
Kabar Baik dari Amerika Jadi Berita Buruk Lagi Bagi Dunia

IHSG masih akan digerakkan oleh sentimen luar negeri, terutama seputra arah kebijakan The Fed. Sebab hal ini akan berpengaruh terhadap aliran uang di pasar berisiko seperti saham.
Diperkuat Data Pendukung, The Fed Masih Akan Menaikkan Suku Bunga
Pejabat The Fed pada risalah pertemuan terbaru mereka mengindikasikan bahwa bakal ada kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Risalah rapat menyatakan ada tanda-tanda inflasi turun, tetapi tidak cukup untuk mengimbangi kebutuhan kenaikan suku bunga lebih lanjut.
Beberapa anggota mengatakan bahwa mereka menginginkan kenaikan setengah poin, atau 50 basis poin. Kenaikan sebesar itu akan menunjukkan tekad yang lebih besar untuk menurunkan inflasi ke target yang dicanangkan.
Inflasi "tetap jauh di atas" target Fed 2% sebab pasar tenaga kerja yang "tetap sangat ketat, berkontribusi pada tekanan kenaikan yang terus berlanjut pada upah dan harga."
AS dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terendah sejak Mei 2969.
Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Inflasi Konsumen Tinggi dan Klaim Pengangguran Turun
Tadi malam rilis klaim awal pengangguran AS pada pekan kemarin sebesar 192.000, di bawah ekspektasi pasar yakni 200.000. Jumlah tersebut turun dari posisi sebelumnya 195.000.
Dalam kondisi normal, turunnya klaim tunjangan pengangguran akan menjadi kabar baik. Tetapi dalam kondisi perang lawan inflasi, itu menjadi berita buruk. Pasar tenaga kerja yang kuat artinya inflasi sulit turun.
Turunnya angka klaim pengangguran tersebut menjadi sentimen negatif bagi pasar sebab pasar tenaga kerja masih ketat dan berpotensi membuat inflasi tetap tinggi.
Penurunan ini juga akan menjadi alasan bagi The Fed untuk tetap menjaga tren kenaikan suku bunga acuannya.
Sementara itu Personal Consumption Expenditure (PCE) turun menjadi 3,7% quarter-on-quarter (qoq) tapi berada di atas ekspektasi pasar yakni 3,2%. Angka tersebut turun dari sebelumnya 4,3%.
Asal tahu saja, PCE juga menjadi indikator bagi The Fed dalam menentukan sikap moneternya. PCE sendiri mengukur tingkat kenaikan rata-rata harga konsumsi domestik. Adapun yang dihitung merupakan barang dan jasa.
Asing "Tidak Betah" di Pasar Indonesia
Investor asing juga mencatatkan jual bersih (net sell) mencapai Rp240,84 miliar di pasar reguler sepanjang 2023 (year-to-date). Sejalan IHSG mencatatkan performa negatif 0,16% ytd.
Catatan terburuk, asing sempat melakukan aksi jual bersih selama 5 hari beruntun di Februari ini, tepatnya pada 15, 16, 17, 20, dan 21 Februari 2023.
Ada dua alasan mengapa pasar saham Indonesia ditinggalkan. Pertama, valuasi pasar saham Indonesia dinilai sudah premium pada 2022. Sehingga asing mencari profit taking dan mencari alternatif negara lain untuk investasi.
The Fed yang tetap hawkish dan risiko resesi yang menghantui pasar keuangan global turut menjadi alasan keluarnya asing dari bumi pertiwi.
Menteri Keuangan Indonesia , Sri Mulyani, juga membeberkan bahwa investor asing masih menahan investasinya ke Indonesia. Sehingga dana asing alias inflow mulai agak 'seret'.
Pasar obligasi Indonesia hingga 20 Februari 2023 (year to date), mencatatkan inflow sebesar Rp 43,9 triliun.
(ras/ras)