Macro Insight

Negara-Negara Ini Resmi Masuk Resesi, RI Masih Aman?

Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
25 June 2023 10:15
INFOGRAFIS, Pengakuan Jokowi: Dunia, Termasuk RI Dalam Situasi Genting
Foto: Infografis/ Dunia, Termasuk RI Dalam Situasi Genting/Edward Ricardo
  • Kondisi ekonomi dunia kian tak pasti dan terus dihadapkan pada tantangan ancaman resesi di tahun ini.
  • Hal ini terlihat ketika bank-bank sentral terus mengerek suku bunga acuannya. Kendati mulai mengendur, namun nyatanya ada negara yang terdampak parah dari 'gonjang-ganjing' ekonomi ini.
  • Lantas dengan ini negara mana saja yang sudah masuk ke jurang resesi?

Jakarta, CNBC Indonesia - Ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang lambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.

Akibat kebijakan moneter yang agresif itu, laju pertumbuhan ekonomi akan terhambat sehingga ancaman resesi semakin sulit dihindari.

Memasuki paruh ke dua 2023, tiga lembaga internasional memperbarui ramalan kondisi perekonomian dunia. Mayoritas menaikkan sedikit proyeksi pertumbuhan ekonomi, di tengah kuatnya tekanan ketidakpastian akibat tren kenaikan suku bunga acuan.

Proyeksi pertumbuhan Bank Dunia untuk 2023 sebetulnya mengalami revisi ke atas sebesar 0,4% dibanding proyeksi pada Januari 2023 yang sebesar 1,7%.Dengan ini, perekonomian dunia masih berada dalam posisi genting.

Lantas negara mana saja yang sudah memasuki resesi teknis? Sebelum itu, perlu diketahui bahwa resesi teknis adalah suatu kondisi di mana perekonomian suatu negara sedang memburuk, yang terlihat dari produk domestik bruto (PDB) negatif, pengangguran meningkat, maupun pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Terbaru,Selandia Baru resmi mengalami resesi teknis, Kamis (15/6/2023). Produk domestik bruto (PDB) negeri itu turun 0,1% pada kuartal pertama (Q1) 2023 setelah bank sentralnya memulai salah satu siklus kenaikan suku bunga paling agresif di dunia.

Resesi bisa diartikan penurunan ekonomi selama dua kuartal atau lebih, berturut-turut, dalam satu tahun. Di kuartal terakhir 2022 (Q4), Selandia Baru melaporkan penurunan 0,7%.

"Ekonomi Selandia Baru berada di tengah-tengah pelambatan kebijakan yang diperlukan setelah pemulihan pasca-pandemi yang kuat," kata Dana Moneter Internasional (IMF) dalam pernyataan Rabu Jelang rilis PDB mengutip CNBC International.

IMF juga memperingatkan terhadap bank sentral yang beralih ke langkah-langkah pelonggaran kebijakan moneter. Di mana lembaga itu menyebut Wellington masih harus membiarkan pintu terbuka untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut.

Ketidakpastian ekonomi global kembali meningkat dengan kecenderungan risiko pertumbuhan yang lambat dan kebijakan suku bunga moneter di negara maju yang lebih tinggi.

Pertumbuhan ekonomi global diperkirakan mencapai 2,7% (year on year/yoy), dengan risiko perlambatan terutama Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok atau China.

Di sisi lain, suku bunga AS yang masih tinggi pada level 5% - 5,25% saat ini tak juga berhasil menurunkan inflasi AS ke level 2%, yang saat ini masih berada pada level 4% pada Mei 2023.

Selain itu, kebijakan moneter juga masih ketat di Eropa, sedangkan di Jepang masih longgar.

Sementara itu, di China pertumbuhan ekonomi juga tidak sekuat prakiraan di tengah inflasi yang rendah, sehingga mendorong pelonggaran kebijakan moneter.

Masih tarik-menariknya antara Amerika Serikat (AS) dan China, kata Perry juga yang membuat ekspor China ke AS melambat, sehingga daya dorong ekonomi yang dulu sangat tergantung dari luar negeri itu juga tidak sekuat yang diperkirakan.

Bagaimana dengan Indonesia?

Indonesia dan ASEAN menjadi kawasan dengan pertumbuhan tertinggi dan sumber pertumbuhan ekonomi dunia. Bahkan Indonesia disebut sebagai negara yang memiliki titik terang dalam kegelapan atau the bright spot in the dark di tengah ketidakpastian global.

Prestasi itu pun menjadi capaian penting, mengingat adanya terpaan tantangan global dan pertumbuhan ekonomi negara-negara besar yang melambat. Pada 2022, pertumbuhan ekonomi Indonesia sendiri tercatat cukup solid sebesar 5,3% secara year-on-year.

Pertumbuhan pun terus berlanjut di kuartal I 2023, di mana Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2023 mencapai 5.03%. Realisasi ini cenderung lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu, 5,02%.

Perkembangan situasi ekonomi di negara maju tersebut, mengharuskan pihak Bank Indonesia dan otoritas terkait untuk memitigasi risiko rambatan terhadap ketahanan eksternal pasar keuangan domestik.

Meskipun kondisi ekonomi Indonesia masih terjaga, namun situasi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan China, diperkirakan akan membuat tekanan terhadap perekonomian tanah air. Hal ini yang terus diwaspadai oleh para pelaku ekonomi saat ini.

Apalagi, perlambatan ekonomi China bukan merupakan sesuatu yang baru, bahkan jauh sebelum pandemi terjadi. Ekspektasi rata-rata pertumbuhan ekonomi China akan berada pada kisaran 5% hingga 6%.

Saat bicara ekonomi China, tidak bisa dilepaskan dari perkembangan ekonomi di negara-negara tujuan ekspor China, terutama Amerika Serikat (AS) maupun Eropa.

Indonesia dari sisi perdagangan internasional, juga tentu akan terpengaruh dari adanya situasi perlambatan ekonomi di China. China memiliki peranan yang sangat besar bagi perdagangan Indonesia.

Perlambatan kedua negara yakni AS dan China ini pasti akan ada pengaruhnya ke ekspor. Kita antara lain lumayan besar ekspor furnitur, alas kaki, tekstil, perikanan ke AS. Ke China banyak ekspor besi/baja, CPO, dan batubara. Surplus bisa mengecil.

Ramalan baik juga data dari Dana Moneter Internasional (IMF)yang menyatakan bahwa wilayah Asean menjadi titik terang bagi perekonomian global dengan proyeksi pertumbuhan sebesar 5% pada tahun ini dan sedikit moderat pada tahun depan.

"Prospek masih sangat tidak pasti dan didominasi oleh risiko. risiko dari perang, dari pengetatan keuangan global, dari perlambatan di Cina," tuturnya dikutip dari akun YouTube AMRO-Asia.

Meski demikian, IFM juga menyebut bahwa inflasi di Asean diperkirakan rata-rata 'hanya' 4% pada tahun ini, namun tekanannya terus meningkat seiring dengan pelemahan mata uang lokal terhadap dolar AS.

Berbagai jurus jitu bisa dilakukan sebuah negara agar terhindar dari resesi ekonomi. Antara lain, melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor maupun produk andalan ekspor, fokus pada produksi ekspor yang memiliki high value added, penguatan struktural ekonomi dengan berbasis aktivitas domestik.

Di lain sisi, untuk mengatasi perlambatan yang tajam, bank sentral dapat memilih untuk melonggarkan kebijakan terlebih dahulu jika inflasi kembali terjadi. Selain itu, pengeluaran pemerintah juga dapat ditingkatkan untuk melawan risiko perlambatan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation