- Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah kompak menguat di tengah minimnya katalis positif sementara yield SBN terus melanjak
- Wall Street kembali bergerak beragam dengan mayoritas indeks melemah
- Investor dalam negeri menantikan keputusan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan mencermati sejumlah perkembangan dari luar negeri
Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah sama-sama menguat pada Selasa (22/8/2023) di tengah minim sentimen positif. Sebaliknya, imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) terus menanjak karena investor memilih kabur dari pasar Tanah Air.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan menghadapi tekanan berat pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentiimen penggerak pasar hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG ditutup menguat 0,73% ke posisi 6.916,45. IHSG berhasil kembali menyentuh level psikologis 6.900 pada perdagangan Selasa.
Tercatat ada tiga sektor yang menjadi penopang terbesar IHSG pada Selasa, yakni sektor infrastruktur yang mencapai 1,44%, kemudian sektor keuangan sebesar 1,11%, dan sektor energi sebesar 1,03%.
Selain itu, beberapa saham juga turut menjadi penopang IHSG pada akhir perdagangan Selasa. Tiga saham bank raksasa menjadi penopang IHSG pada sesi I Selasa, dengan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) menjadi penopang terbesar yakni mencapai 12,2 indeks poin.
Sedangkan saham yang mewakili sektor energi, ada dua saham batu bara yang juga menjadi penopang IHSG pada Selasa, yakni PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) sebesar 2,7 indeks poin, dan PT United Tractors Tbk (UNTR) sebesar 2,1 indeks poin.
IHSG ditutup menguat meski ada kabar kurang menggembirakan datang dari dalam negeri, yakni terkait data transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI).
Transaksi berjalan mengalami defisit atau current account deficit(CAD) setelah tujuh bulan mengalami surplus. Defisit CAD RI per kuartal II-2023 sebesar US$ 1,9 miliar atau setara 0,5% PDB.
Seiring dengan itu, kinerja Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal II 2023 juga tercatat defisit US$ 7,4 miliar dan posisi cadangan devisa pada akhir Juni tercatat tetap tinggi sebesar US$ 137,5 miliar dolar AS, atau setara dengan pembiayaan 6,0 bulan impor.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan, defisit itu terjadi di tengah kondisi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi global serta berlanjutnya perbaikan ekonomi domestik.
"Pada kuartal II 2023, transaksi berjalan mencatat defisit 1,9 miliar dolar AS," kata Erwin dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (22/8/2023).
Di lain sisi, investor juga menanti agenda pengumuman suku bunga Bank Indonesia (BI) dan perhelatan Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming.
Pada Kamis pekan ini, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI akan mengumumkan hasil pertemuannya, termasuk suku bunga acuan. Pelaku pasar berekspektasi jika BI akan mempertahankan suku bunga untuk menjaga stabilitas nilai tukar.
Sedangkan dari eksternal, pelaku pasar di dalam negeri dan global menanti Simposium Ekonomi Jackson Hole di Wyoming selama tiga hari, yang diselenggarakan setiap tahun oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed) wilayah Kansas City sejak 1981.
Ketua The Fed, Jerome Powell akan menyampaikan pidato tentang prospek ekonomi pada Jumat pekan ini di Simposium Jackson Hole.
Powell akan memberikan pandangan terbarunya tentang apakah diperlukan lebih banyak pengetatan kebijakan untuk menurunkan inflasi di tengah pertumbuhan ekonomi yang sangat kuat, atau mulai mempertimbangkan untuk mempertahankan suku bunga.
Pidato Powell akan dinanti-nanti karena secara historis memiliki efek kejut yang besar untuk pasar global.
Sementara, nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar AS meskipun dihujani sentimen negatif dari dalam negeri. Penguatan rupiah pada hari ini dibantu oleh mulai lesunya dolar AS.
Merukuk data Refinitiv, rupiah ditutup di posisi Rp 15.310 pada perdagangan hari ini, Selasa (22/8/2023). Mata uang Garuda menguat tipis 0,07% dibandingkan perdagangan kemarin.
Penguatan kemarin menjadi kabar baik setelah mata uang Garuda melemah 0,26% pada perdagangan Senin pekan ini.
Penguatan rupiah pada Selasa lebih karena ditopang oleh melemahnya dolar AS. Indeks dolar pada hari ini bergerak di posisi 103,1, lebih rendah dibandingkan 103,57 pada pekan lalu.
Seperti diketahui, indeks dolar sempat berlari kencang ke level terkuat dua bulan hingga menembus 103,57 pada Kamis pekan lalu.Dolar menguat sejalan dengan meningkatnya ekspektasi kenaikan suku bunga The Federal Reserve (The Fed Fund rate/FFR) pada September mendatang.
Namun, dolar AS melemah pada Selasa karena investor mulai memilih wait and see sebelum pidato Chairman The Fed Jerome Powell akhir pekan ini.
Pidato Powell diharapkan memberi sinyal yang lebih jelas mengenai kebijakan suku bunga The Fed pada September mendatang.
Pelemahan indeks dolar tidak hanya membantu penguatan rupiah. Mayoritas mata uang utama Asia juga menguat pada hari ini, termasuk ringgit Malaysia, dolar Singapura, dan rupee India.
Indeks dolar yang melemah menjadi berkah dan penolong rupiah. Pasalnya, rupiah sebenarnya dibebani sentimen negatif dari dalam negeri berupa kabar defisit transaksi berjalan.
Dari pasar SBN, imbal hasil SBN terus menanjak karena banyaknya aksi jual dari investor. Imbal hasil SBN tenor 10 tahun sudah melonjak ke 6,68% atau posisi tertingginya sejak akhir April 2023 atau hampir lima bulan terakhir.
Imbal hasil berbanding terbalik dengan harga. Imbal hasil yang naik menandai harga SBN yang terngah anjlok karena banyaknya aksi jual.
Lelang Surat Utang Negara (SUN) pada Selasa kemarin juga kurang mendapat sambutan dari investor asing. Dari tujuh seri yang dilelang, tiga seri tak laku yaitu dua seri tenor jangka pendek Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan FR0095.
Bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street, kembali ditutup beragam pada perdagangan Selasa (22/8/2023).
Indeks Dow ones ditutup melemah 0,51% atau 174,86 poiin ke 34.288,83 dan indeks S&P 500 melemah 0,28% atau 12,22 poin ke 4.387,55. Hanya indeks Nasdaq yang ditutup menguat 0,06% atau 8,28 poin ke 13.505,87.
Indeks dibuka kompak menghijau kemarin tetapi Dow Jones dan S&P kemudian berbalik arah ke zona merah.
Tercatat saham Lowe sempat naik 2% setelah perusahaan membukukan hasil yang beragam tetapi menegaskan kembali panduan setahun penuhnya.
Sementara, indeks pasar saham secara luas dan Nasdaq yang padat saham teknologi mampu membukukan kenaikan bahkan ketika imbal hasil (yield) obligasi Treasury tenor 10-tahun mencapai level tertinggi sejak November 2007.
Saham-saham teknologi secara historis kesulitan dalam lingkungan suku bunga tinggi, sehingga kenaikan saham tersebut bersamaan dengan yield Treasury pada Senin menjadi perhatian di Wall Street.
"Kami melihat keuntungan positif di pasar saham, [yang] tidak kami lihat minggu lalu. Kami pikir suku bunga akan lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama dan mungkin pasar saham baik-baik saja dengan itu," kata Katy Kaminski, kepala strategi pasar di AlphaSimplex, dalam "Closing Bell" CNBC International.
Namun, beberapa orang di Wall Street tidak yakin reli dapat berlanjut lebih lama lagi.
"Biasanya, lonjakan imbal hasil Treasury mengungkap kelemahan lainnya. Kenaikan imbal hasil akan membuat pembiayaan kembali utang menjadi lebih memberatkan," kata Megan Horneman, kepala investasi di Verdence Capital Advisors.
"Alasan lain mengapa imbal hasil meningkat adalah karena investor mulai bersikap realistis terhadap jalur yang diambil oleh The Fed (penaikan suku bunga mungkin akan dilakukan lebih lanjut)," imbuhnya.
Horneman melanjutkan, "Ini merupakan risiko bagi saham-saham teknologi dan saham-saham pertumbuhan dengan rasio multiples PE [price-to earnings/harga saham dibandingkan laba] yang tinggi. Oleh karena itu, kami memperkirakan kemungkinan adanya penurunan tambahan di pasar saham."
Investor saat ini mencermati rilis laporan keuangan Nvidia yang akan dirilis Rabu waktu AS.
Saham Nvidia naik lebih dari 8% pada Senin, menjadikannya salah satu perusahaan teknologi yang memperoleh cuan terbesar. Perusahaan tengah dipandang sebagai pemimpin dalam booming dan sentimen artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan.
Investor akan menyimak sejumlah kabar, terutama dari luar negeri, sebagai petunjuk 'berdagang' hari ini. Dari dalam negeri, investor yang jelas tengah menunggu keputusan suku bunga BI.
BI diperkirakan akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75% pada bulan ini untuk menjaga nilai tukar di tengah meningkatnya ketidakpastian global.
BI akan menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada pada Rabu dan Kamis pekan ini (23-24 Agustus 2023).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memproyeksi bank sentral RI akan menahan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). Dari 13 institusi yang terlibat dalam pembentukan konsensus, semuanya memperkirakan BI akan menahan suku bunga di level 5,75%.
Suku bunga sebesar 5,75% sudah berlaku sejak Januari tahun ini. BI mengerek suku bunga sebesar 225 bps dari 3,50% pada Juli 2022 menjadi 5,75% pada Januari tahun ini.
Suku bunga kemudian dipertahankan pada level tersebut dalam enam pertemuan terakhir.
Kubu MH Thamrin diperkirakan masih akan menahan suku bunga meskipun inflasi jauh melandai. BI belum bisa memangkas suku bunga karena masih besarnya tekanan eksternal, terutama dari Amerika Serikat (AS).
Pelaku pasar keuangan global kini memperkirakan ada potensi The Fed mengerek suku bunga pada pertemuan September mendatang. Ekspektasi kenaikan suku bunga AS membuat dolar AS melambung dan imbal hasil (yield) surat utang pemerintah AS terbang.
Indeks dolar terbang ke level tertinggi dalam dua bulan ke 103,5 pada Kamis pekan lalu (17/8/2023). Sementara itu, imbal hasil surat utang pemerintah AS tenor 10 tahun menembus 4,34% atau bergerak di level tertingginya dalam 16 tahun terakhir.
Penguatan dolar AS menandai mata uang Greenback tengah dicari sementara mata uang lain dibuang, seperti rupiah. Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah terpuruk.
Mata uang Garuda sudah ambruk 1,60% sepanjang Agustus ini. Pelemahan jauh lebih dalam dibandingkan Juli yang tercatat 0,56%.
Dalam RDG bulan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan nilai tukar kini menjadi fokus BI saat ini setelah inflasi tidak lagi menjadi kekhawatiran. Artinya, BI belum memiliki ruang untuk memangkas suku bunga selama rupiah dalam tekanan hebat seperti saat ini.
Kembalinya Hantu Twin Deficit
Selain rupiah, BI kini juga dihadapkan pada tantangan baru dalam menentukan suku bunga yakni defisit transaksi berjalan dan Neraca Pembayaran Indonesia (NPI). Kembali munculnya hantu twin deficit ini menandai jika Indonesia sudah terimbas dalam oleh guncangan eksternal.
Transaksi berjalan dan NPI sama-sama berbalik arah menjadi defisit pada kuartal II-2023 dari surplus pada kuartal sebelumnya karena melemahnya ekspor serta besarnya capital outflow.
Transaksi berjalan Indonesia membukukan defisit sebesar US$1,9 miliar atau 0,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal II-2021
NPI mencatat defisit sebesar US$ 7,37 miliar pada kuartal II-2023. Defisit ini adalah yang pertama sejak kuartal III-2022. Defisit pada April-Juni 2023 juga berbanding terbalik dengan surplus sebesar US$ 6,52 miliar pada Januari-Maret 2022.
Defisit pada transaksi berjalan menjadi risiko baru bagi rupiah karena menandai melemahnya fundamental ekonomi, terutama dari sisi ekspor dan pasokan dolar.
Tak hanya transaksi berjalan, neraca transaksi finansial juga masuk ke zona negatif karena derasnya capital outflow. Defisit pada transaksi finansial disumbang oleh investasi portofolio.
Neraca investasi portofolio mencatatkan defisit sebesar US$ 2,59 miliar pada kuartal II-2023, berbalik arah dari surplus US$ 3,03 miliar karena capital outflow yang meningkat.
Aksi jual besar-besaran terjadi pada obligasi korporat atau swasta. Asing mencatatnet outflow sebesar US$ 2,3 miliar pada kuartal II-2023, melonjak dari US$ 0,5 miliar pada kuartal sebelumnya.
Transaksi berjalan dan NPI adalah dua fundamental ekonomi yang sangat diperhatikan investor. Dengan kembalinya defisit pada kedua neraca tersebut maka daya tarik Indonesia bisa berkurang sehingga rentan terhadap gejolak eksternal.
Kembali defisitnya transaksi berjalan dan NPI juga membuktikan jika kekhawatiran Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi kenyataan. Sebelumnya, Jokowi sudah mengingatkan bahwa kondisi ekonomi global dipenuhi ketidakpastian. Jokowi mengatakan, untuk mewujudkan hal itu bukan perkara mudah karena ada tantangan dari situasi ekonomi global yang masih gelap, meski Indonesia masih mengalami pertumbuhan.
"Kita tahu situasi global tidak mendukung, situasi ekonomi dunia juga tidak mendukung," ujarnya Jokowi saat membuka Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah di Gedung BPKP, Jakarta Timur, dikutip (22/8/2023).
Sementara itu sentimen dari luar negeri akan datang dari sejumlah data PMI flash beberapa negara (Australia, Jepang, Prancis, Uni Eropa, Jerman), pidato dua pejabat The Fed (Goolsbee dan Bowman), hingga data perubahan stok minyak mentah dan bensin AS akan menjadi perhatian investor.
Selain itu, kehadiran Indonesia dalam KTT BRICS (Brasil, Rusia, India, China dan Afrika Selatan), selama tiga hari mulai Selasa (22/8) hingga Kamis (24/8) mendatang tidak lepas dari sorotan mata pelaku pasar.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data ekonomi pada hari ini:
- BI akan menggelar rapat RDG mulai hari ini dan berakhir besok
- ASEAN Finance Minister and Central Bank Governor Meeting
- Pidato pejabat The Fed (01.30 WIB)
- Perubahan stok minyak AS oleh API (03.30 WIB)
- Keyakinan usaha Korsel (04.00 WIB)
- PMI Flash Australia, Jepang, Prancis, Jerman, Uni Eropa, Britania Raya, AS
- Penjualan rumah baru AS (21.00 WIB)
- Perubahan stok minyak dan bensin AS oleh EIA (21.30 WIB)
- KTT BRICS
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
- RUPSLB TELE (10.00 WIB)
- RUPSLB BNLI (14.00 WIB)
- RUPSLB SKBM (14.00 WIB)
Berikut sejumlah indikator perekonomian nasional:
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]