Breaking! Harga Batu Bara Pecahkan Rekor Terbaik 12 Tahun

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
22 August 2023 07:17
Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)
Foto: Bongkar muat batu bara di China. (REUTERS/ALY SONG)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara kontrak September masih juga membara. Harga pasir hitam bahkan terus menguat selama 11 hari perdagangan beruntun, terbanyak sejak 12 tahun yang lalu atau Desember 2010.

Harga batu bara juga kembali menembus level psikologis US$ 160 atau tertinggi sejak 22 Mei 2023.

Melesatnya harga terjadi seiring dengan tingginya impor China dari Australia yang tertinggi dalam tiga tahun, kemungkinan permintaan India yang kembali membaik, dan potensi pemogokan serikat kerja gas alam cair (LNG/Liquified Natural Gas) di Australia. Gas merupakan sumber energi substitusi batu bara yang banyak digunakan negara Eropa, sehingga gangguan pasokan gas akan turut mendorong harga batu bara.

Merujuk pada Refinitiv, harga batu bara ICE Newcastle kontrak September ditutup di posisi US$ 162 per ton atau naik 0,77% pada perdagangan Senin (21/8/2023). Harga tersebut adalah yang tertinggi sejak 22 Mei 2023 atau hampir tiga bulan terakhir.
Penguatan kemarin menjadi catatan luar biasa karena menjadi rekor tersendiri. Penguatan kemarin memperpanjang rekor kenaikan harga batu bara selama 11 hari beruntun. 

Rekor ini terakhir kali tercipta pada akhir Desember 2010 atau 12 tahun terakhir.  Pada saat batu bara melambung luar biasa pada 2022 lalu pun, harga batu bara tidak mampu mencetak penguatan selama 11 hari. Penguatan terlama hanya berlangsung sembilan hari beruntun.

 

Lonjakan harga batu bara dipicu tingginya permintaan dari China. Impor batu bara China dari Australia menunjukkan peningkatan pada bulan Juli. Hal ini disebabkan batu bara berkualitas tinggi Australia masih lebih murah dibanding harga dalam negeri Tiongkok. Tingginya permintaan berasal dari kebutuhan pembangkit listrik tetap kuat di tengah cuaca panas yang menggigit.

Data dari Administrasi Umum Kepabeanan China yang dirilis pada Minggu menunjukkan bahwa China mengimpor sebanyak 6,31 juta metrik ton batu bara Australia bulan lalu, naik dari 4,83 juta ton pada bulan Juni, dan mencapai angka tertinggi dalam tiga tahun.

Batu bara termal Australia berkualitas tinggi sangat diperlukan untuk pembangkit listrik China untuk memenuhi konsumsi listrik yang melonjak selama musim panas, ketika rumah tangga meningkatkan permintaan pendingin udara.

Batu bara termal Australia dengan kandungan 5.500 kilokalori lebih murah hingga 70 yuan (US$9,62) per ton dibanding batu bara domestik China berkualitas sama di pelabuhan selatan Guangzhou pada Juli, kata pedagang komoditas.

Para analis dan pelaku pasar memperkirakan impor batu bara Australia akan tetap tinggi sepanjang tahun, didukung oleh besarnya keuntungan impor dan produksi yang lebih rendah akibat inspeksi keselamatan tambang yang lebih ketat.

Pengiriman batu bara dari Rusia ke China pada  Juli sedikit turun menjadi 8,99 juta ton dari rekor 10,65 juta ton pada Juni, tetapi naik 21% secara tahunan (yoy).

Impor China dari Mongolia, terutama batu bara kokas mencapai 5,94 juta ton, tumbuh 13% pada Juli dibandingkan Juni meskipun produksi baja yang lebih rendah mengurangi permintaan bahan baku pembuatan baja.

Data kepabeanan juga menunjukkan bahwa China mengimpor batu bara sebanyak 15,83 juta ton dari Indonesia pada Juli, di mana mayoritas relatif memiliki kalori lebih rendah dibanding Australia.

Beralih ke pasar India, permintaan kembali terlihat. Melansir India TV News, Menteri Kelistrikan India RK Singh akan mengadakan pertemuan hari ini, Selasa (22/8/2023) guna meninjau ketersediaan batu bara untuk pembangkit listrik tenaga panas.

Pertemuan ini dilakukan di tengah musim hujan yang sedang berlangsung di mana kebutuhan biasanya melandai. Kementerian Batubara  India mengatakan bahwa saat ini tersedia 77 juta ton bahan bakar kering yang lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sektor ketenagalistrikan.

Berbagai sumber menginformasikan bahwa persediaan bahan bakar dapat memenuhi 40 hari musim hujan India. Menurut perkiraan, penggunaan intensif akan menyisakan batu bara sebanyak 1,5 juta ton.

Namun, tanpa adanya tambahan produksi yang signifikan, India perlu melakukan impor kembali untuk mengamankan kebutuhan. Hal ini akan mengurangi pasokan global. Peningkatan kembali permintaan India sebagai konsumen terbesar kedua akan berpengaruh signifikan untuk turut mendorong harga batu bara menguat.

Dari Eropa, wilayah yang sumber energi utamanya dari gas menunjukkan adanya kekhawatiran akibat potensi pemogokan serikat pekerja LNG dari Australia.

Kabar terbaru serikat pekerja dalam sektor minyak dan gas mengambil langkah-langkah dramatis sebagai respons atas ketidakpuasan terhadap tingkat gaji dan kondisi kerja.

Pada Minggu (20/8/2023), salah satu aliansi pekerja dari produsen LNG terbesar Australia, Woodside Energy Group, mengumumkan keputusan mereka untuk melakukan pemogokan serikat pekerja gas lepas pantai di Barat Laut.

Sementara itu, grup Chevron juga tengah menghadapi situasi serupa dan tengah menggelar pemungutan suara mengenai potensi pemogokan di fasilitas Wheatstone dan Gorgon LNG, dengan hasil yang dijadwalkan akan diumumkan pada Kamis (24/8/2023).

Pemogokan yang diumumkan oleh Woodside direncanakan akan dimulai pada 2 September 2023, dengan serikat kerja Chevron diharapkan untuk mengikuti jejak rekannya di Woodside.

Penerapan pemogokan ini dijadwalkan akan dilakukan tujuh hari setelah keputusan terbentuk. Situasi ini memiliki potensi untuk menciptakan gangguan dalam pasokan energi global. Pasalnya, ketiga kilang LNG di Australia Barat berkontribusi sekitar 10% dari total pasokan dunia.

Gangguan pasokan gas turut berpartisipasi terhadap kenaikan batu bara, sebab ini akan mendorong spekulasi terhadap sumber energi substitusinya. Harga gas alam Eropa EU Dutch TTF (EUR) tembus level psikologis EUR 40 per MWh. Harga melesat 12,01% ke 40,78 euro per mega-watt hour (MWh).

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

 

(mza/mae)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation