
Waspada! "Badai" dari Barat Hampir Tiba

Sentimen dari dalam negeri ada kabar baik dari prakiraan ekonomi Indonesia yang masih bertumbuh di tengah guncangan ekonomi dunia 2023.
Pemerintah telah mendesain Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) pada 2024. Salah satunya target pertumbuhan ekonomi yang dipatok 5,3%-5,7% secara tahunan atau year on year (yoy).
Dengan target itu, pemerintah memastikan akan menjaga ketahanan ekonomi dari tekanan global. Sederet regulasi sudah siap untuk memenuhi kebutuhan tersebut, antara lain Undang-undang Cipta Kerja, UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), hingga UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK).
Agenda lain yang perlu diperhatikan investor adalah konferensi pers APBN KiTA. Dalam konferensi pers tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani akan membeberkan realisasi anggaran hingga Januari 2023.
Dalam setiap konferensi pers APBN KiTA, pemerintah biasanya juga akan memaparkan perkembangan kebijakan baru.
Perlu disimak apakah Sri Mulyani akan menjelaskan mengenai pajak mobil listrik, tarif BPJS, kebijakan BBM, insentif di dunia usaha, atau kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE).
Di sisi lain, tanda-tanda ekonomi AS makin solid tergambar pada pembacaan awal aktivitas manufaktur Februari yang menguat ke level 47,8. Posisi ini lebih tinggi dari bulan sebelumnya yakni 46,9 dan lebih tinggi dari ekspektasi 47,1.
Data PMI ini semakin melengkapi rilis data sebelumnya yang mengindikasikan bahwa ekonomi Paman Sam masih kuat. Dampaknya adalah kebijakan suku bunga The Fed.
Sebelumnya, AS dilaporkan mampu menyerap 517.000 tenaga kerja di luar sektor pertanian, jauh lebih tinggi dari sebelumnya yakni 260.000 orang. Tingkat pengangguran pun turun menjadi 3,4% dan merupakan angka terendah sejak Mei 2969.
Kemudian, rata-rata upah per jam masih tumbuh 4,4% year-on-year, lebih tinggi dari prediksi 4,3%.
Masalahnya data-data yang positif ini membuat para pelaku pasar tidak tenang. Pasalnya ekonomi yang solid dipandang menjadi momentum bagus untuk terus menaikkan suku bunga dalam upaya menurunkan angka inflasi.
Goldman Sachs dan Bank of America memperkirakan masih akan ada tiga kenaikan suku bunga lagi masing-masing naik 25 basis poin (bp).
Selaras dengan Sachs, pasar kini melihat The Fed akan menaikkan suku bunga tiga kali lagi pada Maret, Mei dan Juni masing-masing sebesar 25 basis poin hingga menjadi 5,25% - 5,5%. Ini artinya pasar melihat suku bunga bisa lebih tinggi dari proyeksi yang diberikan The Fed 5% - 5,25%.
Investor menantikan pembacaan risalah pertemuan The Fed pada Kamis (23/2/2023) untuk melengkapi puzzle teka-teki sikap The Fed dalam kebijakan suku bunganya,].
(ras/ras)