbal hasil dengan cepat naik dari 6,72% pada Senin pekan lalu menjadi 6,85% pada Selasa kemarin.
Imbal hasil yang menanjak menandai harga SBN tengah jatuh karena banyak investor yang melepas SBN. Kondisi ini juga mencerminkan capital outflow yang terjadi di pasar SBN sehingga menjadi salah satu faktor melemahnya rupiah.
Bank Indonesia (BI) menyatakan pelemahan rupiah saat ini hanya sementara. Fundamental ekonomi dalam negeri yang semakin membaik akan mendorong penguatan rupiah ke depannya. BI terus mengawal dan berada di pasar untuk memastikan keseimbangan supply-demand valas di pasar terjaga.
Ketujuh, Investor saat ini tentu antusias dan mendapat angin positif dari peluncuran bursa karbon kemarin. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meresmikan peluncuran Bursa Karbon Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa (26/9/2023). Dalam kesempatan itu, Jokowi bicara potensi Indonesia menjadi poros karbon dunia.
Mengingat, dunia sekarang sedang menuju ke arah ekonomi hijau. Ini tak lepas dari ancaman perubahan iklim yang kian terasa, mulai dari kenaikan suhu bumi, kekeringan, hingga polusi udara.
Sehingga dibutuhkan langkah konkret dan bursa karbon yang kita luncurkan hari ini bisa menjadi sebuah langkah konkret, bisa menjadi sebuah langkah besar untuk mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution atau kontribusi nasional yang ditetapkan di mana target pengurangan emisi Gas Rumah Kaca di Indonesia, yakni sebesar 29% tanpa syarat dan 41% bersyarat).
Jokowi mengungkapkan potensi pasar bursa karbon Indonesia yang baru saja diluncurkan hari ini bisa mencapai Rp 3.000 triliun. Ini merupakan sebuah angka yang sangat besar, dan akan menjadi menjadi kesempatan ekonomi baru yang berkelanjutan sejalan arah dunia yang menuju ekonomi hijau.
Bursa karbon ini diharapkan dapat dijadikan standar karbon internasional sebagai rujukan manfaatkan teknologi untuk transaksi. Kedua harus ada targettime linebaik pasar dalam maupun luar negeri segera masuk ke sana.
Ketiga, atur dan fasilitasi pasar karbon sukarela sesuai praktek di komunitas internasional, serta memastikan standar internasional itu tidak mengganggu target NDC Indonesia.
CEO Yugen Bertumbuh Sekuritas, William Surya Wijaya memperkirakan IHSG masih melemah pada hari ini dan bergerak di kisaran 6889-7054.
"Melalui pekan pendek IHSG masih terlihat dalam fase konsolidasi, laporan kinerja emiten yang membaik masih menjadi salah satu penopang kenaikan IHSG, sedangkan pengaruh fluktuasi dan pelemahan nilai tukar, menjadi salah satu sentimen negatif bagi pergerakan IHSG, sedangkan dalam jangka panjang IHSG masih berada dalam jalur uptrend, hari ini IHSG berpotensi melemah," tutur William dalam analisanya.
(aum/aum)