Sarasehan 100 Ekonom

Fakta Kritikan Ganjar! Ini Jumlah Utang BUMN Karya

trp, CNBC Indonesia
10 November 2023 09:35
Bakal calon presiden Ganjar Pranowo dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh CNBC Indonesia dan INDEF di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)
Foto: Bakal calon presiden Ganjar Pranowo dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh CNBC Indonesia dan INDEF di Menara Bank Mega, Jakarta, Rabu (8/11/2023). (CNBC Indonesia/Faisal Rahman)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bakal calon presiden (capres) Ganjar Pranowo mengomentari nasib dan kinerja perusahaan BUMN karya di era Presiden Joko Widodo(Jokowi).

Menurut Ganjar, utang BUMN Karya yang meningkat utamanya disebabkan oleh tata kelola yang buruk. "Itu kalau governance itu bisa ngukur kok," katanya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia yang diselenggarakan oleh INDEF dan CNBC Indonesia, Rabu (8/11/2023).

Persoalan mengenai BUMN Karya menjadi salah satu sorotan dalam Sarasehan, termasuk dari investor asing. Kepala Ekonom Citi Indonesia Helmi Arman dalam forum tersebut menanyakan kepada Ganjar mengenai strateginya dalam kebijakan infrastruktur. Menurut Helmi, pembangunan infrastruktur secara masif sudah membuat beban utang BUMN membengkak karena tingkat pengembalian investasinya tidak sesuai harapan.

Ganjar mengatakan sudah banyak BUMN Karya bangkrut karena pembangunan infrastruktur. Menurut Ganjar hal ini juga terjadi karena semua proyek dipegang oleh pelat merah. Alhasil banyak ada sejumlah pihak yang "bermain".

"Ini yang saya maksud sebagai sesuatu yang prudent. Kita gak boleh ugal-ugalan," katanya.

Saat ini, perusahaan BUMN memang banyak yang mengandalkan jaring pengaman APBN. Sebagaimana diketahui saat terjadi masalah pemerintah kemudian menyuntik modal.

Ganjar pun menyindir bahwa BUMN yang merugi tidak mendapatkan sanksi. "Ada gaksih penalti buat mereka [BUMN], kalau kamu gak perform, kamu gak gajian?" katanya.

Oleh karena itu, kata Ganjar, nantinya dia akan mengkaji perusahaan-perusahaan BUMN Karya. Dalam hal itu dia akan mengandalkan pasangannya pada Pilpres2023, Mahfud MD.

Sementara itu, pemerintah telah mengalokasikan anggaran khusus untuk menyelamatkan BUMN karya yang kini hampir karam ditelan utang.

Jeroan Emiten BUMN Karya

Dalam setahun terakhir terungkap masalah pelik di sejumlah BUMN Karya. Hal ini berujung hingga utang vendor yang menumpuk dan penundaan pembayaran utang utang. Menyoal kinerja keuangan, emiten-emiten BUMN Karya cenderung tidak memuaskan.

PT Hutama Karya (Persero) mencatatkan rugi sepanjang tiga tahun berturut-turut sejak 2020 hingga 2023. Kinerja keuangan perusahaan membaik per kuartal III 2023, dengan laba bersih senilai Rp 34 miliar. Akan tetapi, perlu diingat pada2020 dan 2021, Hutama Karya mencatat kerugian masing-masing sebesar Rp 2 triliun.

PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) mencatatkan pembengkakan rugi bersih dari Rp13,32 miliar menjadi Rp1,88 triliun pada semester I-2023.

Sementara, PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) membukukan laba bersih sebesar Rp23,54 miliar selama 9 bulan 2023, naik 11,94% YoY. Kemudian, PT PP (Persero) Tbk (PTPP) mengantongi laba bersih sebesar Rp239,73 miliar pada kuartal III/2023, naik 70% YoY.

Kendati barangkali perolehan laba sejumlah emiten membaik, akan tetapi neraca keuangan kelima BUMN Karya masih belum bisa dikatakan sepenuhnya sehat.

Total utang empat BUMN Karya meningkat lebih dari 12 kali lipat hingga Rp130 triliun sejak Jokowi duduk di pucuk pemerintahan.

Sementara, total liabilitas atau kewajiban (termasuk utang) 4 emiten BUMN Karya--WSKT, WIKA, ADHI, PTPP-mencapai Rp215,46 triliun per 30 September 2023 (kecuali data WIKA per 30 Juni 2023).

Sebagaimana diketahui, Jokowi berambisi membangun proyek infrastruktur yang ambisius, salah satunya jalan tol Trans-Jawa sepanjang 1.167 kilometer.

Anggaran infrastuktur di era Jokowi (sejak 2014) pun meningkat signifikan, dari Rp184 triliun sebelum dirinya menjadi Presiden RI pada 2013 menjadi Rp392 triliun pada tahun anggaran 2023.

Penugasan yang besar tersebut, yang meningkatkan rasio pengungkit (leverage ratio) atau rasio utang BUMN Karya, akhirnya mulai mengalami dampak yang signifikan saat pandemi Covid-19 menghantam pada 2020 lalu.

Sebagaimana diketahui, proyek-proyek nasional BUMN Karya tersebut, contohnya Waskita, dibiayai oleh utang bank yang besar (dari bank BUMN), terutama utang berbunga jangka pendek.

Waskita pun sempat melakukan restrukturisasi utang bank Rp29 triliun pada 2021. Walaupun, ternyata itu bukan kasus terakhir untuk emiten dengan kode emiten WSKT tersebut, seperti disebut sebelumnya di atas.

Rasio Utang Tinggi

Rasio pengungkit yang mengukur seberapa banyak utang perusahaan dibandingkan ekuitas investor alias debt to equity ratio (DER) BUMN Karya masih tinggi. Ini tentu mengganggu baik untuk pemberi pinjaman/kredit maupun investor.

Pemberi pinjaman tentu menginginkan DER yang rendah supaya pinjaman bisa dibayar lunas, bahkan tanpa menggunakan ekuitas pemegang saham, jika perusahan terkena masalah going concern.

Demikian pula investor yang tidak ingin investasinya terganggu apabila perusahaan mengalami masalah solvabilitas alias tak mampu membayar utang jangka panjang perusahaan.

Waskita, emiten BUMN Karya yang paling terekspos, memiliki DER 1.343%, jauh di atas patokan (rule of thumb) 2-3 (200%-300%) untuk perusahaan konstruksi. DER WIKA juga sudah menyentuh 512%.

Untuk ADHI, PTPP, angkanya barangkali masih di rentang 300%-350% (sejumlah covenant pinjaman bank). Kendati demikian, angka tersebut tetap riskan mengingat suku bunga yang tinggi dan tingkat pengembalian investasi yang panjang membawa risiko tersendiri.

Lebih lanjut, problem restrukturisasi utang, yang kemudian berujung pada kesulitan mendapatkan modal kerja dari bank masih menjadi pekerjaan rumah (PR) untuk sejumlah emiten BUMN Karya, masih menjadi awan gelap sektor ini.

Karenanya, jalan perbaikan kesehatan emiten BUMN Karya tampaknya masih panjang. Namun, peluang baik selalu terbuka, apalagi kalau Proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) berhasil membawa berkah terhadap emiten-emiten tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(RCI/RCI)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation