Apa Iya PLTU Jadi Sumber Utama Polusi Jakarta? Cek Faktanya

Jakarta, CNBC Indonesia - Buruknya kualitas udara di DKI Jakarta dan sekitarnya belakangan ini terus menjadi perhatian publik dan juga pemerintah.
Sumber utama polusi udara ini pun tak pelak menimbulkan perdebatan. Bahkan, tak sedikit yang menyalahkan keberadaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara yang berlokasi dekat Jakarta sebagai sumber utama polusi udara. Beberapa pihak menuding pembangkit listrik berbasis batu bara ini menjadi penyebab utamanya, termasuk dilontarkan pejabat pemerintah.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia misalnya, menyebut Jakarta menjadi kota dengan polusi udara terburuk di dunia imbas dari PLTU batu bara.
"Sekarang di Jakarta salah satu polusi udara terjelek di dunia karena PLTU batu bara kita," tegas Bahlil dalam Penutupan Orientasi Diponegoro Muda di Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, seperti dilansir CNNIndonesia, dikutip Senin (21/8/2023).
Sementara itu, tudingan bahwa PLTU batu bara menjadi sumber utama polusi udara di Jakarta ini dibantah Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Kang Emil, sapaannya, menitikberatkan penyebab polusi udara di Jabodetabek karena emisi kendaraan.
Hal ini diungkapkannya usai rapat di kantor Kemenko Marves, terkait polusi di Jabodetabek.
"Evaluasi dari jumlah kendaraan karena hasil kajiannya PM2,5 zat paling berbahaya 75% dari kendaraan. sementara itu wacana di masyarakat kan nyalahin PLTU ya, sementara (PLTU) itu cuma 25% dari kajian yang ada," jelasnya.
Lantas, di tengah perdebatan tersebut, apa benar PLTU menjadi penyebab utama polusi udara di DKI Jakarta dan sekitarnya?
Mengutip paparan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya, yang disampaikan dalam Rapat Terbatas Kabinet di Istana Kepresidenan, Senin (14/8/2023) terkait peningkatan kualitas udara Jabodetabek, disebutkan sektor transportasi merupakan pengguna bahan bakar di Jakarta yang paling besar.
Data itu menunjukkan, sektor transportasi berkontribusi sebesar 44% dari penggunaan bahan bakar di Jakarta, diikuti industri energi 31%, lalu manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1%.
Dari sisi penghasil emisi karbon monoksida (CO) terbesar disebutkan bahwa penghasil emisi CO terbesar disumbang dari sektor transportasi sebesar 96,36% atau 28.317 ton per tahun, disusul pembangkit listrik 1,76% 5.252 ton per tahun dan industri 1,25% mencapai 3.738 ton per tahun.
Sepeda motor merupakan menghasilkan beban pencemaran per penumpang paling tinggi dibanding mobil pribadi bensin, mobil pribadi solar, mobil penumpang, dan bus. Dengan populasi mencapai 78% dari total kendaraan bermotor di DKI Jakarta sebanyak 24,5 juta kendaraan, dengan pertumbuhan 1.046.837 sepeda motor per tahun.
Namun, dari hasil inventarisasi emisi, diperoleh data pencemar emisi utama untuk Sulfur Dioksida (SO2) adalah sektor industri manufaktur sebesar 2.631 ton per tahun atau sebesar 61,9% dari total emisi SO2 4.257 ton per tahun.
Sedangkan posisi kedua sebagai pencemar SO2 terbesar ditempati industri energi yaitu 1.071 ton per tahun atau sebesar 25,17%. Sedangkan kendaraan bermotor hanya 11% sebesar 493 ton per tahun.
"Penyebab utama tingginya emisi Sulfur Dioksida di Industri Manufaktur disebabkan penggunaan batu bara yang menghasilkan emisi SO2 sebesar 64%," tulis laporan itu.
Dari laporan itu juga menepis kabar bahwa dugaan polusi udara karena PLTU di Suralaya yang berdiri di Cilegon, Provinsi Banten, karena pergerakan angin yang tidak mengarah ke Jakarta.
"Bahwa dugaan polusi udara karena PLTU Suralaya tidak tepat sebab hasil analisis pemantauan tahun 2019 menunjukkan bahwa pergerakan pencemaran ke Selat Sunda bukan ke Jakarta," tulis pada laporan itu.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan PLTU, Ternyata Ini Biang Kerok Polusi Udara di Jakarta
