
Komoditas Jeblok, Emiten Sandiaga Uno (SRTG) Bisa Rugi Terus?

- SRTG membukukan kerugian akibat investasi di beberapa saham komoditas batu bara, CPO dan gas.
- Harga saham SRTG saat ini terbilang undervalued alias murah dengan PBV di bawah 1.
- Penurunan drastis penghasilan dividen, bunga dan investasi juga menjadi sebab kerugian SRTG.
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu emiten holding dan investasi yakni PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG) telah merilis laporan keuangan kuartal I-2023. Namun sayangnya hasil dari laporan keuangan tersebut mengecewakan para investor. Dimana SRTG berbalik membukukan kerugian.
Saratoga merugi Rp 4,39 triliun pada kuartal I-2023. Angka ini berbalik dari laba bersih senilai Rp 3,56 triliun pada kuartal I 2022. Kerugian berasal dari penurunan nilai investasi pada saham-saham yang dimiliki oleh SRTG, terutama sektor komoditas.
SRTG telah melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 26 Juni 2013 dengan harga IPO saat itu sebesar Rp5.500. Meskipun harga saham SRTG saat ini masih terbilang murah, namun apakah SRTG masih memiliki prospek baik ke depannya?
Pertumbuhan laba
Pendapatan SRTG negatif senilai Rp5 triliun yang disebabkan oleh kerugian atas investasi saham dan efek ekuitas lainnya kemudian juga turunnya penghasilan dari dividen, bunga dan investasi.
Investor bisa melihat rincian kerugian berasal dari kerugian atas investasi saham dan efek ekuitas lainnya sebesar Rp5,1 triliun pada kuartal I 2023, yang dimana pada kuartal yang sama tahun sebelumnya masih membukukan keuntungan sebesar Rp3,8 triliun.
Selain itu didorong juga dari penurunan drastis penghasilan dividen, bunga dan investasi pada kuartal I 2023 yang tercatat hanya Rp14,5 miliar, dimana pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp145,3 miliar.
Melihat dari rincian investasi per 31 Maret 2023 terjadi kerugian investasi pada saham Blue Chip sebesar Rp5,1 triliun dan kerugian pada saham Teknologi Digital sebesar Rp38,9 miliar.
SRTG pun menambah kepemilikan di saham Blue Chip sebesar Rp2 triliun dan saham perusahaan berkembang sebesar Rp743 miliar. Sehingga total investasi saham oleh SRTG per 31 Maret 2023 sebesar Rp55,3 triliun. Angka ini turun dibandingkan periode 31 Desember 2022 sebesar Rp57,7 triliun.
Performa beberapa investasi saham oleh SRTG
Beberapa saham yang dimiliki oleh SRTG memiliki performa cukup buruk secara year to date (YTD). Rata-rata pergerakan harga saham yang dimiliki oleh SRTG justru menurun sejak awal tahun 2023.
SRTG mengoleksi beberapa saham di sektor komoditas. Pada awal tahun 2023 harga komoditas cenderung turun terutama batu bara, CPO dan gas. Sehingga hal ini berefek pada nilai investasi yang dimiliki oleh SRTG.
Rasio Keuangan
Dari harga kewajaran SRTG, harga sahamnya masih terbilang undervalued alias murah saat ini. Dimana PBV dari SRTG masih di bawah 1 dengan 0,43.
Debt to Equity Ratio (DER) juga cukup sehat dengan 4,19% saja. Dalam hal ini berarti total hutangnya tidak jauh lebih besar dibandingkan dengan total modalnya. Sehingga dalam membayar kewajiban terhadap modalnya cukup baik.
Namun sayangnya secara Cash Ratio (CR) nampak begitu kecil hanya 5,38% saja. Sehingga dalam membayar kewajiban lancar terhadap aset lancar dalam kas masih kurang baik.
Bisnis
Sebagai perusahaan investasi, perusahaan ini bergerak di sektor pertanian, perkebunan, telekomunikasi, perdagangan, industri, sumber daya alam, energi, konstruksi, transportasi, kendaraan, jasa keuangan, barang konsumsi, jasa pendukung telekomunikasi, dan jasa. Pemegang saham mayoritas Perusahaan adalah Bapak Edwin Soeryadjaya dan Bapak Sandiaga S. Uno.
Prospek Bisnis
Harga batu bara hingga 4 Mei 2023 sudah berada di US$195 per ton. Harga ini sudah jatuh cukup dalam dimana pada tahun 2022 harga batu bara menyentuh hingga level US$450 per ton. Penurunan harga batu bara di dorong masih melemahnya permintaan terhadap batu bara itu sendiri.
Melemahnya harga batu bara juga disebabkan oleh kabar dari India. Konsumen terbesar kedua batu bara di dunia tersebut mengumumkan lonjakan produksi pada tahun fiskal 2022-2023. Produksi batu bara India menembus 893,08 juta ton pada tahun fiskal April 2022 hingga Maret 2023. Produksi melonjak 23% dalam lima tahun terakhir. India juga mengumumkan ambisi baru yakni produksi batu bara hingga 1,012 miliar ton untuk tahun fiskal 2023-2024. Kenaikan produksi ini untuk memastikan agar pasokan di pembangkit listrik memadai sehingga krisis energi tidak terulang.
Selain itu kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga sebesar 25 bps poin menjadi 5%-5,25%. Keputusan ini dilakukan the Fed sebagai langkah menjinakkan inflasi yang tinggi di tengah kondisi pasar tenaga kerja yang ketat dan sektor perbankan yang bergejolak.
Kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS) ini menjadi sentimen negatif juga bagi sektor komoditas batu bara.
Diketahui SRTG memiliki investasi di saham batu bara yakni PT Adaro Energy Indonesia Tbnk (ADRO). Penurunan tren batu bara tentunya akan mengurangi penjualan dan produksi batu bara dari ADRO, hal ini dapat berimbas pada penurunan laba ADRO dan juga tentunya berimbas pada penurunan nilai investasi pada saham ADRO.
Harga Gas juga anjlok cukup dalam, hingga perdagangan 4 Mei 2023 harga gas global sudah berada di US$2 per MMBtu. Secara year to date harga gas alam sudah turun 49%.
Penurunan terhadap permintaan gas menyebabkan harga gas alam terus turun. Diketahui SRTG memiliki saham di sektor komoditas gas yakni PT Samator Indo Gas Tbk (AGII). Pada laporan keuangan kuartal I 2023 AGII ikut mengalami penurunan laba sehingga menyebabkan harga sahamnya juga turun.
Jika permintaan gas alam ke depannya masih melemah tentunya hal ini dapat berimbas pada nilai investasi SRTG pada AGII.
Harga CPO turun 4% secara year to date hingga 4 Mei 2023 berada di level MYR 4.019 per ton. Diketahui permintaan terhadap CPO juga melemah yang menyebabkan harga CPO terus menurun. Ekspor CPO terus melemah.
Dari Malaysia, menurut surveyor kargo Societe Generale de Surveillance ekspor selama periode 1-20 April memperkirakan adanya penurunan 20,3% dari bulan sebelumnya.
Dapat dilihat bahwa SRTG memiliki investasi di salah satu perusahaan komoditas CPO yakni PT Provident Investasi Bersama Tbk (PALM).
Layak beli atau tidak?
Harga saham SRTG saat ini memang terbilang cukup undervalued alias murah. Namun jika melihat dari penurunan kinerja atas penurunan nilai investasi dikarenakan penurunan investasi pada saham-saham komoditas membuat SRTG menjadi kurang menarik.
Terutama saat ini harga komoditas masih terus melemah karena melemahnya permintaan. Sehingga belum menjadi hal menarik selama permintaan terhadap komoditas masih melemah. Hal ini dapat berpengaruh pada pergerakan harga saham-saham komoditas yang juga berpengaruh pada nilai investasi yang dimiliki SRTG.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)