
Utang Gede & Kas Mini, Saham PTPP 7 Tahun Merosot Terus!

- Laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PTPP mampu membukukan pertumbuhan kinerja dengan tumbuh 2,15% secara tahunan menjadi Rp 271,69 miliar.
- Di saat peningkatan laba yang tipis, utang PTPP masih meningkatkan pada 2022.
- Sektor konstruksi BUMN memiliki potensi baik dengan sentimen pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Dimana pemerintah meningkatkan anggaran infrastruktur pada APBN 2023.
Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu emiten BUMN di sektor konstruksi yakni PT PP (Persero) Tbk. telah merilis hasil laporan keuangan tahun 2022. Dimana laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PTPP mampu membukukan pertumbuhan kinerja dengan tumbuh 2,15% secara tahunan menjadi Rp 271,69 miliar.
Untuk laba bersih tahun berjalan naik tipis sekitar 1,3% yang dimana pada tahun 2021 sebesar Rp361 miliar menjadi Rp366 miliar pada tahun 2022. Meskipun laba yang didapatkan tahun 2022 memang tidak sebesar tahun 2018 dan 2019 sebelum masa Covid-19.
Kenaikan laba berasal dari peningkatan pendapatan pada PTPP dari jasa konstruksi, properti dan realiti, pendapatan keuangan atas konstruksi dari konsesi aset keuangan, energi dan persewaan peralatan.
Namun peningkatan laba tipis ini diiringi dengan peningkatan hutang dimana total hutang PTPP pada tahun 2022 meningkat menjadi Rp 42,7 triliun dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp41,2 triliun.
Meskipun harga saham PTPP terbilang undervalued alias murah, tetapi sejak Agustus 2016 masih dalam tren penurunan alias downtrend. Sehingga harga saham PTPP saat ini sudah benar-benar murah atau bisa lebih murah lagi?
Mari simak analisa saham PTPP.
Pertumbuhan laba
Melihat dari hasil laporan keuangan PTPP per 31 Desember 2022, di mana laba yang didapatkan pada 2022 memang tidak sebesar tahun 2018 dan 2019 sebelum masa Covid-19. Tetapi laba bersih tahun berjalan naik tipis sekitar 1,3% yang dimana pada tahun 2021 sebesar Rp361 miliar menjadi Rp366 miliar pada tahun 2022.
Untuk laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk PTPP mampu membukukan pertumbuhan kinerja dengan tumbuh 2,15% secara tahunan menjadi Rp 271,69 miliar.
Kenaikan laba berasal dari peningkatan pendapatan yang naik sekitar 13% menjadi Rp18,9 triliun pada 2022. Jika melihat dalam catatan kaki pada laporan keuangan PTPP, kenaikan pendapatan berasal dari kenaikan jasa konstruksi, properti dan realti, pendapatan keuangan atas konstruksi dari konsesi aset keuangan, energi dan persewaan peralatan.
Ekuitas dan Liabilitas
Dapat terlihat dalam liabilitas jangka pendek PTPP pada tahun 2022 mengalami penurunan, penurunan besar berasal dari pembayaran kepada utang usaha pihak berelasi, utang bank pihak ketiga dan utang obligasi.
Namun, liabilitas jangka panjang PTPP pada tahun 2022 mengalami peningkatan. Peningkatan besar terlihat pada peningkatan utang usaha, utang bank pihak berelasi dan pihak ketiga serta uang muka pemberi pekerjaan dan konsumen. Karena tingginya kenaikan pada hutang jangka panjang, menyebabkan total hutang PTPP pada tahun 2022 meningkat menjadi Rp42,7 triliun dibandingkan tahun 2021 sebesar Rp41,2 triliun.
Sedangkan untuk ekuitas tidak ada kenaikan yang begitu signifikan.
Rasio Keuangan
Beberapa emiten di sektor konstruksi BUMN masih memiliki harga yang cukup murah alias undervalued. Dapat dilihat PBV PTPP hanya berada di 0,31 yang menandakan bahwa harga saham PTPP saat ini masih berada di harga kewajarannya di BV Rp1.799.
Untuk Gross Profit Margin (GPM) PTPP masih terbilang cukup kecil di angka 14,14%. Angka ini adalah keuntungan atau margin dari selisih pendapatan dengan beban pokok pendapatannya.
Dalam menghasilkan laba bersih atau Net Profit Margin (NPM) PTPP juga berada di angka yang kecil di 1,44% sehingga belum maksimal dalam menghasilkan profit. Return On Equity (ROE) juga berada di angka yang relatif kecil di 2,44%. Sehingga dalam mengelola modal terhadap laba bersih PTPP belum cukup efisien. Return On Asset (ROA) berada di angka yang relatif kecil di 0,47%. Sehingga dalam mengelola aset terhadap laba bersihnya PTPP belum cukup efisien.
Melihat Debt to Equity Ratio (DER) berada di angka yang kurang sehat di 383,65%. Artinya total utangnya jauh lebih besar dibandingkan total modalnya, sehingga dalam kemampuan membayar kewajiban terhadap modalnya PTPP dianggap tidak mampu.
Cash Ratio (CR) PTPP hanya berada di angka 20,33%. Likuiditas yang dimiliki oleh PTPP cukup kecil, sehingga dalam membayar kewajiban lancar terhadap aset lancarnya pada kas masih kurang baik.
Kompetitor
Di atas adalah beberapa emiten BUMN di sektor konstruksi. Jika melihat dari murahnya harga saham emiten-emiten di atas, dapat dilihat keempat emiten di atas masih undervalued alias murah dengan PBV di bawah satu.
Dalam menghasilkan laba bersih memang yang paling baik dari keempat emiten tersebut adalah WEGE dengan mampu menghasilkan NPM 9,27% meskipun angka ini belum di anggap angka ideal. Disusul PTPP dengan 1,44%, sayangnya untuk WSKT dan WIKA justru NPM nya negatif dikarenakan Perseroan masih membukukan kerugian pada tahun buku 2022.
Untuk masalah utang perhutangan rata-rata sektor konstruksi BUMN terkenal dengan memiliki utang yang besar. DER empat emiten di atas sudah berada di atas 100%, yang berarti total hutangnya jauh lebih besar dibandingkan total modalnya. Sehingga dalam kemampuan membayar kewajiban terhadap modalnya di anggap buruk.
Bisnis
PT. Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk (PTPP) bergerak di bidang jasa konstruksi, real estat (developer), properti dan investasi di bidang infrastruktur dan energi.
Prospek Bisnis
PTPP mencatat perolehan kontrak baru hingga akhir Maret 2023 sebesar Rp 4,08 triliun. Perolehan kontrak baru ini tumbuh 32,13% dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya 2021 sebesar Rp 3,09 triliun.
Beberapa proyek yang berhasil diraih oleh PTPP hingga Maret 2023, antara lain proyek Gedung Kemensesneg IKN sebesar Rp 835 miliar, proyek East Port Lamongan Phase 1A & 1B sebesar Rp 767 miliar, dan sebagainya. Hingga Maret 2023, kontrak baru dari pemerintah mendominasi perolehan kontrak baru PTPP dengan kontribusi sebesar 64%, disusul oleh Swasta (Private) sebesar 36%, dan BUMN (SOE) sebesar 12%. Komposisi perolehan proyek tersebut terdiri dari Induk sebesar 85,53% dan Anak Usaha sebesar 14,47%.
Sedangkan, berdasarkan lini bisnis perusahaan komposisi perolehan kontrak baru perusahaan terdiri dari lini bisnis Gedung sebesar 50%, Pelabuhan sebesar 20,35%, Jalan dan Jembatan sebesar 17,07%, Irigasi sebesar 6,04%, Bendungan 3,33%, Industri sebesar 2,38%, dan Minyak & Gas sebesar 0,83%.
Sektor konstruksi BUMN memiliki potensi baik dengan sentimen pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru. Dimana pemerintah meningkatkan anggaran infrastruktur dari Rp365,8 triliun (realisasi 2022) menjadi Rp392 triliun pada APBN 2023. Angka tersebut meningkat sekitar 7% dari kontraksi sebesar minus 13% pada 2022.
Emiten BUMN Karya diperkirakan mendapatkan angin segar dengan adanya kenaikan anggaran infrastruktur pada 2023. Proyek Ibu Kota Negara (IKN) juga menjadi katalis positif bagi para emiten seperti WSKT, WIKA, ADHI dan PTPP. Fokus pemerintah pada pemerataan infrastruktur dan pembangunan infrastruktur Ibu Kota Negara (IKN), berpotensi mendorong perbaikan kinerja keuangan atau peningkatan kinerja keuangan dari emiten konstruksi dan semen.
Pergerakan harga saham PTPP
Melihat dari pergerakan harga saham PTPP, dimana PTPP mengalami trend penurunan alias downtrend sejak Agustus 2016 dalam major trend. Sehingga harga saham yang terbilang murah saat ini, dapat lebih murah lagi atau tidak.
Layak koleksi atau tidak?
Laba bersih PTPP mengalami kenaikan tipis yang didorong dari kenaikan pendapatan, namun masih tingginya hutang-hutang PTPP yang masih menjadi perhatian para investor. Di sisi lain dalam menghasilkan laba bersih atau Net Profit Margin PTPP hanya mampu menghasilkan 1.44%. Dimana angka ini masih kurang maksimal dalam menghasilkan laba bersih.
Namun angin segar dalam menerima anggaran untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru akan menjadi perhatian para investor, apakah dengan adanya proyek tersebut berhasil membuat PTPP meningkatkan laba dan mengurangi utangnya. Hasil tersebut dapat dilihat secara perlahan dari hasil kuartalan sepanjang tahun 2023.
Harga saham PTPP saat ini terbilang undervalued alias murah. Tetapi perlu diketahui harga saham PTPP sudah mengalami penurunan sejak Agustus 2016, sehingga apakah harga murah saat ini sudah murah atau bisa lebih murah lagi. Saat ini PTPP belum begitu menarik, jika proyek IKN dapat memperbaiki kinerja PTPP akan menjadi hal menarik, namun saat ini belum begitu bergairah.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(saw/saw)