
IPO MAXI: Mahal dan Merugi, Tapi Iming-Iming Dividen 50%

- Perseroan masih membukukan kerugian hingga 31 Maret 2023, bahkan kerugian tersebut meningkat 186% dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
- Perseroan berhasil melakukan penjualan ekspor ke 25 negara untuk produk makanannya.
- Dana IPO MAXI tidak ada untuk membayar hutang karena 100% dana IPO akan digunakan untuk modal kerja.
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu calon emiten di sektor barang konsumer primer yakni PT Maxindo Karya Anugerah Tbk (MAXI) akan segera melantai di Bursa Efek Indonesia pada tanggal 12 Juni 2023.
Dimana harga penawaran awal berada di Rp100-Rp110 dengan jumlah saham yang ditawarkan sebesar 10 juta lot. Dana IPO yang akan diraih berkisar Rp 100 miliar-Rp 110 miliar dengan market cap Rp961 miliar-Rp1,05 triliun.
Menariknya akan ada waran gratis dengan rasio 1:1 yang berarti setiap pembelian satu saham baru MAXI akan mendapatkan gratis satu waran.
MAXI diketahui memiliki valuasi yang cukup mahal, para calon investor harus membayar enam kali lebih mahal dari harga kewajarannya. Selain itu, buruknya kinerja keuangan MAXI masih menghantui Perseroan. Dimana pada laporan keuangan per 31 Maret 2023 yang belum diaudit MAXI masih membukukan kerugian sebesar Rp 1,9 miliar. Bahkan rugi tersebut lebih tinggi 186% jika dibandingkan dengan kerugian pada 31 Maret 2022 sebesar Rp 671 juta.
Lalu dari sisi mana IPO MAXI menarik? Apakah layak dikoleksi atau sebaliknya? Mari simak.
Penggunaan dana IPO
100% dana IPO akan digunakan untuk Modal Kerja Perseroan setelah dikurangi seluruh biaya-biaya emisi saham. Adapun modal kerja yang dimaksud adalah terkait dengan pembayaran untuk pembelian bahan baku baik bahan baku langsung maupun bahan baku pembantu, upah tenaga kerja, biaya penjualan dan pemasaran, biaya perawatan dan utilitas serta biaya untuk keperluan kantor.
Pertumbuhan laba
Melihat dari hasil laporan keuangan terakhir MAXI yang tercantum dalam prospektus bahwa MAXI mengalami penurunan kinerja. Pendapatan MAXI turun 30,7% menjadi Rp 19 miliar per 31 Maret 2023, lebih rendah dibanding periode sama tahun sebelumnya sebesar Rp 27,5 miliar.
Jika dilihat pada laba (rugi) usaha dari MAXI pada 31 Maret 2023 berada di angka negatif alias merugi, tingginya beban-beban usaha menggerus dari laba usaha dari MAXI. Sehingga rugi MAXI per 31 Maret 2023 naik 186% menjadi Rp 1,92 miliar dari rugi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp 671 juta.
Rasio Keuangan
Secara harga kewajaran, IPO MAXI ditawarkan dengan harga yang sangat mahal alias overvalued dengan PBV 6,3 hingga 6,7. Dimana para calon investor harus membayar hampir tujuh kali lebih mahal.
Secara Gross Profit Margin (GPM) IPO MAXI berada di angka yang tidak cukup buruk dengan margin 26,62%. Dimana ini adalah angka selisih dari pendapatan dengan beban pokok pendapatannya.
Dalam menghasilkan laba bersih justru MAXI belum berhasil mencetak laba pada laporan keuangan yang belum diaudit per 31 Maret 2023. Sehingga Net Profit Margin (NPM) MAXI berada di angka negatif 10,06% dikarenakan masih membukukan kerugian.
Secara DER (Debt to Equity Ratio) MAXI berada di angka yang cukup baik di 50%. Yang berarti total modalnya jauh lebih besar dibandingkan total hutangnya, sehingga dalam kemampuan membayar kewajiban terhadap modalnya MAXI di anggap cukup baik.
Secara Cash Ratio (CR) MAXI berada di angka likuiditas yang tinggi di 334,34%. Sehingga dalam kemampuan membayar kewajiban lancar terhadap aset lancarnya cukup baik.
Kompetitor
Dalam persaingan industri makanan terutama makanan ringan, MAXI memiliki pesaing besar yakni ICBP dan AISA. Dimana ICBP memiliki produk makanan ringan seperti Chitato, Qtela, Chiki dan Jetz. Sedangkan AISA memiliki produk makanan ringan seperti Taro dan Mie Kremez.
Secara produk ICBP unggul dibandingkan kedua pesaingnya karena memiliki berbagai macam produk yang dijual. Secara margin (GPM) ICBP juga paling unggul dibandingkan dengan dua pesaing lainnya AISA dan MAXI. Bukan hanya secara margin saja, dalam menghasilkan laba bersih atau Net Profit Margin (NPM) juga unggul dibandingkan dua pesaing lainnya. Nampak MAXI dengan NPM negatif dikarenakan masih membukukan kerugian.
Bisnis
Bisnis PT Maxindo Karya Anugerah Tbk (MAXI) berada di bidang industri pengolahan dan aktivitas keuangan dan asuransi.
Kegiatan usaha utama yakni menjalankan usaha-usaha dalam bidang industri pengolahan yang meliputi: Industri Kerupuk, Keripik, Peyek dan Sejenisnya. Merk produk Perseroan adalah Maxi Crackers, Cassava Crackers, Cassava Chips, Private Label. Produknya tersedia dalam siap goreng (pellets) dan siap makan. Dan Perseroan berhasil melakukan penjualan ekspor ke 25 negara seperti Australia, Bahrain, Brunei Darussalam, Kanada, China, Jerman, Guam, Hongkong, India, Korea, Kuwait, Malaysia, Mauritius, Myanmar, Belanda, Selandia Baru, Filipina, Polandia, Qatar, Rusia, Singapura, Suriname, Thailand, UEA, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kegiatan usaha penunjang yakni menjalankan usaha-usaha dalam bidang aktivitas keuangan dan asuransi, yang meliputi: Aktivitas Perusahaan Holding yaitu perusahaan yang menguasai aset dari sekelompok perusahaan subsidiari dan kegiatan utamanya adalah kepemilikan kelompok tersebut. Kegiatannya mencakup jasa yang diberikan penasihat (counsellors) dan perunding (negotiators) dalam merancang merger dan akuisisi perusahaan.
Prospek Bisnis
Indonesia tergabung pada Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) bersama dengan Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan dan Selandia Baru yang menjadi kerjasama regional antara ASEAN dengan negara-negara tersebut.
Potensi dan peluang pasar RCEP diperhitungkan sangat besar dan mampu mendukung peningkatan perekonomian Indonesia. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa industri makanan dan minuman Indonesia memiliki daya saing yang kuat di pasar RCEP kecuali pada negara Australia, Kamboja, Jepang, Korea dan Laos.
Dengan banyaknya ekspor yang dilakukan oleh MAXI ke 25 negara termasuk beberapa negara di pasar RCEP di harapkannya dapat menopang kinerja MAXI untuk dapat mencetak laba dan memaksimalkan profit.
Perseroan berencana akan membagikan dividen sebanyak-banyaknya 50% dari laba bersih untuk tahun buku yang berakhir 31 Desember 2023.
Melihat rencana Perseroan yang berniat akan membagikan dividen membuat para calon investor bertanya-tanya dengan kerugian yang masih dialami oleh Perseroan. Hal ini berarti Perseroan harus berusaha keras untuk dapat membukukan laba pada kuartal selanjutnya sepanjang tahun 2023 agar dapat menjalankan rencana pembagian dividen kepada investor di tahun 2024 nantinya.
Layak dibeli atau tidak?
IPO MAXI selain ditawarkan dengan harga yang super premium alias overvalued dimana calon investor harus membayar enam kali lebih mahal dari harga kewajaran maka menjadi bahan pertimbangan bagi para calon investor dengan harga IPO yang ditawarkan.
Disisi lain Perseroan masih membukukan kerugian pada kuartal I 2023 bahkan kerugian tersebut lebih tinggi dibandingkan kerugian kuartal I 2022. Kerugian timbul dari menurunnya pendapatan dan meningkatnya beban-beban usaha sehingga menimbulkan rugi usaha. Kerugian ini masih menjadi pandangan negatif untuk para calon investor.
Sehingga IPO MAXI sangat tidak layak dikoleksi. Jika Perseroan telah berhasil turnaround dan memperbaiki kinerjanya maka bisa menjadi hal menarik. Selama hal itu belum terjadi, maka saham MAXI belum layak untuk diinvestasikan.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
(saw/saw)