CNBC Indonesia Research

Darurat Polusi: Jakarta, Bandung, Kalimantan Merah Semua!

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
25 August 2023 15:10
Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti. (Dok. DetikJabar/Whisnu Pradana)
Foto: Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti. (Dok. DetikJabar/Whisnu Pradana)
  • Masih hangat menjadi buah bibir. Persoalan polusi udara masih jadi isu hangat diperbincangkan.
  • Hingga saat ini, belum ada solusi yang jelas dari pemerintah dalam menghadapi persoalan polusi.
  • Sembari menunggu, nyatanya Indonesia sudah dikepung polusi, utamanya pada wilayah Jabodetabek dan Bandung.

Jakarta, CNBC Indonesia - Polusi udara sedang dicari solusinya. Kalimat inilah yang menyelimuti pikiran masyarakat Indonesia saat ini. Seiring dengan menunggu solusi jelas dari pemerintah, Indonesia kini malah tengah 'gila-gilanya' dikepung polusi. Bukan Cuma Jakarta dan sekitarnya, kini Bandung juga diselimuti hal mengerikan ini.

Dua pekan terakhir, tak asing kita dengan polusi Jakarta yang memasuki level buruk dan semakin parah. Ironisnya, Jakarta mencatatkan konsentrasi polutan particulate matter 2.5 (PM2,5) sebesar 72,8 mikrogram per meter kubik (μg/m³).

PM 2.5 bisa meningkat karena udara panas, kebakaran, dan polusi lingkungan. Menurut WHO, Berbagai material yang terkandung dalam PM2,5 ini dapat menyebabkan berbagai gangguan saluran pernafasan seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), kanker paru- paru, kardiovaskular, kematian dini, dan penyakit paru-paru obstruktif kronis.

Mengutip dari Epa.gov, jika dilihat dengan mata telanjang, PM 2.5 terlihat gelap dan kabur. Partikel satu ini bisa dilihat jelas jika memakai mikroskop elektron. PM.25 sendiri terbentuk dan terdiri dari ratusan bahan kimia berbeda.

PM 2.5 dibentuk di atmosfer karena reaksi bahan kimia seperti sulfur dioksida dan nitrogen oksida. Polutan ini terbentuk dari pembuangan pembangkit listrik, industri, dan mobil. PM juga dipancarkan langsung dari ladang, cerobong asap, dan pembuatan jalan memakai aspal.

Setiap orang memiliki hak lingkungan untuk tinggal di lingkungan yang aman, bersih, sehat serta berkelanjutan, bersamaan dengan hak untuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi lingkungan. Negara harus melindungi hak-hak lingkungan warganya dan Indonesia adalah salah satu negara yang secara formal telah menerima semua norma-norma hak lingkungan ini.

Namun sayangnya, hingga kini penyebab dari polusi Jabodetabek, sumber masalahnya saja masing-masing instansi, baik pusat dan daerah belum kompak.

Sejauh ini, baru ini pemerintah terkesan fokus menyiapkan serangkaian strategi untuk mengatasi polusi Jakarta. Bahkan, pemerintah pusat ikut turun tangan. Presiden Jokowi sudah menginstruksikan penanganan jangan pendek, jangka menengah dan jangka panjang untuk mengatasi polusi udara.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan pun turun tangan langsung mengkoordinasi penanganan polusi udara.

Warga memakai masker medis saat beraktivitas di luar ruangan di trotoar pedestrian Karet Bivak, Jakarta, Kamis (24/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)Foto: Warga memakai masker medis saat beraktivitas di luar ruangan di trotoar pedestrian Karet Bivak, Jakarta, Kamis (24/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Warga memakai masker medis saat beraktivitas di luar ruangan di trotoar pedestrian Karet Bivak, Jakarta, Kamis (24/8/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Sejumlah arahan untuk menindaklanjuti instruksi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun disampaikan Luhut kepada Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar, Menhub Budi Karya Sumadi, Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Berikut langkah-langkah strategis pemerintah dalam penangan polusi udara.

Selebihnya, pemerintah tampak masih mengkaji mengingat baru beberapa hari jelang pembentukan Tim yang dibentuk Presiden. Tentunya masyarakat berharap ada solusi yang menyeluruh yang tidak hanya berbasis pada intervensi pada masyarakat. Di sisi lain, sejumlah kebijakan dari pemerintah dianggap masih terkesan kontraproduktif.

Semua orang tahu bahwa polusi udara buruk untuk kesehatan. Namun, Anda mungkin tak mengira bahwa efek negatif polusi udara bisa berakibat fatal. Faktanya, terus-menerus menghirup udara yang kotor bisa membuat seseorang mati muda.

Memang, masalah polusi ini dampak setiap wilayah di Indonesia berbeda-beda. Ada yang karena PLTU, ada faktor aktivitas kendaraan namun ada pula faktor kebakaran hutan dan lahan yang pernah heboh di tahun 2015.

Belum Kelar Jakarta, Paris Van Java Dikepung Polusi

Nyaris satu minggu kebakaran di tempat pembuangan akhir (TPA) Sarimukti di Kabupaten Bandung Barat terjadi. Hingga kemarin, api belum juga mampu dipadamkan hal ini tentu menjadi perhatian serius pasalnya polusi di wilayah Bandung akan semakin parah.

Per hari ini, Jumat (25/8/2023) hingga siang hari, kualitas udara di Kota Bandung sudah memasuki level tidak sehat sengan indeks kualitas udara (AQI) sebesar 157 di mana polutan utamanya adalah PM 2.5. Berikut rinciannya.

Untuk diketahui, sampah yang terbakar jenis sampah tercampur segala macam dan jika itu terbakar secara terbuka yang terjadi saat ini melepaskan parameter pencemaran yang beracun dan berbahaya jika terhirup manusia dan makhluk hidup.

Orang-orang yang berada di sekitar lokasi pembakaran, terutama anak-anak, ibu hamil, lansia, dan orang yang memiliki riwayat penyakit jantung dan paru, berisiko tinggi mengalami gangguan kesehatan akibat menghirup bahan-bahan tersebut. Hal ini juga tergantung pada seberapa lama dan seberapa sering mereka terpapar asap hasil pembakaran sampah.

Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti. (Dok. DetikJabar/Whisnu Pradana)Foto: Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti. (Dok. DetikJabar/Whisnu Pradana)
Petugas Menyisir Titik Api Kebakaran TPA Sarimukti. (Dok. DetikJabar/Whisnu Pradana)



Paparan zat ini dalam jangka panjang berisiko menyebabkan jenis kanker tertentu, gangguan hati, sangguan sistem kekebalan tubuh, gangguan sistem reproduksi, mengonsumsi makanan yang terkontaminasi abu dan asap. Selain asap, membakar sampah secara terbuka akan menghasilkan residu abu yang dapat mengandung logam beracun, seperti merkuri, timbal, dan arsen.

Selain itu ada pula dampaknya bagi ekosistem dan lingkungan. Di mana Pembakaran sampah menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2), gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap perubahan iklim global. Selain itu, senyawa kimia beracun yang dihasilkan dari pembakaran dapat mencemari tanah dan air, mengancam keberlanjutan ekosistem dan keberagaman hayati.

Sampah yang dibakar juga dapat mengeluarkan logam berat dan senyawa beracun lainnya yang berdampak negatif pada ekosistem dan keseimbangan ekologis.

Saat ini pemadaman masih dilakukan dengan melibatkan petugas pemadam di wilayah Bandung Raya. Mengutip dari keterangan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pada Kamis (25/8/2023) belasan truk damkar sudah dikerahkan.

[Gambas:Instagram]

Pemerintah Kabupaten Bandung Barat saat ini menetapkan status darurat bencana. Status tanggap darurat bencana ini merupakan Keputusan Bupati (Kepbup) Bandung Barat Hengki Kurniawan dengan Nomor 100.3.3.2/Kep.760 BPBD/2023.Status tanggap darurat bencana kebakaran ini diterapkan selama 21 hari ke depan dari mulai 22 Agustus 2023.

Solusi sementara dari pemerintahnya saat ini memang fokus pada pemadaman agar tidak memunculkan hal-hal yang semakin parah. Selain itu, untuk sementara pemerintah Bandung Barat membantu memfasilitasi untuk memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat.

Sumatera-Kalimantan 'Dihantui' Kebakaran Hutan dan Lahan

Kebarakan hutan dan lahan di wilayah Sumatera utamanya di Provinsi Riau tak bisa dianggap berakhir. Di tengah musim kemarau seperti ini dengan luasan lahan gambut Riau masih dihantui 'momok' mengerikan dari kebakaran hutan dan lahan.

Soldiers and a fire fighter spray water to extinguish forest fire at a peatland field in Kampar, Riau province, Indonesia, Tuesday, Sept. 17, 2019. Indonesian authorities have deployed more personnel and aircraft to battle forest fires that are spreading a thick, noxious haze around Southeast Asia. (AP Photo/Rafka Majjid)Foto: Petugas memadamkan api akibat kebakaran hutan di Kampar, Riau (17/9/2019). (AP Photo/Rafka Majjid)
Soldiers and a fire fighter spray water to extinguish forest fire at a peatland field in Kampar, Riau province, Indonesia, Tuesday, Sept. 17, 2019. Indonesian authorities have deployed more personnel and aircraft to battle forest fires that are spreading a thick, noxious haze around Southeast Asia. (AP Photo/Rafka Majjid)

Mengutip dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau terhitung sejak awal Januari 2023 saja luas lahan yang terbakar di Riau sudah mencapai 1.184,36 hekare. Luasan lahan karhutla tersebut tersebar di kabupaten kota. Berikut rinciannya.

Menilik data tersebut, memang terbilang minim dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selama periode Januari-Juli 2023 luas kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Tanah Air sudah mencapai 90.405 hektare (ha). Seluruh kebakaran itu tercatat menghasilkan emisi lebih dari 5,9 juta ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e).

Menurut Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), karhutla tahun ini berpotensi meningkat karena ada fenomena cuaca El Nino.

Lantas kebijakan apa yang dilakukan pemerintah?

BRGM menyatakan sudah bekerja sama dengan KLHK, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), serta TNI untuk melakukan pembasahan lahan gambut dengan teknologi modifikasi cuaca.

Polri juga terlibat dalam upaya antisipasi masalah ini, dengan melakukan sosialisasi larangan membakar lahan dan patroli di berbagai wilayah.

Bahkan sejak tahun 2016, Badan Restorasi Gambut (BRG) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah diberikan mandat untuk melakukan restorasi lahan gambut untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Lahan gambut di Indonesia terdegradasi dan mengering akibat terbakar hebat di 2015. Maka itu, upaya pemulihan gambut yang implementasinya berlangsung sejak 2017 diharapkan dapat mengembalikan kelembaban ekosistem gambut paling dini pada 2020 dan mencegah kebakaran selanjutnya.

Berdasarkan riset dengan tajuk "Predicting success in restored bogs shortly after restoration works" indikasi dampak dari restorasi gambut baru bisa dilihat dalam tiga tahun setelah restorasi.

Kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kota Palangka Raya kembali meningkat dalam sepekan terakhir. (Dok. mediacenter.palangkaraya)Foto: Kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kota Palangka Raya kembali meningkat dalam sepekan terakhir. (Dok. mediacenter.palangkaraya)
Kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Kota Palangka Raya kembali meningkat dalam sepekan terakhir. (Dok. mediacenter.palangkaraya)

Sebagaimana diketahui, setelah kebakaran hebat yang terjadi tahun 2015, kebijakan pemerintah di sektor kehutanan berfokus pada pemulihan gambut dengan membentuk Badan Restorasi Gambut (BRG) pada tahun 2016.

Melangkah bersama dengan KLHK, badan ini punya wewenang melakukan restorasi sekitar dua juta herkate lahan gambut di tujuh provinsi dari Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sampai Papua.

Namun di 2019, kebakaran hutan dan lahan masih saja terjadi termasuk di beberapa wilayah yang sedang di restorasi.

Mengutip catatan dari https://sipalaga.brg.go.id/ lebih dari 90% titik pemantauan tinggi permukaan lahan gambut di tujuh provinsi prioritas restorasi mencatatkan kekeringan.

Bahkan masih lekat dalam ingatan, setelah mengadakan sidang rapat terbatas di Pekanbaru, Riau pada September 2019 presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui bahwa Indonesia lalai dalam mengatasi persoalan kebakaran hutan dan lahan pada tahun tersebut.

Persoalan infrastruktur hingga kurangnya kerja sama antar semua pemegang kepentingan menjadi salah satu penyebab dari gagalnya atau belum efektifnya pemulihan ekosistem gambut.

Namun memang, secara tren kebakaran hutan dan lahan mengalami penurunan. Ini bisa menjadi pelajaran bagi pemerintah agar tak lalai dalam mengatasi persoalan polusi udara. Meskipun penyebab berbeda, namun ini tetap menjadi perhatian karena polusi bisa mengancam nyawa manusia.

Mengutip dari berbagai sumber, saat itu baru saja sebulan terpapar kabut asap, hingga 11 September 2015, Dinas Kesehatan Provinsi Riau mencatat sudah 43.386 orang yang terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).

Angka itu hanya yang terdaftar memeriksakan diri ke rumah sakit dan puskesmas. Jumlah masyarakat yang terkena ISPA dari dampak kebakaran lahan di Riau meningkat hingga 100%. Sementara, pada tahun 2013, korban berjumlah 19.862 orang dan pada 2014 sejumlah 27.200 orang.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation