Fundamental Pundit

Bakar Duit Bikin Laba SCMA Jeblok 74%

Muhammad Reza Ilham Taufani, CNBC Indonesia
16 May 2023 11:55
Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Karyawan beraktivitas di dekat layar pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Rabu (23/11/2022). IHSG ditutup menguat 0,33 persen atau 23,53 poin ke 7.054,12 pada akhir perdagangan, sebanyak 249 saham menguat, 255 saham melemah, dan 199 saham stagnan. (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
  • Laba bersih SCMA kuartal-I 2023 anjlok 74% menjadi Rp 67 miliar, disebabkan kerugian oleh hasil segmen digital dan iklan luar ruangan akibat tingginya beban-beban.
  • Akuisisi Vidio, KLY, dan EYE merupakan salah satu faktor hasil segmen negatif akibat kebutuhan beban konten mahal yang ditujukan untuk akuisisi pengguna baru.
  • Arus kas operasi SCMA 2022 negatif. Selain itu, SCMA membagikan dividen terendah sejak 10 tahun terakhir yang mengindikasikan perseroan menggunakan kas untuk selain dividen.

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) membukukan penurunan laba bersih kuartal-I 2023 sebesar 74% secara tahunan (yoy) menjadi Rp 67 miliar. Sebelumnya, laba bersih kuartal-IV 2022 terendah sejak tahun 2008 secara kuartal, hanya Rp 16 miliar. Faktor rendahnya laba bersih dalam dua kuartal terakhir disebabkan hasil segmen digital dan iklan luar ruangan menunjukkan kerugian. 

Segmen digital dan iklan luar ruangan pada kuartal-I 2023 membukukan kerugian Rp 328 miliar. Pada kuartal sebelumnya, kerugian dari segmen ini mencapai Rp 244 miliar. 

Segmen Bisnis SCMA

Transformasi media yang serba digital membuat perusahaan harus mengikuti arus. Namun, SCMA mulai mengadopsi digitalisasi di tengah era start up yang bersaing dengan ketat. Pembelian saham media digital Vidio dilakukan pada tahun 2019. Faktor tersebut menjadikan perusahaan harus rela menggelontorkan dana untuk menjadi pemimpin pasar.

Strategi 'bakar duit' ditujukan untuk mendorong start up dapat dikenal oleh penggunanya. Bisnis SCMA yang awalnya sudah cukup stabil di industri media dan pertelevisian terganggu akibat diversifikasi segmen media digital dan iklan luar ruangan.

Operasional Bisnis SCMA

Sebagai informasi, bisnis digital dan iklan ruangan SCMA diantaranya media KLY (KapanLagi Youniverse), Liputan6, Vidio, EYE, dsb. Perusahaan mengakuisisi KLY, Vidio, dan EYE melalui mekanisme share swap agreement tahun 2019.

Pemegang Saham

% Kepemilikan

PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK)

60.97%

Saham Treasury

14.55%

Masyarakat

24.48%

Pada 2019, SCMA melakukan penambahan modal senilai Rp360 miliar untuk melakukan akuisisi Vidio Dot Com, Kapan Lagi Dot Com, dan Binary Ventura Indonesia milik induknya, Emtek.

SCMA mengakuisisi 99,99% saham Vidio dari PT Mediatama Anugrah Citra (MAC). Nilainya setara Rp 115 miliar. Kemudian, SCMA mengakuisi 50,0001% saham PT Kapanlagi Dot Com Networks yang dimiliki PT Kreatif Media Karya (MAC) dengan harga Rp 192 miliar. SCMA juga mengakuisisi 99,99% saham PT Binary Ventura Indonesia dari EMTK seharga Rp 53 miliar.

Arus Kas Operasi SCMA

SCMA memanfaatkan bisnis utamanya di industri televisi sebagai penopang bisnis digital dan iklan luar ruangan. Diversifikasi ini membuat investor lama SCMA tidak dapat lagi mengharapkan kinerja stabil dari dividen.

SCMA membukukan arus kas operasi positif Rp 328 miliar pada kuartal-I 2023. Namun, arus kas aktivitas operasi tahunan 2022, menunjukkan nilai negatif Rp462 miliar. Padahal, perseroan selalu membukukan arus kas operasi positif sejak tahun 2008-2021.

Dividen SCMA

Dari segi dividen perusahaan juga terus mengurangi porsinya. Bahkan, perusahaan tidak membagikan dividen pada periode 2020-2021. Padahal, perusahaan masih membukukan arus kas positif pada periode tersebut.

Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan berfokus memanfaatkan kasnya untuk selain dividen. Perusahaan kembali membagikan dividen pada 2022 dengan jumlah yang kecil Rp2,5 per saham.

Beruntungnya, SCMA mampu kembali membukukan arus kas operasi positif pada kuartal-I 2023 sebesar Rp 382 miliar.


Penurunan kinerja perusahaan menyebabkan metrik-metrik cenderung menjadi tidak menarik, apalagi jika dibandingkan dengan kompetitor. Penurunan kinerja merupakan salah satu faktor penurunan harga saham SCMA 64% dari titik tertingginya dalam periode 5 tahun terakhir.

SCMA

MNCN

Valuation

PER

19.19

4.45

PBV

1.58

0.46

Profitability

GPM

36.62%

58.34%

OPM

4.26%

34.98%

NPM

4.36%

24.87%

Financial Health

DER

0.25

0.09

CURRENT RATIO

4.10

7.76

QUICK RATIO

3.43

4.80

Industri media yang terdisrupsi oleh adanya media digital menjadikan adanya peralihan penonton dari televisi ke media digital. SCMA yang mulai merasakan dampak kedatangan Youtube, TikTok, Instagram, Netfllix harus mengejar ketertinggalan, sebab perseroan berisiko market share-nya termakan oleh media hiburan global.

Adaptasi perusahaan yang cukup terlambat membuatnya harus rela mengeluarkan beban untuk mengenalkan produknya pada pasar, menarik minat calon user, dan meningkatkan value perusahaan.

Salah satu strategi yang digunakan adalah menambah konten yang dapat mengundang pengguna baru. Vidio baru-baru ini mendapat hak siar piala dunia 2022 yang dapat menarik minat pengguna baru.

Layakkah Investasi?

Kuartal-I 2023, SCMA membukukan penurunan laba bersih 74% menjadi Rp 67 miliar. Rendahnya laba bersih SCMA juga terlihat pada kuartal-IV 2022 sebesar Rp 16 miliar, terendah sejak tahun 2008. Hal ini menyebabkan kekhawatiran investor pada perseroan. Penurunan kinerja yang disebabkan oleh besarnya biaya yang diperlukan untuk bisnis digital bukan alasan yang dapat diterima pasar secara jangka pendek.

Bisnis digital yang belum mampu mencapai profitabilitas akan menjadi bottleneck dalam melihat kinerja perseroan secara keseluruhan. Konsolidasi bisnis digital ke dalam SCMA cenderung membuat stabilitas perusahaan terganggu.

Hal ini diperparah dengan adanya kemungkinan hasil segmen bisnis digital masih merugi di tahun-tahun mendatang. Selain itu, tingginya pembayaran kas kepada pemasok merupakan faktor arus kas operasi negatif tahun 2022. Beruntungnya, SCMA mampu kembali membukukan arus kas operasi positif pada kuartal-I 2023 sebesar Rp 382 miliar.

Selain itu, perusahaan tidak membagikan dividen pada tahun 2020-2021. Padahal, SCMA konsisten membagikan dividen pada 2008-2020, mengingat dividen merupakan salah satu ekspektasi investor.

Faktor-faktor tersebut yang menjadikan berinvestasi di SCMA saat ini akan lebih berisiko dan volatile akibat ketidakpastian kinerja. Harga saham SCMA telah turun 64% dari titik tertingginya, Rp450 menjadi Rp162 per saham, dalam 5 tahun terakhir.

SCMA yang belum terlihat adanya pengurangan nominal 'bakar duit' dari kerugian segmen digital dan iklan luar ruangan berpotensi untuk melanjutkan penurunan kinerja. Faktor tersebut berpotensi mendorong harga saham SCMA juga akan terus mengalami penurunan.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

(mza/mza)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation