Macro Insight

Ekonomi Jepang Mulai Goyang, Indonesia Aman?

Research - Aulia Mutiara Hatia Putri, CNBC Indonesia
24 March 2023 16:45
A man waiting to cross the street is seen from a shuttle bus ahead of the 2020 Summer Olympics, Monday, July 12, 2021, in Tokyo. (AP Photo/Jae C. Hong) Foto: AP/Jae C. Hong
  • Tak bisa dipungkiri bahwa tekanan ekonomi global yang terjadi saat ini berbuntut panjang bagi perekonomian suatu negara.
  • Jepang menjadi salah satunya. Berbicara soal manufaktur, PMI Jepang terpantau sudah mengalami kontraksi selama 5 bulan beruntun.
  • Dengan ini, artinya ada kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan global yang dapat merugikan mesin ekspor negara tersebut. Lantas, bagaimana dengan Indonesia?

Jakarta, CNBC Indonesia - Aktivitas manufaktur Jepang mengalami kontraksi selama lima bulan berturut-turut di bulan Maret karena produksi dan pesanan baru tetap berada di bawah tekanan.

Berdasarkan sebuah survei pada Jumat (24/3/2023), menunjukkan pemulihan ekonomi Jepang bisa dikatakan rapuh karena permintaan global melambat. Namun, aktivitas sektor jasa berkembang selama 7 bulan berturut-turut dan naik pada laju tercepat dalam lebih dari sembilan tahun karena tekanan dari pandemi Covid-19 mereda.

Melansir dari Refinitiv, Jibun Bank flash indeks manajer pembelian manufaktur Jepang (PMI) tercatat berada di 48,6 penyesuaian musiman di bulan Maret, dari 47,7 akhir di bulan sebelumnya.

 

Sebagai informasi, indeks tetap di bawah level 50 yang memisahkan kontraksi dari ekspansi selama lima bulan berturut-turut di bulan Maret.

"Perusahaan manufaktur mengisyaratkan angka suram lebih lanjut pada akhir kuartal pertama, dengan penurunan berkelanjutan baik dalam produksi maupun pesanan baru," kata Usamah Bhatti, ekonom di S&P Global Market Intelligence, yang menyusun survei tersebut dikutip dari Reuters.

Selain itu, data sub-indeks juga menunjukkan bahwa output pabrik dan pesanan baru turun selama 9 bulan berturut-turut tetapi laju kontraksi mereda dari Februari.

Survei Reuters Tankan pada hari Kamis (23/3/2023) menunjukkan pabrikan besar Jepang tetap pesimis tentang kondisi bisnis selama 3 bulan berturut-turut untuk periode Maret, ini mencerminkan bahwa ada kekhawatiran tentang perlambatan pertumbuhan global yang dapat merugikan mesin ekspor negara tersebut.

Kita lihat saja data di atas, belakangan ekspor impor negeri Matahari Terbit ini tak bergairah. Sejak September 2022 Ekspor Jepang berada dalam tren penurunan, meskipun sempat bangkit pada Februari 2023. Namun Impornya terus longsor sejak Oktober 2023.

Bagaimana Dengan Indonesia?

Penurunan kinerja manufaktur Indonesia pada Februari dinilai belum menjadi sinyal bahaya bagi ekspansi sektoral pada 2023.

Bagaimanapun, kalangan pengusaha tetap waswas dengan potensi turunnya permintaan domestik yang dapat mempengaruhi kinerja industri secara agregat.

Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Manager's Index (PMI) Indonesia pada Februari 2023 berada di level 51,2 yang merefleksikan industri manufaktur di dalam negeri masih sanggup melanjutkan ekspansi selama 18 bulan berturut-turut.

Akan tetapi, capaian tersebut turun tipis 0,1 poin dari bulan sebelumnya di level 51,3 atau saat kinerja manufaktur Indonesia menguat 0,4 poin dari Desember di level 50,9.

Indeks PMI di atas 50 menunjukkan adanya geliat ekspansi industri di dalam negeri, sedangkan di bawah ambang tersebut merefleksikan kontraksi terhadap kinerja manufaktur.

Berdasarkan data ini, para analis dan banyak pelaku pasar masih optimistis terhadap kondisi perekonomian di Tanah Air. Walakin, pemerintah tetap perlu memberikan perhatian khusus agar pebisnis tetap melakukan ekspansi usahanya.

Setidaknya ada dua faktor yang perlu diperhatikan oleh pemerintah terkait dengan ekspansi kinerja manufaktur hingga akhir tahun ini yakni faktor permintaan dari pasar domestik dan daya beli masyarakat.

Faktor ini menjadi penting karena mayoritas industri manufaktur nasional memiliki orientasi pasar domestik, bukan ekspor.

Selain itu,faktor akumulasi peningkatan beban usaha yang berkaitan dengan kebijakan pengendalian inflasi, nilai tukar, suku bunga, logistik, serta harga komoditas global.

PMI manufaktur yang sedikit melemah saat ini terjadi lantaran pelaku usaha ingin mengantisipasi adanya efek negatif inflasi terhadapappetitekonsumsi dan daya beli masyarakat.

Jika melihat data terakhir, setidaknya ada beberapa catatan positif dari rilis tersebut. Permintaan dari dalam negeri dilaporkan semakin membaik yang membuat sektor manufaktur terus melakukan ekspansi secara moderat. Kemudian masalah rantai pasokan mulai teratasi serta tekanan inflasi mereda.

Suplier juga mengirimkan barang dalam waktu yang lebih singkat, ini menjadi yang pertama dalam satu tahun terakhir.

Biaya produksi juga mulai melandai, keduanya merefleksikan tekanan harga dari sisi supply yang menurun.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(aum/aum)

[Gambas:Video CNBC]